Rabu, 10 Februari 2010

Nama : Aisha.Ayu.Hardinie
NPM : 0806413462
KLS : TRAVEL 2008

TUGAS C.I.Q MANDIRI (KLIPING)

Kawasan Perbatasan Terbelenggu
Friday, 13 February 2009 06:11 Kompas, Jumlat, 13 Februari 2009
JAKARTA, KAMIS- Penanganan kawasan perbatasan terbelenggu dalam dilema di antara dua masalah, yaitu kesejahteraan masyarakat setempat (prosperity) dan keamanan (security). Sementara itu, di lapangan, polisi tidak dapat secara hitam putih menegakkan hukum dalam kondisi kesejahteraan masyarakat yang sangat timpang jika dibandingkan dengan negara tetangga di perbatasan. Sarana atau fasilitas pendukung kehidupan suatu masyarakat nyaris tak terpenuhi dari negeri sendiri.
Hal itu terungkap dalam diskusi pada hari kedua Rapat Koordinasi Pengamanan Wilayah Perbatasan yang diselenggarakan National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (12/2). Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Andi Masmiyat mengungkapkan, dalam hal illegal trading atau penyelundupan bahan kebutuhan pokok, polisi tidak dapat hitam putih menegakkan hukum. Menurut Andi, pendekatan hukum positif akan berdampak yang tidak manusiawi terhadap masyarakat setempat.
”Kalau rakyat bisa dapat pasokan gula, gas, dan beras lebih murah dari Malaysia, kita tidak bijak rasanya jika menghukum. Sementara untuk memperolehnya dari dalam negeri sendiri mahal luar biasa di ongkos karena buruknya infrastruktur ke kawasan perbatasan,” tutur Andi.
Ia mencontohkan Desa Krayan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Desa itu hanya bisa dicapai melalui jalur udara. Banyak kebutuhan hidup warga di sana terpenuhi dari Sarawak. Hasil bumi rakyat Krayan, berupa beras yang terkenal pulen, dijual ke Malaysia atau Brunei ketimbang ke Tarakan atau daerah lain di Kalimantan. Penyebabnya, ongkos yang amat tinggi membuat petani dan pedagang merugi.
”Dalam kondisi yang masih seperti itu, prioritas kesejahteraan masyarakat lebih dikedepankan,” kata Andi. Hal senada sebelumnya diungkapkan Kepala Polda Kalimantan Barat Brigadir Jenderal (Pol) Erwin TP Lumban Tobing. Disparitas harga bahan kebutuhan pokok yang tinggi membuat masyarakat kawasan perbatasan sangat bergantung kepada Malaysia. Terlebih, infrastruktur akses mobilitas di kawasan perbatasan Indonesia masih sangat minim atau buruk. Begitu pula dengan sarana telekomunikasi.
Minim fasilitas
Dalam kondisi seperti itu, kualitas sistem pengamanan di perbatasan juga turut terpengaruh secara negatif. Aparat yang ditempatkan di perbatasan juga turut terbelenggu dalam kondisi yang serba minim. Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Halba Rubis Nugroho mencontohkan, fasilitas, khususnya telekomunikasi, untuk pengamanan di perbatasan sangat tak memadai. Selain itu, jumlah perwakilan Polri di negara tetangga juga masih minim. Padahal, peran perwira penghubung (liaison officer/LO) sangat besar untuk menangani berbagai masalah hukum yang menimpa WNI di negara tetangga.
Perwira Polri di Kuching, Malaysia, Komisaris Hendra Wirawan, mengatakan, dalam penanganan perdagangan manusia, misalnya, Polisi Diraja Malaysia dapat intensif bekerja sama dengan LO Polri secara langsung setiap saat. Pendamping korban perdagangan manusia yang juga Direktur Anak Bangsa Arsinah Sumetro mengatakan, peran LO Polri di negara tetangga teramat diperlukan tak hanya untuk membongkar kejahatan, tetapi juga untuk melindungi korban.
”Sindikat perdagangan manusia tak segan-segan melukai dan membunuh korban yang berontak. Justru di negara tetangga yang paling banyak masalah seperti Malaysia, perlu lebih banyak LO,” kata Arsinah. Sejumlah pos perbatasan justru terabaikan bertahun-tahun di wilayah Indonesia. Berdasarkan pantauan Kompas sejak 2005 hingga 2008, di wilayah Lundu-Biawan, Sarawak, yang berbatasan dengan Sajingan, Kabupaten Sambas, sudah tersedia fasilitas custom, immigration and quarantine (CIQ) lengkap. Petugas Kastam (Bea dan Cukai Malaysia) dan Polisi Diraja Malaysia menjaga kawasan itu.
Di wilayah Indonesia, sebuah pos perbatasan yang ada sudah nyaris roboh karena ditumbuhi semak belukar. Hanya ada peleton pengamanan TNI dengan saranan minim berpatroli di kawasan tersebut. Kondisi serupa terjadi di Long Bawan, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, yang berbatasan dengan Bakalalan di Distrik Limbang, Negara Bagian Sarawak. Warga Bakalalan di Kalimantan Timur yang umumnya didominasi suku Dayak Lundayeh, disebut juga Suku Murut, memiliki sarana transportasi memadai. Sebaliknya, warga Lundayeh di wilayah Krayan hidup miskin dan kesulitan transportasi karena tidak ada akses di tengah hutan dataran tinggi jantung Pulau Kalimantan.
ANALISIS : menurut saya dalam kasus ini terdapat rendahnya pengawasan di perbatasan wilayah indonesia dan factor kesejahteraan masyarakat yang tidak merata. Sehingga terjadilah penjualan bahan makanan pokok yang illegal dari Negara lain. Bagi sebagian penduduk yang tidak mampu atau berasal dari masyarakat sederhana mereka tidak mempermasalahkan bahan makanan pokok yan illegal, alasan yang paling mendasar adalah karena harga yang jauh lebih murah dibanding bahan makanan pokok yang berasal dari dalam negeri sendiri dan didukung pula minimnya fasilitas keamanan dalam perbatasan wilayah Indonesia. http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/02/13/03570240/kawasan.perbatasan.terbelenggu


Sail Bunaken 2009
Mengenalkan Laut Indonesia Di Mancanegara

Sail Bunaken 2009 merupakan rangkaian dari Konferensi Tingkat Tinggi Kelautan Se-dunia atau World Ocean Conferense (WOC) di Manado pada Mei 2009 nanti. WOC adalah pertemuan para kepala negara yang memiliki wilayah laut dan tertarik untuk mendiskusikan pengelolaan kelautan berkelanjutan bagi kepentingan umat manusia di masa mendatang.
Kegiatan Sail Bunken 2009 merupakan acara tahunan yang digelar sejak enam tahun lalu. Kegiatan ini bertujuan memperkenalkan keindahan alam dan pesisir lautan Indonesia serta budaya bangsa Indonesia kepada dunia melalui kegiatan antara lain: Yacht dan Tallships dari berbagai negara.
Menurut Ketua Penyelenggara Sail Bunaken 2009 Aji Sularso sedikitnya ada lima tujuan strategis kegiatan ini yakni, pertama, membangun kecintaan dan kebanggaan terhadap dunia bahari Indonesia. Kedua, meningkatkan citra Indonesia di mata dunia sebagai negara maritim besar, ketiga, menggalang seaman brotherhood. Keempat, promosi wisata bahari dan budaya dan kelima, dalam rangka menyemarakkan HUT Rl ke-64 dan Hari Nusantara 2009.
Lebih jauh Aji mengatakan bahwa kegiatan Sail Bunken 2009 juga akan diintegrasikan dengan kegiatan Indonesia Fleet Review 2009, yang akan menghadirkan berbagai kapal perang dari negara-negara sahabat. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menunjukan ke dunia Internasional bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berdaulat dan siap untuk menjaga wilayah dan sumberdaya kelautannya.
Selain lomba kapal layar yacht Sail Bunaken 2009 juga akan menyertakan kegiatan tournament diving, wind surving dan cultural show. Untuk Diving Tournament akan digelar di Bunaken, sementara di Bitung dilaksanakan Fleet review atau parade kapal perang. Diharapkan Presiden akan melakukan inspeksi dan sekaligus membukanya. Sementara cultural show, pameran, dan wind surfing akan dilaksanakan di Kota Manado.
Dari kegiatan Sail Bunaken ini secara ekonomi diharapkan dapat membantu Kepala Daerah dalam memperkenalkan potensi wisata bahari yang ada di wilayah yang akan disinggahi oleh para peserta Sail Bunaken 2009. Diharapkan pula mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat yang hidup diwilayah-wilayah pesisir yang dilalui kapal yacht.
Birokrasi berbelit
Beberapa kendala dalam implementasi regulasi yang paling banyak dihadapi selama enam tahun penyelenggaraan Sail Indonesia antara lain, perpanjangan GAIT, pelayanan CIQP (Custom, Immigration, Quarantine, Port) yang terpencar-pencar atau tidak satu atap, bea masuk dan keluar (PIB dan PEB) kapal layar, biaya sandar atau tambat labuh kapal layar dipelabuhan yang tidak seragam dari satu tempat ke lain tempat, serta belum ada kesiapan infrastruktur di daerah destinasi atau tujuan kunjungan.
"Birokrasi yang berbelit-belit membuat tidak kondusifnya pengembangan industri wisata bahari. Dengan demikian perlu dilakukan berbagai pembenahan termasuk penyempurnaan dalam implementasi berbagai regulasi yang terkait dengan pembangunan dan pengembangan kebaharian Indonesia," ujar Aji yang juga Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Padahal bila birokasi dilakukan secara benar maka akan dapat mendatangkan keuntungan bagi semua pihak. "Pihak-pihak tertentu hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri, dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak," tegasnya.
Untuk itu, ia berharap kapal-kapal wisman dengan memakai kapal layar dapat diberikan kemudahan untuk dapat menikmati dan berlayar menyusuri kepulauan nusantara. Padahal, katanya, setiap harinya satu orang wisman dapat mengeluarkan dana untuk berbelanja minimal US$30. Selain itu, wilayah pesisir yang dilalui kapal-kapal tersebut akan hidup karena dari penyediaan berbagai kebutuhan para wisman.
"Kita berharap birokrasi jangan sampai merusak destinasi pariwisata untuk kesejahteraan bangsa kita. Sekali lagi ini harus menjadi pertimbangan semua elemen bangsa. Padahal Presiden telah menginstruksikan untuk pengembangan ini dan harus diimplementasikan di bawahnya dengan baik," katanya. [Maritim Indonesia]
ANALISIS : Masalah yang terdapat dalam artikel tersebut yaitu soal wisman yang datang ke Indonesia masih sering berhadapan dengan birokrasi Indonesia yang berbelit-belit. Sehingga ini merupakan kendala yang mempersulit wisman yang ingin mengunjungi Indonesia. Serta masalah pelayanan CIQ yang tidak pada satu tempat sehingga tidak efisien bagi wisatawan karena harus mendatangi satu tempat ke tempat yang lain untuk mengikuti proses CIQ tersebut. Terakhir belum terdapat kesiapan infrastruktur di daerah destinasi atau tujuan kunjungan. www.dekin.dkp.go.id

Jakarta,
Pemerintah meminta dukungan pengawasan Pemerintah Australia mengantisipasi kemungkinan penyebaran virus flu H1N1 dari peserta Sail Bunaken 2009.
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Soen'an Hadi Poernomo, di Jakarta, Sabtu, mengatakan permintaan dukungan tersebut telah disampaikan Konsulat Republik Indonesia (RI) di Darwin kepada Menteri Kesehatan Northern Territory (NT), Konstantine Vatskalis.
Soen'an menjelaskan bahwa pertemuan tersebut ditujukan untuk meminta dukungan Pemerintah NT dalam membantu melakukan tindakan pengawasan terhadap kemungkinan penyebaran virus flu H1N1 terhadap kapten dan awak kapal-kapal (yacht) peserta Sail Bunaken 2009.
Menanggapi permintaan tersebut, Menteri Vatskalis telah menyampaikan kesediaannya dengan memperbantukan tim khusus NT, dan akan mengkoordinasikan mengenai teknis pengawasan tersebut.
Selain itu, pelayanan prosedur CIQP (Custom, Immigration, Quarantine, Port clearance) akan dilakukan oleh Tim Terpadu di lokasi entry point. Juga menambah fasilitas pendukung di pelabuhan Bitung, pembebasan biaya untuk jasa tambat labuh, penyediaan air bersih, serta jasa pelabuhan (harbour service) lainnya.
Pengamanan tempat-tempat kegiatan di Bitung dan Manado serta pengaturan lalu lintas Bitung-Manado akan dilakukan oleh POLRI dibantu TNI AL. Sedangkan untuk pengamanan di laut akan dilaksanakan oleh TNI AL dibantu POLRI, DKP, Ditjen Perhubungan Laut, dan Ditjen Bea Cukai.
Dalam penyelenggaraan peserta yacht rally, akan singgah di beberapa provinsi daerah pariwisata, antara lain Maluku, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kaliman Tengah, Jawa Tengah, dan Bangka Belitung.
ANALISIS : Dalam penyelenggaraan SAIL BUNAKEN 2009, pemerintah Indonesia meminta dukungan pengawasan pemerintah Australia mengantisipasi kemungkinan penyebaran flu H1N1 dari peserta sail bunaken 2009. Mencegah bertambahnya penderita flu H1N1 di Indonesia serta Negara lain yang mengikuti sail bunaken 2009. www.analisadaily.com
Di pra dan era Batam FTZ dan Free Port, Pemerintah dan pengusaha serta seluruh “stake-holders” di Kota Batam harus mengantisipasi pesatnya pertumbuhan di dua lini ekonomi.Eksistensi “dual economy” di sektor formal dan informal dan termasuk juga bisnis illegal dan transaksi illegal.Jika model implementatif FTZ melalui kebijakan di Dewan (regulator FTZ) dan Badan Pengusahaan Kawasan (operator FTZ) semakin pro-investasi maka arah kebijakan FTZ akan menuai eskalasi bisnis di sektor riil. Hampir semua sektor ekonomi akan terangkat yang didahului dengan ekspansi sektor industri manufakturing di 26 kawasan industri dan 67 perusahaan galangan kapal di Kabil, Batu Ampar, Sekupang, dan Tanjung Uncang. Namun tingginya permintaan akan barang sebagai akibat “booming economy” juga membuka peluang masuknya barang secara illegal atau barang atau lolosnya produk, komoditas atau barang yang masuk dalam “negatif list” impor/ekspor. Oleh karenanya, setiap kebijakan ekonomi selalu berimplikasi positif dan negatif. Salah satu efek FTZ ”menyeluruh” (the black shadow of FTZ) yang harus diantisipasi adalah berkembangnya bisnis gelap (illegal trading). Dalam hampir dua bulan terakhir, Media Cetak dan Elektronik di Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau diramaikan dengan berita praktek dan modus operandi “illegal business” di perairan sekitar dan di dalam kawasan FTZ/Freeport. Misalnya adanya kasus penyeludupan senilai Rp.8 miliar atas 2.400 dus rokok Gudang Garam yang dibawa KLM Tri Sejahtera di Perairan Tanjung Berakit, penangkapan 70 ton solar illegal di Pulau Tanjuk-Subang Mas Batam dibawa oleh KM. Setia senilai Rp.600 juta, penjualan solar bersubsidi di Industri shipyard (PT.UMP) Tanjung Uncang, oleh SPBU Simpang Base Camp, penggeledahan penumpang yang menyeludupkan Rp.100 juta,- danRp.686 juta,- dibawa langsung oleh oknum pembisnis “money changer”diseludupkan ke Singapura melalui Pelabuhan Harbor Bay, penyitaan 3.600 botol wine ilegal, kemudian 100 ton solar diamankan, penangkapan 218 Laptop asal Malaysia, dll.
ANALISIS : Terdapatnya illegal bussines atau transaksi illegal, bussines yang dijalankan bermacam-macam dari mulai solar, rokok, laptop, wine dan semuanya merupakan barang illegal. Hal ini harus segera dicegah karena semakin maraknya bisnis illegal ini, disebabkan keuntungan yang lumayan besar bagi si pembisnis barang illegal tersebut. www.syamsulbahrum.web.id
Private Area Bukan untuk Umum
TANJUNGPANDAN, POS BELITUNG–- Masyarakat umum diminta tidak memasuki lokasi private area Sail Indonesia 2009. Lokasi ini hanya diperuntukan bagi peserta Sail Indonesia 2009 yang bersantai di Pantai Tanjung Kelayang Desa Keciput Kecamatan Sijuk, 21 hingga 25 Oktober 2009. Ketua Umum Sail Indonesia 2009 Jasagung Hariyadi mengatakan, demi memberi kenyamanan bagi para yachter, aparat keamanan yang ditempatkan untuk menjaga area itu akan melarang siapa pun masyarakat umum yang ingin memasuki private area.
Private area direncanakan berada di sekitar pohon ketapang besar atau berada tepat di depan area parkir speed boat milik para yachter. Lokasi ini akan dijaga ketat oleh Polres Belitung dan Satpol PP Pemkab Belitung.
“Untuk umum tidak diperkenankan masuk ke private area. Tahun ini akan diperketat, polres juga kami minta untuk menambah personilnya,” kata Jasagung ditemui Grup Bangka Pos di ruang kerjanya, Senin (12/10) kemarin.
Jasagung menambahkan di lokasi private area ini akan menyediakan sejumlah kebutuhan bagi para yachter seperti bahan bakar, air minum sampai makanan. Sebenarnya penjagaan dan pelarangan masuk bagi masyarakat umum di private area tersebut telah diberlakukan sejak pelaksanaan dua kali Sail Indonesia sebelumnya.
Namun apa yang terjadi, tetap saja pengunjung yang jumlahnya membludak tidak bisa dibendung untuk tidak menginjak private area. Bahkan sejumlah kendaraan dan pedagang menjajakan dagangannya di lokasi yang sebenarnya tidak boleh dimasuki warga tersebut.
Tahun ini panitia Sail Indonesia tampaknya tak ingin kebobolan lagi. Aparat keamanan yang nantinya bertugas menjaga private area diminta benar-benar tegas melarang masyarakat umum untuk memasuki lokasi private area.
Pengunjung yang ingin menuju kawasan bebatuan di ujung pantai diharapkan melalui akses jalan baru yang terbentang di belakang cottage. Tidak boleh lagi melalui private area maupun menyusuri tepian pantai yang menjadi tempat parkir speed boat peserta Sail Indonesia.
“Pengunjung hanya diperbolehkan di arena pameran yang terletak di sebelah kanan pintu masuk dan panggung hiburan. Tahun ini jangan sampai kebobolan lagi. Dua kali Sail Indonesia, private area kebobolan terus,” kata Jasagung.
Selain mempersiapkan Sail Indonesia 2009, lanjut Jasagung, pihaknya juga mempersiapkan kunjungan para tamu antara lain 22 bupati/walikota dari daerah destinasi Sail Indonesia. Selain itu akan ada pula kedatangan Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady beserta rombongan.
ANALISIS : Private area yang seharusnya menjadi tempat khusus bagi para peserta sail bunaken 2009 sering digunakan oleh pengunjung juga. Sehingga dipperketatnya pengamanan dan pengawasan dalam menjaga private area yang dilarang bagi masyarakat umum. www.posbelitung.com
Senin pagi, 6 Juli, saya datang ke kantor Imigrasi Bandung di jalan Surapati, mengambil formulir, mengisinya dan melengkapinya dengan KTP, Akta Lahir, Kartu Keluarga, Surat Pengantar dari kantor dan Paspor lama. Pukul 9.30 saya mengambil nomor antrean untuk pemasukan berkas. Pukul dua belas kurang baru bisa memasukkan berkas tersebut di Loket 01. Jeleknya, nomor antrean yang terpampang di layar tidak sama dengan kenyataannya. Di layar tertulis nomor 44, tapi yang dipanggil tiap sepuluh nomor melalui speaker. Dan speaker-nya sembér, juga sering bersahutan dengan panggilan lainnya dari loket pembayaran, loket foto dan loket wawancara.
Sepuluh menit setelah pemasukan berkas, saya dipanggil di Loket 01. Ibu petugas meminta saya melengkapi dengan surat keterangan dari kantor yang spesifik menyebutkan kurang lebih “surat ini dibuat untuk keperluan pembuatan paspor”. Kelengkapan lainnya sudah cukup. Saya diminta datang lagi hari Kamis, 9 Juli, dan diberi tahu bahwa setelah proses pembayaran, foto dan wawancara di hari Kamis tersebut, paspor bisa diambil sepekan kemudian. Esok paginya, hari Selasa 7 Juli, saya iseng mencoba mengambil antrean di loket pembayaran. Namun setelah tanda terima dimasukkan, petugas imigrasi mengatakan saya tak bisa membayar hari itu, meskipun hanya untuk membayar, sebab katanya berkas saya belum masuk ke bagian kasir. Pembayaran pun harus cash. Ternyata bank ada juga tidak bergunanya. Hari Rabu, menconteng nasional. Menghitamkan kuku kelingking kiri lagi.Hari Kamis, pukul 9.05 saya tiba di imigrasi dan mengambil nomor antrean pembayaran. Resi dan nomor saya masukkan ke loket pembayaran, lalu menunggu dipanggil dan membayar. Meski ada nomor antrean dan pemanggilan, warga yang sedang menunggu berebut berdiri di muka loket. Saya pikir ini gejala ketidakpercayaan mereka terhadap sistem antrean.
Hampir satu jam kemudian, pukul sepuluh kurang, saya dipanggil untuk membayar, Rp270.000 untuk perbaruan paspor. Setelah membayar saya harus menunggu lagi, menunggu kwitansi selesai dicetak. Printer dot-matrix tak berhenti bekerja sejak pagi. Satu jam rasanya terlalu lama untuk sekadar pencarian berkas yang masuk hari Senin dan dibawa ke loket pembayaran di hari Kamis.Setelah menerima kwitansi saya lanjutkan mengambil nomor antrean pemotretan. Juga sama dengan loket sebelumnya, display elektronik antrean tidak sama dengan kenyataannya. Dipanggil tiap sepuluh nomor berurutan. Dari pukul sepuluh, setelah selesai pembayaran dan pengambilan nomor antrean pemotretan, nomor saya baru dipanggil menjelang pukul 12.00, sempat dipotret dan diambil sidik jari. Semua pekerjaan dihentikan untuk istirahat. Pukul 13.10 saya datang kembali ke ruang tunggu wawancara, beberapa menit kemudian dipanggil dan masuk wawancara. Saya tidak tahu wawancara apa, hanya ditanya, “Hendak ke mana?” Saya jawab, “Ke Singapura,” sambil menyerahkan fax surat keterangan tambahan yang mereka minta. “Ya, selesai, paspor bisa diambil Kamis depan.”
ANALISIS : Masih tidak tanggap dan lembetnya pelayanan pengurusan travel document, sehingga mengakibatkan prosedur yang sangat menyita waktu lama meskipun hanya memperpanjang pasport saja. Menjadi sangat tidak efektif dan efisien. Yulian.firdaus.or.id
SIJUK, POS BELITUNG–- Jumlah yacht atau kapal layar yang akan singgah di Pantai Tanjung Kelayang Desa Keciput Kecamatan Sijuk pada pelaksanaan Sail Indonesia 2009 diperkirakan tak akan seramai Sail Indonesia tahun sebelumnya.
Ketua Panitia Sail Indonesia 2009 Jasagung Hariyadi mengatakan, ini antara lain disebabkan kegiatan Sail Bunaken pada bulan Agustus 2009 lalu yang cukup menyita banyak waktu. Akhirnya banyak visa yachter yang habis masa berlaku.
Jasagung juga mendapat informasi para yachter ini juga sempat mengalami masalah di Saumlaki. Kondisi ini juga yang menyebabkan sejumlah yachter akhirnya tidak bisa berlama-lama atau malah tidak bisa mampir sama sekali di Belitung.
Hingga Selasa sore, terlihat baru tujuh yacht yang lego jangkar di Pantai Tanjung Kelayang. Jumlah ini bertambah dibandingkan dengan kemarin dengan tiga yacht. Sebelumnya sudah ada beberapa yachter yang singgah, namun mereka bukan bagian peserta Sail Indonesia.
“Kalau sampai sekarang yang mampir di Belitung sudah ada belasan. Diperkirakan tahun ini sekitar 30 kapal yang akan singgah, tahun-tahun lalu 70-an kapal,” kata Jasagung di sela kesibukannya mengkoordinir segala persiapan Sail Indonesia.
ANALISIS : Berkurangnya peserta SAIL BUNAKEN 2009 disebabkan karena pada tahun kemarin penyelenggaraan Sail Bunaken sangat menyita banyak waktu, sehinngga banyak peserta sail bunaken yang visanya kehabisan masa berlaku. Hal tersebut ternyata menjadi trauma tersendiri bagi para sebagian peserta sail bunaken tahun lalu, sehingga tidak ingin mengikuti acara sail bunaken lagi di tahun ini. Cetak.bangkapos.com
shaffik.com.
ANALISIS : Tetrdapat banyak barang illegal yang masuk dengan mudah dalam pelabuhan. Bahkan banyak diantara orang yang memanfaatkan hal tersebut untuk dijual dengan harga yang murah dari harga dalam negeri. Sehingga dengan kondisi Indonesia yang kesejahteraannya kurang barang illegal tersebut sangat diminati oleh rakyat Indonesia.

Kuta, 18 Maret 2003 15:32
Pihak otorita Bandara Ngurah Rai Bali bersama instansi terkait, mengantisipasi terhadap kemungkinan menyebarnya sindrom pernapasan akut parah (Severe Acute Respiratory Sydrome/SARS), dengan mewajibkan pesawat yang mendarat disemprot obat-obatan penangkal.
"Saya baru selesai rapat dengan instansi terkait, kita sudah siap antisipasi atau tangkal SARS itu," ungkap Kacab PAP I Ngurah Rai, I.G.M. Dhordy di Tuban, Kuta, Selasa.
Ia menjelaskan, sesuai standar internasional, bandara Ngurah Rai melalui CIQ-nya (costem, imigration dan quanratine) selalu siap terhadap berbagai kemungkinan. "Kali ini yang lebih berperan tentunya pihak karantina, dibantu instansi terkait. Kita pasti ada perhatian terhadap berbagai kemungkinan seperti penyakit SARS tersebut," ujarnya, menegaskan.
Tidak hanya pesawat, otorita bandara Ngurah Rai juga menggelar `karpet merah` bagi para penumpang yang turun dari pesawat, agar `steril` atau bersih dari kemungkinan virus sindrom pernapasan itu.
Pascatragedi bom Bali, pergerakkan pesawat di bandara internasional Ngurah Rai merosot 50 sampai 60 persen, kini setiap hari pergerakkan rata-rata tercatat 120 unit pesawat.
"Kini setiap hari rata-rata 60 pesawat dari jalur internasional maupun domestik mendarat di Ngurah Rai dan yang lepas landas juga 60, jadi setiap hari ada 120 pergerakkan pesawat. Pokoknya kita waspada-lah, semua pesawat dan isinya kita semprot," ujar Dhordy.
Kasus SARS ditemukan di Cina, Vietnam, Hongkong, Singapura, Thailand, Kanada, AS dan Jerman. Dari 305 penderita, 15 orang dintaranya meninggal dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memperingati kewaspadaan global, akan SARS ini.
Pemerintah Indonesia, melalui Depkes juga bersurat ke instansi terkait di Tanah Air untuk melakukan tindakan kewaspadaan, terutama rumah sakit dan pintu-pintu masuk ke Indonesia seperti bandara dan pelabuhan.
ANALISIS : Dengan mewabahnya penyakit SARS, maka dilakukan pengantisipasian penyebarannya dengan melakukan pengamanan yang lebih ketat dalam karantina serta pihak terkait, seperti menyemprotkan obat-obatan penangkal kepada setiap pesawat yang mendarat di bandara ngurah rai. Gatra.com

PERBATASAN DAN INFRASTRUKTUR
Thursday, 08 October 2009 12:53
Kawasan perbatasan masih sering ”dianaktirikan” dan belum menjadi fokus utama
pembangunan, seperti yang terlihat dalam serial laporan Kompas tentang nasionalisme di
perbatasan pada Agustus lalu.
Padahal, kenyataannya, kawasan perbatasan justru merupakan pintu gerbang internasional
dan beranda depan negara Indonesia. Kenyataan ini seharusnya segera disadari dan
diimplementasikan melalui perubahan paradigma pengembangan kawasan perbatasan
sehingga kesan ”daerah tertinggal” dapat dihilangkan, serta kesenjangan antara perbatasan dan kawasan bukan perbatasan dapat diminimalisasi.

Salah satu tantangan besar pengembangan kawasan perbatasan adalah bagaimana
menyinergikan semua stakeholder terkait dalam pengembangan kawasan dengan segala
permasalahannya yang multidimensi, seperti terkait dengan kepastian garis batas (delimitasi dan demarkasi), pertahanan dan keamanan, kedaulatan, ketersediaan infrastruktur, pergerakan lintas batas, dan kelembagaan, serta kesejahteraan penduduk.
Secara garis besar, karakteristik kawasan perbatasan meliputi, pertama, karakteristik fisik dan infrastruktur yang sangat terbatas (masalah garis batas, berada di pedalaman,
sarana-prasarana terbatas, pos pengawas lintas batas dan custom, immigration, quarantine, security/CIQS belum lengkap). Kedua, karakteristik permukiman penduduk yang jarang dan tidak merata, kualitas relatif rendah, angka kematian tinggi, secara etnis memiliki hubungan kekeluargaan dengan saudara di negara tetangga. Ketiga, karakteristik ekonomi (ada kesenjangan sehingga memberi peluang arus barang dan jasa baik legal maupun ilegal). Keempat, karakteristik sumber daya alam (pengelolaan SDA kurang terkendali, terutama eksploitasi sumber daya laut secara legal/ilegal). Kelima, karakteristik pertahanan: penduduk mudah terprovokasi isu pemisahan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, rawan ancaman langsung dari luar, sistem informasi dan komunikasi lemah, serta lemahnya pengawasan karena pos-pos TNI dan pos lintas batas kurang memadai.

ANALISIS : Masih sangat beratnya beban yang dipikul bila ingin memperbaiki pengembangan kawasan perbatasan dengan segala permasalahannya yang multidimensi, seperti kepastian garis batas (delimitasi dan demarkasi), pertahanan dan keamanan, kedaul;atan, ketersediaan infrastruktur, pergerakan lintas batas, dan kelembagaan, serta kesejahteraan penduduk. Secara garis besar, karakteristik kawasan perbatasan meliputi, pertama, karakteristik fisik dan infrastruktur yang sangat terbatas (masalah garis batas, berada di pedalaman, sarana-prasarana terbatas, pos pengawas lintas batas dan custom, immigration, quarantine, security/CIQS belum lengkap). www.ahmadheryawan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar