Rabu, 10 Februari 2010

TUGAS MANDIRI

ABDUL HARIS U

0806413355

RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERBATASAN RI-PNG
»» Minggu, 14 Desember 2008

Rapat koordinasi teknis perbatasan RI_PNG dilaksanakan pada 12-13 Desember 2008 bertempat di Hotel Golden Timika, Papua. Pertemuan ini diikuti semua lintas sektor yang berkometen dalam keperbatasan baik tingkat Provinsi, dan kabupaten se Prov Papua yang mempunyai wilayah perbatasan dengan PNG.
Pertemuan dikoordinir oleh Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah Provinsi Papua (Berty Fernades).
Beberapa hal yang dibahas adalah upaya peningkatan pelayanan di pos lintas batas baik yang sudah berupa PLB maupun yang masih bentuk check point. Peserta mengusulkan agar segera dioptimalkannya pelaksanaan tugas CIQ di PLB Skouw karena disamping fasilitasnya sudah lengkap, juga di sinyalir bahwa tingginya penyeludupan barang-barang haram seperti narkoba dari PNG wilayah RI.

Menurut analisis saya adalah salah satu solusi yang menjadi rekomendasi adalah pemerintah pusat segera mengambil alih dalam pembangunan jaringan listrik PLN ke Skouw serta sarana komunikasi Telkom untuk operasionalisasi Online Check Dokumen CIQ sehingga dapat terorganisasi dengan baik dan dapat menggagalkan hal-hal yang dapat merugikan negara.

Sumber : http://nasional.vivanews.com

Gelombang Tekstil Ilegal
Ratusan kontainer tekstil selundupan mengalir ke Indonesia. Tapi cuma sedikit kasus penyelundupan tekstil yang terbongkar.

Penyelundupan tekstil tampaknya makin seperti lampu merah. Menurut asosiasi pertekstilan indonesia (api), menjelang lebaran kemarin saja sudah 200 kontainer berisi produk tekstil diselundupkan, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar rp 100 miliar. Bahkan, kini di pelabuhan cina dan singapura, sebanyak 197 kontainer tekstil ilegal siap diberangkatkan ke indonesia.

Data berdasarkan hasil penyelidikan API yang dilansir belum lama itu tentu sangat memprihatinkan. Dengan gampangnya, gelombang demi gelombang tekstil selundupan menerjang pelabuhan Indonesia, untuk kemudian bertebaran di pasar domestik. Perkembangan ini jelas bisa menghancurkan produksi tekstil dalam negeri.

Sudah begitu, modus penyelundupannya pun kian bervariasi. Contohnya, kasus penyelundupan tiga kontainer berisi tekstil yang baru-baru ini dibongkar pihak Bea dan Cukai Merak, Banten. Produk tekstil sebanyak 22 koli dan 97 rol dari Korea itu ternyata dicampur dengan barang yang dikatakan diimpor secara pribadi.

Kasus ini terungkap tatkala aparat Bea dan Cukai Merak mencurigai kedatangan tiga kontainer yang dikabarkan berisi barang-barang impor pribadi melalui agen berbendera PT Amin Sejahtera. Bagaimana mungkin barang yang diimpor secara pribadi bisa sebanyak itu? Tiga kontainer yang diangkut kapal itu masuk melalui pelabuhan peti kemas milik PT Indah Kiat di Anyer, Banten.

Petugas bea cukai lantas mengharuskan barang impor itu melalui prosedur pemeriksaan jalur merah. Artinya, barang-barang itu harus diperiksa secara fisik, tak sekadar memercayai dokumen impor belaka. Ternyata, Barang-barang impor pribadi itu dicampur dengan tekstil, kata Kepala Bea dan Cukai Merak, Hendry Sijabat.

Pihak bea cukai pun mengecek sekaligus melacak importirnya serta perusahaan ekspedisi muatan kapal laut PT Amin Sejahtera yang mengangkut barang-barang itu. Tak tahunya, alamat PT Amin Sejahtera fiktif. Jadilah, Sampai kini tersangka kasus penyelundupan ini belum ketemu, ujar Hendry Sijabat. Dugaan sementara, kasus ini mengakibatkan negara rugi sebesar Rp 1,5 miliar.

Menurut Toto Dirgantoro, staf Ahli Kepelabuhan dan Kepabeanan di API, sesungguhnya kasus penyelundupan tiga kontainer di Merak hanya semacam uji coba untuk mengetes secara langsung tingkat keamanan di Pelabuhan Merak. Kalau ternyata gagal, berarti pelabuhan itu tergolong merah alias tak perlu dijadikan tempat tujuan barang tekstil selundupan.

Dengan begitu, mesti dicoba pelabuhan lain di Indonesia. Uji coba secara konkret dan langsung ini, menurut Toto, menjadi penting dan mendesak. Soalnya, di pelabuhan Cina dan Singapura kini dikabarkan ada sebanyak 197 kontainer berisi barang tekstil selundupan yang siap dimasukkan ke Indonesia.

Mungkinkah gelombang raksasa tekstil selundupan ini bisa digagalkan oleh aparat bea cukai sebagaimana kasus penyelundupan tiga kontainer tekstil di Merak? Inilah yang amat dikhawatirkan oleh API. Sebab, menjelang Lebaran saja sekurang-kurangnya sudah 200 kontainer berisi tekstil selundupan masuk ke sini dengan leluasa.

Menurut analisis saya dari kasus di atas adalah pihak terkait harus mengatasi hal ini denganlebih teliti dan tidak mudah percaya begitu saja dengan dokumen dari container-container tersebut agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari.

Sumber : http://www.majalahtrust.com

BANYAK KASUS, MINIM TERBONGKAR

Dari rentetan kasus penyelundupan tekstil, terbukti hanya sedikit kasus yang bisa diungkap oleh bea cukai, misalnya kasus penyelundupan 12 kontainer tekstil melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya (Jawa Timur), pada Juni 2003. Lantas, kasus penyelundupan 14 kontainer tekstil lewat Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, pada Agustus 2003 dan Oktober 2003. Kedua kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 7 miliar.

Ada lagi beberapa kasus penyelundupan tekstil yang masuk melalui Pelabuhan Belawan, Batam, dan Tanjung Balai Karimun. Semua tekstil selundupan berasal dari Singapura, Korea, dan Cina, tutur Toto Dirgantoro.

Modus kasus penyelundupan tekstil melalui Surabaya berbeda dengan modus kasus penyelundupan di Merak. Sebanyak dua kontainer tekstil selundupan di Surabaya, contohnya, masuk dengan menggunakan fasilitas importir produk tekstil. Ini berarti, bahan tekstil tersebut dinilai boleh dibawa langsung dari pelabuhan ke pabrik si importir, karena akan diolah kembali untuk dijadikan produk tekstil siap jual.

Namun, petugas bea cukai tak percaya begitu saja. Dua kontainer itu lalu diikuti. Ternyata, dua kontainer itu masing-masing dibawa ke pusat perdagangan pakaian di Cempaka Mas (Jakarta) dan ke Bandung. Ini berarti bahan tekstil tadi bukan untuk diproduksi lagi, melainkan dijual langsung ke pasar.

Petugas segera menyergap masing-masing kontainer itu. Ketika diperiksa, tak tahunya isi kontainer itu tinggal separuhnya. Berarti, separuhnya lagi sudah dilepas di perjalanan.

Petugas juga memeriksa kembali surat-surat barang impor, yang disebutkan sebagai milik seorang pengusaha Korea, Kim Hyung-kie. Lagi-lagi ketahuan bahwa tanda tangan pejabat bea cukai di surat-surat ini pun terbukti dipalsu. Jadi, Modus penyelundupan ini dilakukan dengan memalsu dokumen bea cukai, ucap Toto.

Ketika disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kim Hyung-kie mengaku memang mengelabui pemeriksaan bea cukai dengan memalsukan tanda tangan seorang pejabat bea cukai agar barang impor ilegal itu lolos dari pemeriksaan. Urusan itu, menurut Kim di pengadilan, diserahkannya kepada Agustinus Senong, seorang agen yang biasa mengurus pajak dan dokumen bea cukai bagi barang-barang impor milik Kim.

Di Surabaya, sebenarnya ada lagi satu kasus penyelundupan tekstil yang lebih seru. Kasusnya terjadi pada September 2003, menyangkut tujuh kontainer berisi garmen dari Cina senilai Rp 3,5 miliar. Ternyata, garmen ilegal ini kemudian diangkut dengan kereta api dari Surabaya ke Jakarta, untuk kemudian dilepas di pasaran di Mangga Dua dan Cempaka Mas.

Kasus serupa terjadi pula melalui pelabuhan Benoa, Bali. Dari enam kontainer yang dicurigai, ternyata sebanyak 30% isinya tak lain adalah garmen ilegal, yang dicampur dengan suku cadang kendaraan bermotor. Kini, barang-barang selundupan dari Bali dan Surabaya tadi masih ditahan di gudang milik bea cukai. Soalnya, hingga sekarang tak ada importir yang mau mengakui sebagai pemilik barang tersebut.

Menurut Toto Dirgantoro, bila dirunut ke belakang, ternyata para importir pelaku penyelundupan telah mengantongi fasilitas bebas bea masuk dari pemerintah. Ini karena mereka menyatakan sebagai produsen sekaligus importir khusus yang akan mengimpor barang modal ataupun bahan baku untuk produksi tekstil. Dengan demikian, barang impor mereka bisa melalui prosedur pemeriksaan jalur hijau di pelabuhan alias tak diperiksa lagi kebenaran fisiknya. Padahal, barang impor mereka ternyata produk tekstil yang siap dijual.

Menanggapi data dari hasil penyelidikan API, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Eddy Abdurrahman menyatakan bahwa jumlah kontainer selundupan tak sampai 200 buah sebagaimana dilansir API. Lagi pula, �Bagaimana kita bisa menganggap angka 200 itu benar? Kalau penyelundupan itu berhasil, kan tak bisa diketahui data kasusnya,

Menurut analisis saya dari kasus di atas adalah perlunya ketelitian dalam hal memeriksa container-kontainer yang masuk ke Indonesia, jangan terlalu cepat percaya dari melihat dokumennya saja,tetapi juga harus diperiksa kembali dokumen tersebut asli atau tidak dan juga selalu mengecek isi container tersebut apa sudah sesuai dengan isi dalam dokumen. Dengan begitu kasus-ksaus penyelundupan dapat di cegah.

Sumber : http://www.majalahtrust.com

Pembalakan Liar Masih Marak di Nunukan

Pembalakan Liar Masih Marak di Nunukan

Nunukan Zoners dan TEMPO Interaktif, Nunukan: Pembalakan liar masih marak terjadi di perairan Nunukan, Kalimantan Timur. "Hampir setiap hari terjadi," ujar Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nunukan Abdul Wahab kepada Tempo, Rabu (21/9). Menurut Wahab, kayu-kayu dari hutan di Kabupaten Nunukan diselundupkan ke Pulau Tawau di Malaysia melalui perairan Nunukan. "Kayu dibawa sekitar pukul 20.00 WITA dan biasanya sampai sekitar pukul 6 pagi di Pulau Tawau," ujar Wahab. Kayu diambil di antaranya dari hutan-hutan di Semanggaris, Sebakis, juga di Hutan Lindung Pulau Nunukan. Menurut Wahab, dengan kapasitas 50-200 meter kubik, kapal yang membawa kayu selundupan membutuhkan 5-7 drum bensin, berkapasitas masing-masing 200 liter.Komandan Distrik Militer Kodim 0911 Letnan Kolonel Infanteri Taufik Budilukito secara terpisah tidak dapat memastikan intensitas terjadinya pembalakan liar di perairan Nunukan. "Bisa seminggu sekali, bisa dua minggu sekali," ujar Taufik. Berdasarkan pantauannya, penyelundup mulai bergerak sejak pukul 18.00 WITA dan sampai ke perbatasan Indonesia-Malaysia sekitar pukul 24.00 atau pukul 01.00 WITA. "Rata-rata dari mereka bergerak malam di perairan seputar blok Ambalat," ujar Taufik. Kayu dibawa keluar dari Pulau Sebatik ke Tawau. Menurut Taufik, ada dua kendala karena wilayahnya yang sangat luas dan terbatasnya personel. Untuk mengamankan wilayah Kabupaten Nunukan, Kodim 0911 yang beranggotakan 70 personel juga dibantu oleh 409 personel di bawah komando operasi (BKO) yang tergabung dalam Batalion 613.

Menurut analisis saya adalah harus adanya peningkatan kemanan di sekitar tempat yang biasa terjadi pembalakan dan juga adanya kerjasama antara masyarakat setempat dengan aparat setempat agar kasus seperti ini dapat digagalkan.

Kasus Penyelundupan Narkotik Naik

Penyelundupan sabu dalam 582 butir kapsul dengan cara ditelan digagalkan.

TANGERANG-Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Thomas Sugiata mengatakan kasus narkotik di Indonesia sepanjang 2009 ini mengalami kenaikan sebesar 100 persen dibanding tahun sebelumnya. "Kenaikan dari 41 kasus menjadi 81 kasus," ujarnya di Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu lalu.

Sugiata mengungkapkan, tren kenaikan kasus narkotik sepanjang 2009 ini didominasi kasus penyelundupan oleh warga Iran, yang menjadi kurir barang haram tersebut. Para kurir, baik laki-laki maupun perempuan, rata-rata berusia 20 hingga 50 tahun.Selama 2009 ini, dari 79 kasus penyelundupan narkotik yang digagalkan, jumlahnya mencapai Rp 333 miliar. Sebanyak Rp 260 miliar di antaranya digagalkan di Bandara Soekarno-Hatta.

Modus yang digunakan,kata Sugiata, beragam, dari pengemasan dalam bentuk makanan, cairan di dalam botol, hingga ditelan. "Soal modus, mereka gunakan secara berputar, akan kembali seperti itu juga," kata dia.Jumat pekan lalu, tujuh warga negara Iran ditangkap karena berupaya menyelundupkan sabu-sabu yang dimasukkan ke 582 butir kapsul dengan berat sekitar 2,910 gram dan bemilai Rp 6,4 miliar. Mereka membawa sabu yang dibalut dalam lapisan plastik berbentuk kapsul itu dengan cara ditelan.

Menurut Kepala Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Baduri Wijayanta, para tersangka terlihat gelisah dan ekspresi wajah mereka cemas ketika mendarat di bandara. "Gerak fisiknya mencurigakan," katanya.Tiga pelaku, yaitu Taheri Sahram, 27 tahun, Mahdi Mo-ghaddamkouhi Reazaali (25), dan Abbaspour Morteza (26), ditangkap saat turun dari pesawat Etihad Airways 472 rute Abu Dhabi-Jakarta di Terminal IID Bandara Soekarno-Hatta pukul 15.30 WIB. Setelah diperiksa, Taheri kedapatan menelan 70 butir, Mahdi menelan 80 butir, dan Abbaspour menelan 70 butir. Berat total sabu tersebut J.100 gram, dengan nilai sekitar Rp 2,42 miliar. Masing-masing kapsul seberat 5 gram.

Sekitar tujuh jam berselang, petugas kembali membekuk empat warga Iran yang mendarat menggunakan Turkish Airline 066 rute Istambul-Jakarta. Petugas mendapatkan butiran kapsul di dalam perut Mirzaein Ra-soul, 25 tahun, sebanyak 100 butir, Alimoadi Mohsen (25), menelan 60 butir; Hajebi Shahab (40), menelan 72 butir; dan Goodarzi Ghola Hassan (32), menelan 130 butir. "Proses pengeluaran dari dalam perut menggunakan obat perangsang dan waktunya cukup lama," kata Baduri.

Menurut Sugiata, dengan melihat tren kasus yang meningkat signifikan itu, petugas semakin meningkatkan pengawasan, terutama kepada warga negara asing yang berasal dari TimurTengah, Afrika, Cina, dan Hong Kong. Sebab, negara-negara tersebut merupakan pemasok terbesar narkotik di Indonesia.

Menurut analisis saya dari kasus di atas adalah keamanan dan antisipasi di semua bandara di Indonesia harus terus ditingkatkan agar dapat mencegah hal serupa tidak terjadi lagi walaupun menggunakan berbagai macam modus digunakan karena hal-hal tersebut dapat merugikan Negara.

Sumber : http://www.infoanda.com

Kasus Penyelundupan Imigran, Mootaz Mengaku sekedar Pemandu

Rabu, 21 Agustus 2002 | 11:55 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Mootaz Attia Mohamad alias John, warga negara Mesir, terdakwa kasus penyelundupan imigran gelap ke Australia, mengaku hanya sekadar pemandu. Ia mengantar para imigran dari Timur Tengah itu dari Jakarta ke Bandar Lampung.
“Katanya, mereka mau ke Australia naik kapal laut. Tapi, saya tak tahu bagaimana proses selanjutnya,” ujarnya, dalam persidangan kasusnya, di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/8). Persidangan kasus yang sempat membuat hubungan Indonesia-Australia menghangat ini cukup mendapat perhatian dari sejumlah wartawan asing. Bahkan, Kedutaan Besar Australia mengirimkan 2 stafnya untuk memantau jalannya persidangan.

Seperti pernah ditulis sebelumnya, pada 21 Oktober tahun lalu, 480 imigran gelap dari Timur Tengah mengalami nahas karena kapalnya tenggelam di Laut Jawa. Dari jumlah itu, 44 orang bisa diselamatkan oleh kapal nelayan Indonesia. Sisanya, tak diketahui secara pasti nasibnya. Dalam kasus itulah, nama Mootaz muncul dan disebut-sebut sebagai koordinator keberangkatan para imigran.

Mengenai keterlibatan Mootaz dengan para imigran dibenarkan saksi Muhammad Darmawan, karyawan Hotel Amarta Agung, Bandar Lampung. Di persidangan, ia mengaku pernah bertemu dengan terdakwa pada Oktober 2001. Saat itu, terdakwa bersama rombongannya yang jumlahnya mencapai 100 orang, check in di hotelnya. Mootaz bersedia membayar sewa kamar, meskipun kapasitas kamar tidak bisa menampung seluruh rombongan. “Sebab, kami hanya punya 14 kamar,” katanya.

Selain soal penyelundupan imigran, Jaksa Tarsono dalam surat dakwaannya menyebut Mootaz telah melanggar pasal 53, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Pasalnya, terdakwa yang ditangkap aparat kepolisian di tempat kosnya, di Jl. Sersan Bajuri 9, Geger Kalong, Bandung, pada 4 Nopember 2001, terbukti tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumen yang sah selaku warga negara asing.

Bahkan menurut catatan departemen kehakiman, sebelumnya terdakwa pernah 2 kali dideportasi yaitu desember 1997 dan Maret 2002. Pada 1997, pendeportasian dilakukan karena terdakwa telah melewati masa izin tinggal selama 4 bulan. “Sedangkan untuk 2002, terdakwa masih masuk dalam daftar penangkalan Departemen Kehakiman,” ungkap Edward R Silitonga, saksi dari Direktorat Jenderal Imigrasi.

Menghadapi dakwaan itu, terdakwa yang fasih berbahasa Indonesia ini, terlihat tenang. Bahkan, Mootaz menjawab pertanyaan yang diajukan hakim dan penuntut umum dengan lancar. Dia pun membenarkan keterangan yang disampaikan oleh saksi.

Hanya saja, Mootaz membantah kalau dirinya sengaja melakukan pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku di Indonesia. “Memang saya pernah dideportasi tahun 1997. Tapi saya kira penangkalan itu hanya berlaku 1 tahun. Jadi, saya kembali lagi ke Indonesia tahun 2000,” jelas dia.

Sedangkan untuk tahun 2001, dia mengaku memiliki seluruh dokumen sah untuk tinggal di Indonesia selama 2 bulan. Namun dokumen-dokumen itu hilang. “Saya menggunakan visa wisata. Saya merasa enak tinggal di sini,” kata dia, seraya menambahkan sudah punya istri dan seorang anak yang tinggal di Jakarta.

Lalu, apa ancaman hukuman bagi Mootaz? Sebelum sidang, Edward R Silitonga sempat menjelaskan, untuk kasus semacam ini biasanya terdakwa dikenai pasal pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992. “Dia diancam hukuman maksimal 6 tahun penjara, dan atau denda sebesar Rp 30 juta. Tapi, umumnya mereka langsung dideportasi,” jelas dia.

Mengenai tuduhan penyelundupan orang, Edward mengaku hal itu mustahil dikenakan terhadap Mootaz. Sebab, undang-undang yang mengatur hal itu tidak ada. “Ya ancaman terhadap dia paling hanya pasal 53 tadi,” tandas dia.

Menurut analisis saya terhadap kasus di atas adalah harus lebih ditingkatkan kembali kerjasama antar negara agar kasus penyelundupan imigran dapat digagalkan kemudian juga harus dibuat UU yang terkait dengan penyelundupan orang dan memberikan sanksi tegas untuk para pelaku tersebut.

Sumber : http://www.tempointeraktif.com

Enam kasus penyelundupan trenggiling dibatalkan

Warta - Kriminal & Pengadilan

SAMARINDA - Departemen Kehutanan dan Polri berhasil menggagalkan enam kasus penyelundupan trenggiling (Manis javanica) sejak 2007. Namun, ribuan trenggiling dari hutan-hutan di Sumatera dan Kalimantan terlanjur dibantai untuk diselundupkan ke Hongkong, China, dan Taiwan.

Kepala Subdirektorat Penyidikan dan Perlindungan Wilayah II Departemen Kehutanan, Siswoyo mengemukakan itu sebelum pemusnahan 185 trenggiling utuh dan organ-organ satwa tersebut di Markas Komando Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat Brigade Enggang Kalimantan Timur di Kota Samarinda, Rabu (22/7). Yang juga dimusnahkan ialah 20 kilogram sisik, 177 kantung plastik berisi hati, dan 13 kantung plastik berisi usus trenggiling.

Siswoyo menguraikan, tiga kasus gagalnya penyelundupan trenggiling dari Indonesia itu terjadi di Malaysia (168 ekor), Thailand (100 ekor), dan Vietnam (7.980 kilogram). Tiga kasus lainnya terjadi di Palembang, Sumatera Selatan (13.800 kilogram) , Banjarmasin, Kalimantan Selatan (209 ekor), dan Samarinda, Kalimantan Timur (185 ekor).

"Yang di Palembang diperkirakan 9.000 ekor sehingga jumlah trenggiling yang gagal diselundupkan dalam dua tahun ini hampir 15.000 ekor," kata Siswoyo yang kedatangannya untuk membacakan sambutan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori.

Penyelundupan trenggiling, lanjut Siswoyo, terjadi karena satwa yang dilindungi oleh undang-undang itu dikonsumsi dan menjadi bahan obat kuat dan kecantikan di China, Hongkong, dan Taiwan.

"Diinformasikan bahwa ada restoran-restoran di China yang menjual semangkuk sup trenggiling seharga Rp 500.000," kata Siswoyo. Padahal, khasiat trenggiling untuk kesehatan manusia hingga kini tidak terbukti secara ilmiah.

Siswoyo menduga trenggiling dipercaya berkhasiat untuk tubuh dikaitkan dengan pakan satwa itu yakni semut dan sarang semut yang bermadu. "Madu dipercaya berkhasiat bagi tubuh sehingga mungkin dari sana trenggiling juga dipercaya berkhasiat," katanya.

Menurut Siswoyo, penyelundupan trenggiling akan terus terjadi selama pasar terbuka.

Gagalnya penyelundupan bisa berarti populasi trenggiling di alam menyusut. Cara terbaik melestarikan trenggiling ialah mencegah penangkapan secara ilegal di hutan melalui patroli. "Kami mengharapkan hukuman yang berat bagi para pelaku penyelundupan satwa liar yang dilindungi undang-undang seperti trenggiling," kata Siswoyo.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur Syihabuddin mengatakan, penyelundupan trenggiling di Samarinda digagalkan pada 27 April lalu. "Seorang tersangka bernama Leo Setiawan bin Lahida telah diperiksa dan segera disidangkan," katanya.

Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Samarinda Ubaydillah mengatakan, telah mengusulkan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur agar menuntut Leo Setiawan dengan hukuman maksimal. "Penyelundupan trenggiling ini termasuk perkara pidana penting," katanya seraya menolak merinci hukuman maksimal yang dimaksud.

Menurut analisis saya adalah kasus di atas harus segera dihentikan karena akan mengurangi populasi trenggiling di alam. Selain itu, pemerintah juga harus dengan serius melindungi para satwa langka dengan menigkatkan keamanan di kawasan hewan tersebut dari pemburu liar dan memberikan sanksi tegas atau hukuman pidana yang berat.

Sumber : http://www.waspada.co.id/

Penangkapan Banyak Dilakukan di Laut

Posted on

Selamaperiode 2007-2008 TNI Angkatan Laut saja berhasil mengungkap 74 kasus penyelundupan. Sebanyak 44 kasus di antaranya berkaitan dengan keamanan laut dan lima kasus adalah penyelundupan.

Lima kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan TNI AL adalah penyelundupan daging Allana dari Malaysia, handphone dari Singapura, ball press dari Singapura, dan barang campuran sembako. Semua barang tersebut ditangkap karena tidak memiliki dokumen lengkap.

Kasus penyelundupan pertama yang digagalkan tahun 2007 adalah pada tanggal 22 Februari 2007. Saat itu patroli TNI AL berhasil menggagalkan usaha penyelundupan daging Allana yang dibawa dari Malaysia. Setelah diperiksa, ternyata daging-daging tersebut tidak dilengkapi dokumen yang sah. Oleh TNI AL, kasus ini telah diserahkan ke penyidik PPNS Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kota Batam.

Tanggal 3 Agustus 2007, TNI AL kembali menggagalkan penyelundupan barang ilegal ke Batam. Kali ini yang ditangkap adalah 965 handphone baru dan bekas. Kasus ini telah diserahkan ke Bea Cukai Batam.

Dua bulan setelah itu, atau tepatnya 25 Oktober 2007, KRI Lamadang milik TNI AL berhasil menggagalkan masuknya ball pres yang dibawa KLM Usaha Setia dari Singapura. Pakaian bekas diamankan, karena dibawa tanpa dokumen sah. Untuk tindak pidana kapabean kasus ini telah diserahkan ke Penyidik Bea Cukai.

Penyelundupan barang yang sama juga digagalkan KRI Lemadang pada 1 November 2007. KRI Lemadang menangkap KLM Shelly yang berusaha menyelundupkan ball pres tanpa dokumen. Kasus ini kemudian juga diserahkan ke Bea Cukai.

Terakhir TNI AL berhasil menggagalkan penyelundupan barang campuran sembako dari Singapura oleh KM Pulau Indah. Kapal ini ditangkap KRI Anakonda dalam sebuah patroli. Kasus ini pun kemudian dilimpahkan ke Bea Cukai.
Bea Cukai sendiri juga menggagalkan sejumlah barang tanpa dokumen sah ke Batam. Dalam catatan Bea Cukai sepanjang tahun 2007, mereka mencatat ada 9 kasus yang mereka tangani lengkap dengan kasus dan tersangkanya.

Di awali pada bulan Maret 2007. Bea Cukai menangani kasus penyelundupan kayu bakau oleh KM Amanda I dengan tersangka Zubair. Tiga bulan berikutnya Bea Cukai mencatat kasus penyelundupan handphone dan aksesori oleh KM Budi Jasa dengan tersangka Yunus dan Syamsul. Pada bulan Juni, Bea Cukai juga menangani ksus penyelundupan kayu bakau oleh KM Damai City dengan tersangka Awat.

Pada tanggal 13 Agustus 2007 Bea Cukai menangani kasus penyelundupan 965 handphone baru dan bekas, berikut aksesorinya yang dibawa dengan kapal pancung. Ada tiga tersangka yang ditetapkan yakni Anto, Zamzami dan Syafii. Kasus ini sepertinya limpahan dari TNI Angkatan Laut.

Pada bulan Agustus juga, Bea Cukai menangani kasus penyelundupan 100 koli, BLS sub woofer speaker dan 10.000 slop rokok Marlboro yang disimpan dalam sebuah kontainer dengan tersangka Wahyu Setiawan.

Selama bulan Oktober, Bea Cukai menangani dua kasus penyelundupan, masing-masing penyelundupan beras, gula dan kasur dengan tersangka Masril, serta penyelundupan pakaian bekas dengan tersangka Usman dan Muthaleb.

Bulan November kembali Bea Cukai menangani kasus penyelundupan barang bekas yang dibawa oleh KM Surya Indah III dengan tersangka M Yunus. Di akhir tahun 2007 penyelundupan sebanyak 1.030 bal pakaian bekas juga ditangani Bea Cukai dengan tersangka Amran Maulana.

Sedangkan di tahun 2008, Bea Cukai menangani penyelundupan dua mobil Honda Odyssey dan 1 mitsubishi yang disimpan dalam sebuah kontainer.

Meski menyebutkan tersangka, tapi belum ada penjelasan apakah kasus ini selesai di pengadilan atau tidak. Data yang diperoleh Tribun ini juga tidak menyebutkan dimana penangkapan barang-barang ilegal itu dilakukan.
Akan dibenahi

Keberadaan pelabuhan tikus masih merupakan problem yang cukup pelik saat ini. Seiring dengan akan di terapkannya Batam sebagai daerah FTZ, kerawanan akan terjadinya penyelundupan barang keluar dari Batam juga dikhawatirkan akan terjadi.

Untuk itu, pengelolaan pelabuhan tikus menjadi kata kunci untuk segera dibenahi Pemerintah Kota Batam. Hal ini dianggap penting guna mengatasi kasus penyelundupan yang selama ini banyak menggunakan pelabuhan rakyat yang tersebar di Batam.

Ditemui di kantornya, Wakil Wali Kota Batam, Ria Saptarika mengatakan, kriteria pelabuhan tikus adalah pelabuhan yang secara fisik layak untuk proses bongkar muat namun secara administrasi tidak terdaftar secara resmi. Hal ini memungkinkan terjadinya penyelundupan. Penyelundupan inilah yang membuat permasalahan ini pelabuhan tikus ini menjadi kompleks. Pemko menyadari, peran serta dari instansi lainnya dapat mengatasi pelabuhan tikus ini.

“Untuk mengatasi pelabuhan tikus ini, tentu kita akan berkoordinasi dengan seluruh unsur Muspida yang ada di Batam ini. Kita samakan dulu pandangan kita mengenai jenis pelabuhan tikus ini,” ujar Ria.

Ria juga berencana untuk membicarakan secara khusus masalah pelabuhan tikus ini dalam rapat-rapat dengan Muspida lainnya. “Tentu kita akan agendakan masalah pelabuhan tikus ini dalam rapat dengan pimpinan departemen lainnya.Yang pasti koordinasi kata kunci mengatasi masalah ini,” jelas Ria.

Saat ini, menurut Ria, dirinya sudah memerintahkan dinas terkait untuk mengumpulkan jumlah pelabuhan tikus yang ada di Batam. Data ini diperlukan agar mengetahui langkah apa yang akan dilakukan dalam penanganan pelabuhan tikus.

“Saat ini, data mengenai pelabuhan tikus itu sedang kami kumpulkan. Kami juga sedang menyusun langkah penanganan pelabuhan ini,” tambahnya lagi.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, M Yazid mengakui permasalahan pelabuhan tikus cukup sulit diatasi. Selama ini, pelaku penyelundupan kerap kucing-kucingan dengan petugas lapangan saat melakukan razia. “Bagaimana tidak, setiap kita sidak, semuanya sepi. Jadi kita cukup sulit juga mengambil langkah mengatasinya,” ujar Yazid.

Namun, pemerintah kota, dalam hal ini Dinas Perhubungan, tetap komit untuk menutup pelabuhan tikus yang ada. Pelabuhan tikus berdasarkan pantauan dari Dinas Perhubungan lebih banyak digunakan untuk sarana transportasi antarpulau. Di samping itu, pelabuhan itu juga digunakan untuk mengangkut barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti sayur mayur, kelapa, dan lainnya.
Dinas Perhubungan selama ini sudah mencoba untuk menginventarisir pelabuhan tikus yang ada. Sejauh ini sudah ada tiga pelabuhan tikus yang statusnya ditingkatkan menjadi pelabuhan rakyat.

“Kita sudah tingkatkan beberapa pelabuhan tikus jadi pelabuhan rakyat. Contohnya adalah pelabuhan Sagulung dan pelabuhan Tanjung Riau,” papar Yazid.

Kabag Humas Pemko Batam, Yusfa Hendri mengatakan bahwa Pemko nantinya mencoba untuk melihat kembali secara dekat pelabuhan tikus itu. “Jika menunjang perekonomian, bukan tidak mungkin pemerintah akan menetapkannya menjadi pelabuhan rakyat,” kata Yusfa.

Selama ini kondisi pelabuhan tikus yang hanya berbentuk sebagai pelantar sering dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk memasukkan barang ilegal.

Menurut analisis saya terhadap kasus di atas adalah sangat terkesan atas usaha TNI AL dalam mengamankan wilayah perairan Indonesia dari penyelundupan. Oleh karena itu, pengamanan harus terus dilakukan hingga ke pelabuhan tikus agar dapat mencegah barang selundupan tersebut sampai di Indonesia.

Sumber : http://www.riasaptarika.web.id

Bea Cukai Selidiki Kasus Penyelundupan CPO




Minggu, 09 Maret 2008 (20:05 wib)
JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Penindakan (P2) Bea Cukai, Jusuf Indarto mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan kasus penyelundupan 660 ribu ton crude palm oil (CPO) selama periode Januari-Februari 2008.

"Saya belum bisa jelaskan lebih lanjut karena kita masih melakukan penyidikan terhadap kasus ini," kata Jusuf Minggu (9/3).

Karena itu, lanjut Jusuf, dia mengaku belum mengetahui kalau CPO yang diselundupkan sebanyak 660 ribu ton selama kurun waktu. "Saya belum tahu jumlahnya berapa, tetapi itu memang jadi fokus penyidikan kita," ujar dia.

Sebelumnya, Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi mengatakan pihaknya akan melakukan intensifikasi cukai dengan menggenjot penerimaan pungutan ekspor dari Crude Palm Oil (CPO). "Intensifikasinya itu nanti di CPO," katanya.

Ia memaparkan, sekarang ini ada kecenderungan penjualan CPO antarpulau sehingga penjualan produk tersebut tidak terdata sebagai data ekspor. Namuh, malah terdata menjadi data impor. Hal itu dilakukan untuk menghindari pungutan ekspor CPO.

"Penjualan CPO antarpulau ini untuk menghindari Pungutan Ekspor. Nah itu kita sedang lakukan penyelidikan. Sekarang ini, kita dapat info dari teman-teman bea cukai negara lain," katanya.

Ia menjelaskan, ada kecenderungan pengusaha CPO untuk menghindari pembayaran pungutan ekspor. Potensi kurangnya penerimaan negara dari penggelapan CPO ini mencapai Rp1 triliun.

Menurut analisis saya adalah harus dibutuhkan kerja keras lagi dari Bea Cukai agar kasus tersebut terungkap,menurut saya Bea Cukai seharusnya tetap memeriksa dengan teliti dokumen barang impoor ataupun ekspor karena jika terjadi kekeliruan akan terjadi kerugian bagi negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar