Sabtu, 20 Maret 2010

tugas mandiri Alamanda Febriana

Tugas Mandiri
Alamanda Febriana
0706252715

Dua Kasus Penyelundupan Disidangkan PN Jakarta Utara
Written by Administrator
Tuesday, 12 June 2007 09:08
JAKARTA (Suara Karya): Aksi penyelundupan berbagai jenis barang masih terus merajalela, baik dari wilayah pabean maupun ke dalam pabean Indonesia. Terbukti, Senin kemarin, saja disidangkan dua perkara penyelundupan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Perkara terdakwa Direktur PT Nobel, Pamimpin S, bahkan telah diputuskan oleh majelis hakim pimpinan Lawrens Sibarani. Sedangkan perkara terdakwa Haryono dari PT Gemilang Penta Laksana (GPL) masih dalam tahap pembacaan surat dakwaan jaksa.
Dalam amar putusan majelis hakim yang diketuai Lawrens Sibarani disebutkan bahwa terdakwa Pamimpin S terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 103 Undang-Undang (UU) No 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. "Terdakwa dijatuhi hukuman satu tahun penjara," demikian Lawrens.
Meski sudah didiskon empat bulan dari tuntutan JPU Aji Kolbu, atas vonis tersebut penasihat hukum Pamimpin S, Jhonson Panjaitan, tetap menyatakan banding. Alasan Jhonson, bukan kliennya saja yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus penyelundupan tersebut. Sayangnya pelaku lainnya itu tidak dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Barang bukti perkara tersebut berupa tekstil dikembalikan kepada pemiliknya atau yang berhak dalam hal ini PT Nobel.
Terdakwa tidak diwajibkan jaksa dan majelis hakim membayar denda, karena barang berupa tekstil belum sempat dijual ke pasar bebas sehingga menimbulkan kerugian dari sektor bea masuk atau pajak impor atau ekspor.
Sementara itu, dalam surat dakwaan JPU Darwis disebutkan bahwa tindak penyelundupan yang dilakukan terdakwa Haryono berpotensi merugikan negara dari sektor bea masuk dan pajak impor/ekspor sebesar Rp 76 miliar lebih.
Disebutkan bahwa terdakwa Haryono pada Maret 2007 mengurus pemberitahuan ekspor barang (PEB) atas nama PT GPL di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cilincing. Hal itu sesuai perintah Direktur PT GPL, Roy Sudyanto. Barang yang akan diekspor ke Singapura berupa komputer sebanyak 6.130 pcs, 400 pcs processor, 325 sound card, dan 221 pcs VSA.
Selanjutnya terdakwa melengkapi packing list dan invoice komputer tersebut. Namun pada saat barang hendak dikeluarkan dari gudang PT GPL di KBN, petugas Bea Cukai Tanjung

Priok masih menanyakan lagi dokumen berupa stuffing barang ekspor tersebut. Kendati tidak dapat menunjukkannya, Haryono bukannya berupaya melengkapi kekurangan persyaratan tersebut. Ia menempuh jalan pintas, termasuk memalsukan tandatangan pejabat bea cukai yang berwenang mengeluarkan barang dari KBN Cilincing yang memang di bawah pengawasan bea cukai.
"Atas perbuatan tersebut, terdakwa dipersalahkan melanggar pasal 103 huruf a UU No 17 tahun 2006 tentang Perubahan UU No 10 tahun 1996 tentang Kepabeanan," kata Darwis. (Wilmar P)

(Sumber Suara Karya)


Analisa:
Menurut dari Kasus diatas terdakwa atau para pengekspor barang ke luar negeri secara illegal tersebut yang tidak melakukan pembayaran ekspor keluar negeri sehingga para terdakwa dikenakkan denda sesuai dengan pasal 103 huruf a UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.


Senin, 20-02-2006 18:28:55
Polda: Tertangkap Tangan, Polisi Bisa Sidik Kasus Kepabeanan

Oleh : redaksi
Polda Kepri mengemukakan argumen hukum yang mendukung polisi melakukan penyidikan kasus kepabeanan, seperti perkara 11 Bos Kayu Jambi, yang akhirnya dibebaskan majelis hakim dengan putusan sela.
Putusan sela majelis hakim, bahwa perkara ini disidik PPNS Bea Cukai dinilai tidak sesuai dengan PP No 5 tahun 1996 tentang penyidikan tindak pidana dan SK Menkeu NO 92 tahun 1997 tentang pelaksanaan penyelidikan tindak pidana di bidang kepabeanan bahwa dalam situasi tertentu, dalam hal tertangkap tangan kepolisan RI dapat melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan.
Hal ini diungkapakan Kabag Analisis Polda Kepri Kompol Azis Senin (20/2) di Mapolda Kepri. Menurut Azis sesuai dengan aturan tersebut, polisi berhak menyidik tindak pidana kepabeanan. Untuk kasus 11 Bos Kayu Jambi, polisi berhak menyidiknya, terang Azis.
Ditambahkannya, sesuai dengan prinsip lex spesilis derogat lex generalis, artinya aturan khusus mengabaikan aturan yang umum, maka berdasarkan PP No 5 tahun 1996 tentang penyidikan tindak pidana dan SK Menkeu NO 92 tahun 1997 tentang pelaksanaan penyelidikan tindak pidana di bidang kepabeanan bahwa dalam situasi tertentu, maka polisi juga berhak menyidik kasus kepabeanan.
Sebelumnya, kejaksaan juga mempertanyakan argumen majelis hakim yang menyebutkan polisi tak berhak menyidik kasus kepabeanan. Anehnya, PN Batam juga sudah memutus beberapa kasus kepabeanan yang disidik oleh polisi, tanpa disidik PPNS Bea Cukai.
''Sudah ada beberapa perkara kepabeanan yang diputus oleh PN yang tidak disidik oleh PPNS Bea Cukai. Kita jadi bingung dengan putusan yang mengatakan polisi tidak berhak menyidik perkara ini,''jelas Agus, Kasi Intel Kejari Batam.
Agus menyebut contoh dua kasus mobil bodong diputus bersalah oleh PN. Hanya Agus, lupa merinci kasus mobil bodong yang dimaksudnya.
Ini jadi preseden buruk bagi kepolisian untuk menyidik perkara kepabeanan yang lain, ' ' lanjut Agus.

Namun, Humas PN Batam Wisnu Wicaksono, tak kehabisan argumen menanggapi keluhan jaksa ini. Wisnu berdalih, PN Batam memutus perkara kepabeanan yang disidik oleh polisi, karena penasehat hukum yang menangani perkara tersebut tidak mengajukan keberatan terhadap penyidikan yang dilakukan oleh polisi.

''Memang benar ada perkara kepabeanan yang disidik polisi diputus bersalah oleh PN Batam, seperti perkara mobil bodong. Tapi dalam hal ini penasehat hukum terdakwa tidak mengajukan keberatan terhadap penyidikan yang dilakukan oleh polisi,' ' ujar Wisnu.

Berbeda dengan pada perkara 11 bos kayu Jambi, PH terdakwa mengajukan keberatan terhadap penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian.

''Dan perlu dicatat, dalam dakwaannya JPU tidak cermat mengatakan hukuman maksimal pada pasal yang didakwakannya,''jelas Wisnu.

Menurut Wisnu pada pasal 103 UU No 10/1995 tentang kepabeanan ancaman hukuman maksimal hanya 5 tahun, bukan 8 tahun seperti yang dikatakan jaksa dalam dakwaannya.

''Pasal 103 UU No 10/1995, ancaman hukuman maksimal hanya 5 tahun, bukan 8 tahun. Ini juga yang dipersoalkan Penasehat Hukum, serta tanggal persidangan juga jaksa lupa. Hal demikian tentu jadi celah untuk PH untuk mengajukan eksepsi,''tegas Wisnu.

Wisnu, yang juga menjadi hakim dalam perkara 11 bos kayu Jambi ini, mengatakan semestinya JPU harus lebih cermat dalam menyusun dakwaan, termasuk dalam redaksional pada dakwaan tersebut agar hal serupa tidak terulang lagi.

Seperti dilansir Batam Today sebelumnya, 11 bos perusahaan kayu yang berasal dari Jambi, yang didakwa penyelundupkan kayu, akhirnya bebas, setelah Majelis Hakim menerima eksepsi Penasehat Hukum terdakwa, Jumat (10/2) lalu.

Majelis Hakim yang diketuai Wisnu dengan anggota Abdul Bondan, Sukri Sulumin, Salahudin,serta Elfian, memutuskan menerima eksepsi yang diajukan Penasehat Hukum ke 11 terdakwa.

Penasehat Hukum ke 11 terdakwa Martin Pangrekun dan Dudung Badrun mengajukan eksepsi pada sidang yang digelar Selasa (24/1) mengatakan dari 11 terdakwa yang dibagi dalam tiga berkas perkara didakwakan melanggar pasal 103 huruf a UU No 10/95 tentang kepabeanan.

Ke 11 terdakwa kasusnya displit jadi tiga. Suryanto Jayadinata alias A Liu, Ribin Huseng, Hakim bin H Mas Oed, Ali Hasan serta Chandra Kesuma, dengan nomor perkara 31/Pid/B/2006/PN.Btm. Susanto, Ribut Tiono, Okasari Putra alias Asiong, IG Hari Miseno alias Seno dengan nomor perkara 32/Pid/B/2006/PN.Btm. Serta Tanoto Jawti alias Ahyong dengan nomor perkara 33/Pid/B/2006/PN.Btm.

Awalnya, saat dipersidangan, JPU Agus Priambodo dan JPU Pengganti Bambang Setiady mengatakan pikir-pikir atas keputusan majelis. Tapi, Jumat (10/2) pukul 23.30 WIB, saat eksekusi akan dilakukan, Bambang dibantu personil BC dan polisi mendatangi Lapas Baloi dengan membawa surat penangkapan baru kepada ke 11 dakwa tersebut.

Mengetahui, mereka akan ditangkap kembali, ke 11 terdakwa ini tak mau keluar dari Lapas Baloi. Penasehat Hukum mereka Marten Pangrekun dan Dudung Badrun turun ke lokasi mengadakan perlawanan dengan adu argumen dengan Bambang Cs. Argumen ini berlangsung hingga Sabtu (11/2) pukul 4.00 WIB subuh.

Akhirnya, entah bagaimana, saat Batam Today mengecek perkembangan terakhir, ke 11 bos kayu ini sudah bebas dan sudah berada di Jakarta.

Analisa:

Menurut saya tentang Polda Kepri yang dimana telah mengemukakan argumen hukum yang mendukung polisi melakukan penyidikan kasus kepabeanan, seperti perkara 11 Bos Kayu Jambi, yang akhirnya dibebaskan majelis hakim dengan putusan sela, bahwa perkara ini disidik PPNS Bea Cukai dinilai tidak sesuai dengan PP No 5 tahun 1996 tentang penyidikan tindak pidana dan SK Menkeu NO 92 tahun 1997 tentang pelaksanaan penyelidikan tindak pidana di bidang kepabeanan bahwa dalam situasi tertentu, dalam hal tertangkap tangan kepolisan RI dapat melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan, sesuai dengan prinsip lex spesilis derogat lex generalis, artinya aturan khusus mengabaikan aturan yang umum, maka berdasarkan PP No 5 tahun 1996 tentang penyidikan tindak pidana dan SK Menkeu NO 92 tahun 1997 tentang pelaksanaan penyelidikan tindak pidana di bidang kepabeanan bahwa dalam situasi tertentu, maka polisi juga berhak menyidik kasus kepabeanan.

Rianti dan Kasus Keimigrasian
Artikel Terkait
00/00/0000 00:00 |
STATUS kewarganegaraan yang dimiliki sejumlah artis asing di Indonesia mengundang masalah cukup pelik. Mulai dari visa, izin kerja, hingga berpindah kewarganegaraan. Artis asing itu di antaranya Cathrine Wilson, Cinta Laura Kiehl, Rebecca, Mike Lewis, dan Miller, pemain sinetron Azizah, dan Rianti Carthwright. Dari nama-nama yang disebutkan tadi, Rianti menjadi sorotan publik saat ini. Pemeran Asri di film Jomblo ini tersandung kasus keimigrasian. Kekasih Banyu Biru ini statusnya warga Inggris--notabene mengikuti ayahnya--dan bekerja di Indonesia. Atas dugaan itu, Rianti dipanggil pihak imigrasi untuk dimintai keterangan. Pemeran Aisha di film Ayat-Ayat Cinta itu pun datang ke Kantor Direktorat Jenderal Imigrasi di Jakarta, Rabu silam. Rianti tiba didampingi Banyu. Setelah ditanyai selama beberapa jam, Banyu dan Rianti mengaku puas. Pihak imigrasi dinilai sangat kooperatif. "Insya Allah tidak ada masalah apa-apa. Dari sisi manapun, kita diterima di seluruh jajaran imigrasi," kata Banyu. Kendati begitu, Direktur Penyidik Keimigrasian Syaiful Rahman sampai sekarang belum bisa menyimpulkan mengapa masalah Rianti diperkarakan. Ia masih akan menyelidiki kasus ini hingga menemukan titik persoalannya. "Kekeliruannya apa, sehingga bisa diperbaiki," ucap Syaiful. Di kesempatan lain, Rianti pernah mengungkapkan kecintaan dirinya terhadap Indonesia. Ia mengaku warga negara Indonesia (WNI), bukan Inggris. Maklum, dia lahir di Bandung, Jawa Barat, 22 September 1983. Ibu Rianti asli Indonesia. Menurut Syaiful, sah-sah saja Rianti menganggap demikian. "Tapi status hukum kewarganegaraannya itu yang saya lihat," kata dia. Sementara Manoj Punjabi, produser MD Entertainment mempertanyakan persoalan yang dialami Rianti. "Kalau melihat ada problem seharusnya dari awal," ujar Manoj. Ia simpati terhadap Rianti yang harus tenggelam di tengah euforia kesuksesan Ayat-Ayat Cinta. Kasus serupa juga pernah menimpa Senk Lotta, istri aktor Fauzi Baadilah. Lotta diperiksa di Kantor Imigrasi Jakarta Timur, Februari silam, didampingi Fauzi dan kuasa hukum Abner Sirait. Wanita asal Uzbekistan itu diduga memalsukan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Berbeda dengan Cinta Laura Kiehl. Herdiana, ibu Cinta Laura sangat mengerti hukum. "Makanya dia bisa main sinetron Februari 2007, karena saya menunggu sampai surat-suratnya beres," ujar wanita yang bekerja sebagai Legal Consultant ini. Hasilnya, karier Cinta pun berjalan mulus sampai sekarang. Menurut Herdiana, ke depan Cinta dihadapkan pada pilihan menentukan status kewarganegaraan. Apakah memilih ayahnya, asli Jerman atau ibunya. Cinta pun diberikan waktu selama tiga tahun untuk mempertimbangkan pilihannya. "Peraturannya dari usia 18 tahun dia harus memilih sampai umur 21 tahun," kata Herdiana. Sementara Cinta hingga kini masih belum menentukan pilihannya. "Lagi bergantung situation-nya gimana. Aku sih pengennya dua," kata wanita kelahiran Quakenbruck, Jerman, 17 Agustus 1993 tertawa. Kebijakan imigrasi mungkin masih menjadi teka-teki sampai sekarang. Setiap aturan bisa jadi akan melahirkan dilema dan pertentangan. Namun sayang jika mereka yang berbakat harus angkat kaki. Semoga ke depan, benang kusut ini bisa diluruskan kembali.

Analisa:
STATUS kewarganegaraan yang dimiliki sejumlah artis asing di Indonesia mengundang masalah cukup pelik. Mulai dari visa, izin kerja, hingga berpindah kewarganegaraan. Artis asing itu di antaranya Cathrine Wilson, Cinta Laura Kiehl, Rebecca, Mike Lewis, dan Miller, pemain sinetron Azizah, dan Rianti Carthwright. Dari nama-nama yang disebutkan tadi, Rianti menjadi sorotan publik saat ini.
JPU Kasus Kepabeanan Waris Halid Tetap pada Tuntutan

selasa, 29 Maret 2005 20:38

Susanto SH dalam Replik yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (29/03), menegaskan tetap pada tuntutan lima tahun penjara dalam kasus kepabeanan dengan terdakwa Abdul Waris Halid.
"Pada pokoknya sebenarnya kami masih pada berketatapan pada tuntutan pidana yang telah dibacakan beberapa waktu yang lalu (08/03), sehingga pada kesempatan ini kami hanya akan menanggapi hal-hal yang menurut hemat kami perlu ditanggapi," kata Susanto Ada empat hal dalam pledoi --nota pembelaan terdakwa dan penasehat hukum-- yang ditanggapi oleh JPU, yaitu mengenai hasil penyidikan yang dikatakan Penasehat Hukum tidak sah; cara pembuktian surat dakwaan yang tidak menyeluruh; tuntutan pidana yang menurut mereka tidak memuat analisa fakta/yuridis; serta pembelaan Penasehat Hukum yang mengatakan bahwa Penuntut Umum memanipulir fakta.
Hasil penyidikan menurut Penasehat Hukum tidak sah karena Berita Acara Pemeriksaan saksi dalam berkas perkara atas nama terdakwa merupakan hasil pemeriksaan atas nama terdakwa Effendi Kemek (terpidana dalam kasus yang sama) yang kemudian dituangkan dalam BAP atas nama terdakwa Abdul Waris Halid.
"Selama saksi menandatangani BAP berarti secara sadar mengetahui apa yang tertuang di dalamnya, dengan demikian tidak ada alasan sama sekali untuk menyatakan dasar penyidikan tidak sah," JPU menanggapi.
Mengenai pembuktian dakwaan yang tidak menyeluruh, JPU mengatakan itu karena bentuk dakwaan yang dipergunakan adalah dakwaan alternatif, sehingga tidak perlu melakukan pembuktian seluruh dakwaan.
Sedangkan mengenai fakta, JPU menjelaskan bahwa fakta yang dipergunakan adalah fakta yang diperoleh dalam persidangan. Pihaknya malah mempertanyakan kembali pengajuan keterangan Kwik Kian Gie dan Drs. RS Syahrul RS Jaya yang termuat dalam nota pembelaan pengacara terdakwa, padahal kedua orang tersebut tidak menjadi saksi dalam persidangan. Setelah pembacaan Replik, ketua Majelis Hakim Sarehwiyono SH menutup persidangan dan memberikan kesempatan satu minggu kepada Penasehat Hukum Waris untuk mempersiapkan tanggapan atas Replik. Sidang akan dilanjutkan kembali pada Selasa 5 April. Terdakwa Abdul Waris Halid dalam kasus pemalsuan dokumen kepabeanan impor gula pasir seberat 56.000 ton, dituntut lima tahun penjara dipotong masa penahanan serta membayar denda Rp250 juta. Ia dijerat JPU dengan dakwaan kedua alternatif, yakni pasal 103 huruf a UU No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan yang ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp250 juta. Ancaman hukuman yang diajukan JPU kepada Waris Halid ancaman maksimal, karena menurut Susanto terdapat hal-hal yang memberatkan terdakwa, yakni perbuatannya telah merugikan keuangan negara dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya. JPU juga meminta kepada majelis hakim yang dipimpin Sarehwiyono SH agar uang hasil dua kali lelang gula impor tersebut sebesar Rp116,82 miliar dan Rp56,66 miliar dikembalikan dan disimpan untuk negara. (*/lpk)
Analisa: Terdakwa Abdul Waris Halid dalam kasus pemalsuan dokumen kepabeanan impor gula pasir seberat 56.000 ton, dituntut lima tahun penjara dipotong masa penahanan serta membayar denda Rp250 juta. Ia dijerat JPU dengan dakwaan kedua alternatif, yakni pasal 103 huruf a UU No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan yang ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp250 juta. Ancaman hukuman yang diajukan JPU kepada Waris Halid ancaman maksimal, karena menurut Susanto terdapat hal-hal yang memberatkan terdakwa, yakni perbuatannya telah merugikan keuangan negara dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya.










Langsa | Harian Aceh - Dua jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Langsa beinisial FN dan BJ diduga melakukan pemerasan terhadap FZ, staf imigrasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen.
Upaya pemerasan dilakukan menjelang penetapan FZ sebagai tersangka. Sementara berkas P21 FZ telah diserahkan polisi ke Kejari Langsa, jauh hari sebelumnya. Kedua jaksa tersebut mencoba memeras FZ Rp50 juta agar tidak ditahan. Dugaan pemerasan itu terungkap dari rekaman pembicaraan jaksa BJ dengan jaksa FZ di sebuah rumah makan di Langsa, sekitar sebulan lalu. Setelah menghubungi FN melalui telepon seluler, BJ meminta uang Rp50 juta kepada tersangka FZ. “Bang aku mau ketemu FZ, berapa kuminta uang agar dia bisa kita bantu,” kata BJ dalam rekaman tersebut. Lalu FN menjawab telepon BJ dengan kata “gocap” yang bermakna Rp50 juta. Tidak hanya itu, pembicaraan dilanjutkan antara BJ dengan FZ yang intinya meminta tersangka FZ mengikuti petunjuknya jika kasus itu sudah dilimpahkan ke pengadilan. Namun, mungkin karena tidak menyerahkan uang sebesar itu, Senin (22/6) lalu, tersangka FZ dijebloskan ke Lembaga Permasyarakatan (LP) Langsa. Saat dibawa ke LP sebagai tahanan kejaksaan, kedua tangan FZ diborgol. FZ yang ditemui di LP kelas II B Langsa mengaku dirinya sempat diperas oleh kedua jaksa. Namun, kata dia, uang yang diminta itu belum sempat diserahkan hingga dirinya ditahan. “Benar, saya mau diperas saat kami bertemu di sebuah rumah makan sekitar sebulan lalu. BJ minta uang pada saya Rp50 juta,” ungkap FZ. Menurut dia, kasus itu telah dilaporkan ke Kajati dan Kejagung secara lisan dan tulisan. Namun, sejauh ini belum ada tindakan apapun terhadap kedua oknum jaksa itu. “Bahkan terkesan seperti ada perlindungan terhadap keduanya,” sebutnya. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Langsa Adonis menolak konfirmasi wartawan terkait kasus tersebut. Sementara Kasie Pidana Umum (Pidum) Kejari Langsa, Irvon mengaku tidak mengetahui kasus pemerasan yang dilakukan kedua rekannya tersebut. “Menyangkut masalah ini saya tidak tahu dan tidak bisa berkomentar,” elaknya.
Analisa: Dua jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Langsa beinisial FN dan BJ diduga melakukan pemerasan terhadap FZ, staf imigrasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen. Dugaan pemerasan itu terungkap dari rekaman pembicaraan jaksa BJ dengan jaksa FZ di sebuah rumah makan di Langsa, sekitar sebulan lalu. Setelah menghubungi FN melalui telepon seluler, BJ meminta uang Rp50 juta kepada tersangka FZ. “Bang aku mau ketemu FZ, berapa kuminta uang agar dia bisa kita bantu,” kata BJ dalam rekaman tersebut.
Lalu FN menjawab telepon BJ dengan kata “gocap” yang bermakna Rp50 juta. Tidak hanya itu, pembicaraan dilanjutkan antara BJ dengan FZ yang intinya meminta tersangka FZ mengikuti petunjuknya jika kasus itu sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Namun, mungkin karena tidak menyerahkan uang sebesar itu, Senin (22/6) lalu, tersangka FZ dijebloskan ke Lembaga Permasyarakatan (LP) Langsa. Saat dibawa ke LP sebagai tahanan kejaksaan, kedua tangan FZ diborgol.














Imigrasi Belum Cekal Tersangka Kasus Tiket Diplomat
Jum'at, 05 Maret 2010 | 14:49 WIB
Besar Kecil Normal
TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, Muchdor menyatakan, pihaknya belum mencekal para tersangka kasus dugaan penggelembungan dana di Kementerian Luar Negeri. "Sebab hingga hari ini imigrasi belum menerima permohonan cekal kejaksaan," kata Muchdor hari ini. Menurut Muchdor, selain kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi hingga hari ini juga belum mengajukan permohonan pencekalan terhadap para tersangka kasus dana tiket diplomat kepada Imigrasi. Padahal kasus itu juga ditangani KPK. Kejaksaan Agung, kemarin, menetapkan tiga tersangka kasus dugaan penggelembungan dana tiket perjalanan Diplomat di Kementerian Luar Negeri. Mereka adalah mantan staf Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri Ade Wismar Wijaya, Direktur Utama PT Indowanah Inti Sentosa Syarwanie Soeni, yang juga mantan Kepala Sub-Bagian Perencanaan Pengeluaran Rutin pada Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri, dan Kepala Sub-Bagian Verifikasi Kementerian Luar Negeri Ade Sudirman.
Kerugian negara akibat kasus tersebut diperkirakan senilai Rp10 miliar per tahun.
Analisa: Kejaksaan Agung, kemarin, menetapkan tiga tersangka kasus dugaan penggelembungan dana tiket perjalanan Diplomat di Kementerian Luar Negeri. Mereka adalah mantan staf Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri Ade Wismar Wijaya, Direktur Utama PT Indowanah Inti Sentosa Syarwanie Soeni, yang juga mantan Kepala Sub-Bagian Perencanaan Pengeluaran Rutin pada Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri, dan Kepala Sub-Bagian Verifikasi Kementerian Luar Negeri Ade Sudirman.





BALAI KARANTINA PERTANIAN PERKETAT PENGAWASAN DI PELABUHAN TG PRIOK
Jakarta, 3/8/2009 (Kominfo-Newsroom) � Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, akan memaksimalkan tindakan karantina/pemeriksaan di lini satu (dalam areal pelabuhan) dan memaksimalkan pemeriksaan awal dengan pengambilan sample untuk pengujian laboratorium. Menurut Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Hadi Wardoko di Jakarta, Senin (3/8), langkah itu dilakukan sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No.12/2009 dan Permentan No. 27/2009. Menpertan No.12 mengatur persyaratan dan tata cara tindakan karantina tumbuhan terhadap pemasukan kemasan kayu ke dalam wilayah Indonesia, sedangkan Menpertan No.27 mengenai pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan. Dijelaskan, tindakan itu juga dilakukan, selain untuk mengurangi biaya tindakan karantina, juga karena balai karantina di Pelabuhan Tanjung Priok masih kekurangan petugas. Saat ini jumlah petugas karantina di Pelabuhan Tanjung Priok seluruhnya berjumlah 200 orang, dan dari 200 petugas itu, hanya 30 orang saja yang PNS, sedangkan sisanya masih karyawan kontrak. Bandingkan dengan jumlah pegawai Bea dan Cukai yang mencapai 600 petugas, katanya pada acara sosialisasi persiapan pelaksanaan Permentan No.12 dan Permentan No.27 itu. Ia mengatakan, berdasakan pengalaman, jangankan peraturan yang tergolong baru, peraturan lama Permentan No.18 tahun 2008 dalam pelaksanaannya di lapangan banyak kelonggaran/kebijakan untuk memperlancar arus barang, namun sangat bereksiko tinggi karena banyak ditemukan penyimpangan. Contohnya kasus yang pernah terjadi, impor bawang merah termasuk golongan umbi lapis segar, di mana selama ini diberi kemudahan untuk dapat dilakukan tindakan karantina di gudang pemilik yang ditetapkan sebagai instalasi/tempat pemeriksaan agar dapat cepat dikeluarkan dari area pelabuhan. Namun kenyataannya, setelah dikeluarkan dari pelabuhan, sesampainya di gudang pemilik untuk dilakukan pemeriksaan/tindakan karantina ternyata barang tersebut sudah diedarkan, bahkan ada yang sudah habis terjual. Padahal barang tersebut belum diberi sertifikat pelepasan.
Menurutnya, hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang Undang No.9/1992 pasal 9 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan, karena barang tersebut belum dilakukan tindakan karantina. Itu sangat membahayakan karena barang itu akan membawa dan meyebarkan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dan akan menjadi kendala bagi petugas karantina untuk mengawasi secara optimal, katanya. Karena itu, tambahnya, dengan adanya kasus tersebut, maka kini telah diberlakukan tindakan karantina/pemeriksaan di lini satu. Menurutnya, tindakan itu diakuinya ada gejolak di lapangan, terutama karena para importir kesal akibat barang/media pembawanya harus tertahan selama beberapa hari sebelum dapat dikeluarkan dari pelabuhan. Dikemukakan, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok melakukan sosialisasi dua Permentan tersebut sebelum diberlakukan tanggal 18 Agustus untuk Permentan No.27 dan 1 September untuk Per Mentan No.12. (T.Bhr/ysoel)
Analisa: Pertanian, akan memaksimalkan tindakan karantina/pemeriksaan di lini satu (dalam areal pelabuhan) dan memaksimalkan pemeriksaan awal dengan pengambilan sample untuk pengujian laboratorium. Menurut Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Hadi Wardoko di Jakarta, Senin (3/8), langkah itu dilakukan sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No.12/2009 dan Permentan No. 27/2009. Dikemukakan, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok melakukan sosialisasi dua Permentan tersebut sebelum diberlakukan tanggal 18 Agustus untuk Permentan No.27 dan 1 September untuk Per Mentan No.12. (T.Bhr/ysoel)




Karantina dan Benteng CAFTA
20 Feb 2010
• Koran Tempo
• Opini
Faqih Zuhdi Syuhada, ketua umum asosiasi masyarakat karantina indonesia (astina)
Kecemasan para pengusaha tekstil, kulit, makanan, dan obat-obatan atas masa depannya setelah China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) berlaku, awal 2010, kini mulai terbukti. Di pasar grosir terbesar Asia Tenggara, Tanah Abang, lebih dari 60 persen pedagang kini menjajakan barang-barang asal Cina. Di Yogya, kerajinan kulit Cina mulai menyerbu Pasar Beringharjo dan Malioboro. Di Bali, kerajinan patung dan manik-manik Cina mulai menyesaki Denpasar dan Pantai Kuta. Di Karang Nunggal, sebuah desa yang letaknya 30 kilometer dari Tasikmalaya, para pedagang pinggir jalan mulai menjajakan buah-buahan dan makanan Cina. Sementara itu, di Ambarawa, sebuah kota kecil di selatan Semarang, tempat industri jamu cap Jago berdiri, jamu-jamu asal Cina mulai menghiasi etalase warung-warung dan kios-kios kecil di pinggir jalan. Di pihak lain, para pengusaha makanan ternak ayam makin menjerit. Industri pakan ternak yang didirikannya dengan susah payah, kini mulai bergetar hebat. Serbuan pakan ternak ayam asal Cina yang murah meriah menjadikan produsen makanan ternak nasional kelimpungan. Anehnya, kita seperti melongo. Pejabat melongo, pengusaha melongo, dan petani melongo. Mereka melongo karena bingung apa yang harus diperbuat untuk menghambat serbuan produk Cina setelah berlakunya CAFTA ini. Mereka sepertinya telah berubah jadi penonton "permainan pasar" CAFTA yang merugikan rakyat Indonesia. Padahal, kalau mau, kita masih punya instrumen untuk mencegah-sekali lagi mencegah-masuknya produk-produk Cina tersebut. Karantina Atas nama CAFTA, masuknya produk-produk Cina ke Indonesia tak bisa lagi dibendung. Jika pemerintah menghambat, akan terkena sanksi perdagangan. Tapi, jika hal itu dibiarkan, buruh, petani, dan industri dalam negeri akan sekarat. Lantas, bagaimana solusinya? Prof Dr Widya Asmara, pakar karantina dari UGM, menyatakan saat ini, setelah free trade berlaku di mana-mana, baik secara regional maupun global, karantina menjadi "pertahanan" yang sangat efektif untuk melindungi negara dan rakyat Indonesia dari perang dagang yang amat dahsyat. Karena itu, di era CAFTA ini peran karantina harus ditingkatkan. Setelah pintu-pintu perdagangan terbuka, hanya karantina yang mampu melindungi konsu-
men sebuah negara dari produk-produk makanan asing yang belum tentu higienis dan aman. Kasus flu burung (awan influenza) dan flu babi (swine influenza), yang belum lama ini menggegerkan republik ini, seharusnya tidak terjadi kalau karantina berfungsi dengan baik. Di masa mendatang, dengan makin rusaknya lingkungan akibat buruknya sanitasi, beratnya pencemaran, dan tak menentunya iklim bumi, berbagai penyakit, yang berasal dari berbagai kuman, niscaya akan muncul di tengah-tengah kehidupan manusia. Salah satu media transfernya adalah binatang dan tumbuhan. Jika produk-produk binatang dan tumbuhan dari sebuah negara yang terserang "penyakit-penyakit berbahaya" lolos dengan mudah masuk ke Indonesia tanpa proses karantina yang dapat dipertanggungjawabkan, niscaya penyakit tersebut akan segera tersebar ke Indonesia. Yang menjadi soal, apakah masuknya penyakit-penyakit itu tanpa sengaja atau justru disengaja sebagai strategi perang dagang? Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, misalnya, meyakini betul bahwa ada sebagian penyakit-penyakit yang sengaja "diselundupkan" ke Indonesia untuk melumpuhkan pesaing-pesaing dagang, atau untuk memudahkan produknya masuk ke Indonesia. Ketika flu burung menyerang jutaan ternak ayam di seluruh Indonesia, mau tidak mau pemerintah Indonesia harus mengimpor daging unggas dari Amerika. Banyak orang menengarai bahwa virus flu burung sebetulnya sengaja diselundupkan ke Indonesia oleh pihak-pihak tertentu agar peternakan unggas di Indonesia hancur. Setelah itu, untuk memenuhi kebutuhan daging unggasnya, Indonesia pun harus mengimpor dari Amerika dan Australia. Siapa yang diuntungkan? Anda pasti bisa menjawabnya. Hal yang sama terjadi pada impor daging dari Australia dan Selandia Baru. Bertahun-tahun, sejak zaman rezim Orde Baru, Indonesia harus mengimpor daging sapi dari Australia dan Selandia Baru. Selama itu pula, para pejabat dan pengusaha nasional dicekoki dengan pandangan bahwa daging sapi dari negara-negara lain, seperti India, Brasil, dan Argentina, tidak aman dari wabah penyakit mulut dan kaki (PMK). Pertanyaannya, benarkah hanya sapi "Australia dan Selandia Baru"yang terbebas dari PMK? Lucunya, kondisi "hanya sapi Australia dan Selandia Baru" yang bebas PMK masuk ranah politik di Senayan. Ketika muncul UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang memungkinkan impor sapi dari sebuah wilayah yang bebas PMK (regional base) di sebuah negara yang dianggap masih terkena PMK (country base), temyata ada "pihak-pihak" tertentu .yang tidak senang dan mencoba menjegal undang-undang itu di Mahkamah Konstitusi. Undang-undang tersebut tampaknya dianggap mengganggu bisnis impor daging sapi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Padahal, dari aspek kepentingan rakyat Indonesia yang butuh daging murah, undang-undang tersebut sangat dibutuhkan. Di beberapa wilayah (region) India, misalnya, peternakan sapi (yang bebas PMK) berkembang, meski Negeri Gangga itu sendiri secara keseluruhan dianggap belum bebas PMK. Konsep impor sapi regional base ini jelas memberikan keuntungan ba- . ik untuk importir maupun konsumen daging. Dengan undang-undang baru itu, importir daging akan bisa membeli sapi potong dari sebuah wilayah di India (regional base) yang jauh lebih murah dibanding sapi dari Australia atau Selandia Baru. Dalam konteks inilah, kenapa peran karantina harus ditingkatkan di satu sisi, dan mendukung keterbukaan informasi serta keadilan dalam perdagangan di sisi yang lain. Dengan memperkuat peran karantina, Indonesia tidak mudah kecolongan, tidak mudah dibodohi, dan tidak mudah dibohongi pihak-pihak lain yang ingin menguasai pasar Indonesia. Dalam hal produk-produk Cina yang kini membanjiri pasar Indonesia, pemerintah seharusnya bisa menyusun strategi, bagaimana mengatasi serbuan barang-barang Cina tersebut. Murahnya produk-produk Cina salah satunya karena insentif pajak ekspor yang diberikan pemerintah kepada pengusahanya. Mestinya, Indonesia pun melakukan hal yang sama kepada pengusaha nasional agar produk-produk Indonesia pun bisa masuk ke Cina. Di pihak lain, dengan kondisi geografis yang berbeda-Cina dan Australia beriklim sub-tropis dan Indonesia tropis-Jakarta seharusnya mempunyai peraturan tersendiri yang berkaitan dengan keamanan tumbuhan dan lingkungannya (biosecurity) dari -pengaruh "luar"yang punya kemungkinan merusak ekosistem tropis Indonesia. Jika Australia menerapkan pengamanan yang amat ketat terhadap produk-produk impor yang masuk ke negaranya dengan alasan bahwa negerinya adalah kontinen dan bersih dari penyakit tertentu yang datang dari negeri tropis, kenapa Indonesia tidak melakukan hal yang serupa-mengamankan wilayahnya yang kepulauan dari kemungkinan masuknya penyakit-penyakit sub-tropis? Di sanalah pentingnya karantina sebagai benteng terakhir untuk melindungi keamanan sandang dan pangan rakyat. Wabil khusus, pengamanan ekonomi rakyat Indonesia.
Entitas terkaitAmerika | Asia | Australia | CAFTA | Cina | Denpasar | India | Indonesia | Industri | Jago | Karantina | Kasus | Kecemasan | Kesehatan | Konsep | Mahkamah | Murahnya | Orde | Pantai | Pejabat | Peternakan | PMK | Selandia | Serbuan | Tanah | UU | Wabil | Benteng CAFTA | Di Karang | Faqih Zuhdi | Jika Australia | Negeri Gangga | Pasar Beringharjo | Prof Dr Widya | ASEAN Free Trade Area | Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah | Ringkasan Artikel Ini
Prof Dr Widya Asmara, pakar karantina dari UGM, menyatakan saat ini, setelah free trade berlaku di mana-mana, baik secara regional maupun global, karantina menjadi "pertahanan" yang sangat efektif untuk melindungi negara dan rakyat Indonesia dari perang dagang yang amat dahsyat. Jika produk-produk binatang dan tumbuhan dari sebuah negara yang terserang "penyakit-penyakit berbahaya" lolos dengan mudah masuk ke Indonesia tanpa proses karantina yang dapat dipertanggungjawabkan, niscaya penyakit tersebut akan segera tersebar ke Indonesia. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang memungkinkan impor sapi dari sebuah wilayah yang bebas PMK (regional base) di sebuah negara yang dianggap masih terkena PMK (country base), temyata ada "pihak-pihak" tertentu .yang tidak senang dan mencoba menjegal undang-undang itu di Mahkamah Konstitusi. Di pihak lain, dengan kondisi geografis yang berbeda-Cina dan Australia beriklim sub-tropis dan Indonesia tropis-Jakarta seharusnya mempunyai peraturan tersendiri yang berkaitan dengan keamanan tumbuhan dan lingkungannya (biosecurity) dari -pengaruh "luar"yang punya kemungkinan merusak ekosistem tropis Indonesia. Jika Australia menerapkan pengamanan yang amat ketat terhadap produk-produk impor yang masuk ke negaranya dengan alasan bahwa negerinya adalah kontinen dan bersih dari penyakit tertentu yang datang dari negeri tropis, kenapa Indonesia tidak melakukan hal yang serupa-mengamankan wilayahnya yang kepulauan dari kemungkinan masuknya penyakit-penyakit sub-tropis?

analisa: Faqih Zuhdi Syuhada, ketua umum asosiasi masyarakat karantina indonesia (astina) Kecemasan para pengusaha tekstil, kulit, makanan, dan obat-obatan atas masa depannya setelah China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) berlaku, awal 2010, kini mulai terbukti. Di pasar grosir terbesar Asia Tenggara, Tanah Abang, lebih dari 60 persen pedagang kini menjajakan barang-barang asal Cina. Di Yogya, kerajinan kulit Cina mulai menyerbu Pasar Beringharjo dan Malioboro. Di Bali, kerajinan patung dan manik-manik Cina mulai menyesaki Denpasar dan Pantai Kuta. Di pihak lain, para pengusaha makanan ternak ayam makin menjerit. Industri pakan ternak yang didirikannya dengan susah payah, kini mulai bergetar hebat. Serbuan pakan ternak ayam asal Cina yang murah meriah menjadikan produsen makanan ternak nasional kelimpungan. Anehnya, kita seperti melongo. Pejabat melongo, pengusaha melongo, dan petani melongo. Mereka melongo karena bingung apa yang harus diperbuat untuk menghambat serbuan produk Cina setelah berlakunya CAFTA ini. Mereka sepertinya telah berubah jadi penonton "permainan pasar" CAFTA yang merugikan rakyat Indonesia. Padahal, kalau mau, kita masih punya instrumen untuk mencegah-sekali lagi mencegah-masuknya produk-produk Cina tersebut. Yang menjadi soal, apakah masuknya penyakit-penyakit itu tanpa sengaja atau justru disengaja sebagai strategi perang dagang? Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, misalnya, meyakini betul bahwa ada sebagian penyakit-penyakit yang sengaja "diselundupkan" ke Indonesia untuk melumpuhkan pesaing-pesaing dagang, atau untuk memudahkan produknya masuk ke Indonesia. Ketika flu burung menyerang jutaan ternak ayam di seluruh Indonesia, mau tidak mau pemerintah Indonesia harus mengimpor daging unggas dari Amerika. Banyak orang menengarai bahwa virus flu burung sebetulnya sengaja diselundupkan ke Indonesia oleh pihak-pihak tertentu agar peternakan unggas di Indonesia hancur. Setelah itu, untuk memenuhi kebutuhan daging unggasnya,

Awas, Bibit Lilium Asal Belanda Terinfeksi Virus
Wednesday, August 19th, 2009 13:28 by agroindonesia
Bagi penggemar bunga Lilium (Lili sp), khususnya jenis Sorbonne dalam waktu cukup lama bakal sulit menjumpai tanaman tersebut. Soalnya hasil pemeriksaan Karantina Pertanian menemukan bibit tanaman dari Belanda itu terinfeksi virus membahayakan. Namanya Strawbery latent ring spot virus (SLRSV). Dengan terpaksa, bibit itu harus dimusnahkan. Bahkan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok sudah dua kali menemukan bibit Lilium impor terinfeksi virus yang tidak ada di Indonesia. Pertama pada impor 40 ribu bibit (22 keranjang) milik PT Surya Pralabda. Kasus kedua, sebanyak 32 ribu bibit atau sebanyak 160 keranjang (3.427 kg) bunga Lili yang diimpor PT. Graha Flora Indonesia terdeteksi terinfeksi SLRSV. Terhadap dua kasus tersebut, Karantina Pertanian melakukan pemusnahan dengan cara membakar. Pada kasus pertama dilakukan April lalu, sedangkan kasus kedua pada Rabu (12/8) di Sukabumi. Kepala Seksi Penindakan Karantina Tumbuhan Balai Besar Karantina Tanjung Priok, Karsad kepada Agro Indonesia mengatakan, bibit Lilium milik PT Graha Flora Indonesia terinfeksi OPTK (organisme pengganggu tanaman karantina) SLRSV yang tidak dapat hilang dengan tindakan karantina melalui fumigasi. “Berdasarkan hasil uji di laboratorium karantina di Tanjung Priok dan laboratorium standar karantina ternyata 32 ribu umbi Lilium itu positif OPTK yang tidak ada di Indonesia,” kata Karsad. Bibit impor itu masuk pada 28 Maret 2009 melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Di Indonesia jenis Lilium itu dipasarkan dengan nama Sorbonne atau Lilium merah.
Dia menegaskan, untuk menghindari penyebaran ke daerah lain yang bisa membahayakan atau menular ke tanaman lainnya, Karantina Pertanian tidak bisa melepas atau mengijinkan masuk ke Indonesia. Karena itu bibit Lilium tersebut kemudian dimusnahkan untuk melindungi aumberdaya alam Indonesia. Pemusnahan dilakukan di lokasi kebun milik PT Graha Flora Indonesia di Kampung Cipamingkis, Desa Titisan, Kecamatan Sukalaras, Sukabumi. “Jika OPTK dari negara lain sampai masuk, maka sulit bagi Indonesia memberantasnya sampai habis. Jika sampai menyebar yang bisa kita lakukan hanya mengendalikan,” ujar Karsad. Perlu diketahui SLRSV merupakan jenis OPTK kategori A1 dan golongan I. Artinya OPTK tersebut termasuk jenis yang membahayakan dan tidak ada di Indonesia. Karena itu jika ada produk pertanian impor yang masuk ke Indonesia dan terdeteksi ada OPTK dari golongan tersebut harus dimusnahkan. Selain bibit Lilium Sorbonne, selama tahun 2009 ada beberapa bibit tanaman hias yang masuk ke Indonesia yakni Lilium Crystal Blanca, Nova Zembla, Rialto, Robina dan Santander. Total jumlahnya 363 cases, 65.800 pcs, 7.775 kg. Namun bibit tersebut aman dan tidak terdeteksi hama penyakit membahayakan bagi tanaman yang ada di Indonesia.
Baru pertama kali
Sementara itu, Kepala Bagian Personalia dan Umum PT Graha Flora Indonesia (GFI), Rahman mengakui, bibit Lilium tersebut dipesan dari Belanda yakni Jan De Wit and Zonen. Perusahaan mengimpor bibit Lilium Sorbonne sejak tahun 2000. “Memang ada penyesalan karena baru kali ini bibit Lilium yang kita impor terdeteksi virus SLRSV,” ujarnya. Ke depan menurut Rahman, agar tidak terjadi kasus yang sama pihaknya mengusulkan agar pemerintah dalam hal ini Karantina Pertanian menggunakan sertifikasi bebas OPTK dari negara asal. Cara ini, selain memudahkan Karantina Pertanian, bagi perusahaan pengimpor akan memberikan jaminan terhadap produknya. Diperkirakan kerugian akibat pemusnahan bibit Lilium ini sekitar Rp250 juta. Dengan adanya pemusnahan bibit ini diprediksi dalam enam bulan ke depan pesanan bunga Lilium ini tidak bisa terpenuhi. Sebab, bibit Lilium jenis Sorbonne termasuk yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Bahkan kini perusahaan memproduksi hampir 50% bunga Lilium adalah jenis Sorbonne. Jenis bunga lain yang bibitnya diimpor adalah bunga Lilium putih yakni Cassablanca, Realto dan Novazembla. Sedangkan bunga lain yang diproduksi PT Graha Flora Indonesia adalah Rose, Anturium, Anggrek, Orchidium. “Sebagian besar pemasarannya di wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, khususnya Bandung,” katanya.
Selain kasus bibit Lilium terinfeksi virus, Karantina Pertanian pada tahun ini juga menemukan kentang asal Kanada yang ditemukan OPTK. Kentang yang terdeteksi virus sudah dimusnahkan di lokasi kebun importir di Garut, Jawa Barat. Sejak Mei lalu, Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian mengubah mekanisme pemeriksaan produk pertanian impor, baik hewan dan tumbuhan. Semula dilakukan di gudang pemilik kini tindakan karantina atau pemeriksaan di lini satu pelabuhan pemasukkan. “Tindakan karantina di lini satu untuk memaksimalkan pemeriksaan awal dengan pengambilan sampel, selanjutnya dilakukan pengujian laboratorium,” kata Kepala Balai Besar Karantina Pertanian, Hadi Wardoko. Selama ini pengambilan sampel baru dilakukan ketika barang-barang impor sudah keluar dari pelabuhan atau berada di gudang importir yang ditetapkan sebagai instalasi karantina atau tempat pemeriksaan. Namun mekanisme itu justru membawa konsekuensi produk pertanian impor itu sudah tidak ada di gudang. Contohnya pernah terjadi pada kasus impor bawang. Selama ini importir diberikan kemudahan, tindakan karantina dilakukan di gudang pemilik agar dapat cepat keluar dari area pelabuhan. Tapi setelah keluar dari pelabuhan dan petugas karantina akan memeriksa dan mengambil sampel, ternyata barang tersebut sudah diedarkan, bahkan habis terjual. Padahal produk pertanian impor itu belum mendapat sertifikat pelepasan dari Badan Karantina.

Peran Karantina Hewan dalam Melindungi Bangsa
PENDAHULUAN
Latarbelakang
Peternakan merupakan salah satu pilar yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi Indonesia. Hewan yang dikelola dalam peternakan antara lain sapi, domba, kambing, ayam, dan babi. Sedangkan produk yang dihasilkan oleh peternakan atau yang disebut juga produk asal hewan meliputi daging, susu, telur, dan kulit. Produk asal hewan tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani, juga dapat menjadi sumber penyakit zoonosa. Penyakit zoonosa merupakan penyakit yang berasal dari hewan yang ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung ke manusia melalui proses yang alamiah (Soejoedono 2004). Misalnya Avian Influenza (AI), Anthrax, dan Jembrana. Selain itu keberadaan sebuah peternakan juga akan mempengaruhi kondisi masyarakat sekitar. Oleh sebab itu produk asal hewan harus memenuhi standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) dan dikelola dengan higienis.
Berkaitan dengan kesehatan masyarakat pencegahan penyakit zoonosis harus ditangani dengan seksama. Namun hal ini akan sulit direalisasikan apabila produk asal hewan tersebut berasal dari daerah (kabupaten/distrik) lain bahkan negara lain. Oleh karena itu perlu dibentuk suatu lembaga yang menangani, mengawasi, dan mengatur lalu lintas perdagangan hewan dan produk asal hewan, sehingga hewan atau produk tersebut memenuhi standar ASUH. Lembaga tersebut disebut juga dengan Balai Karantina Hewan.
Karantina hewan merupakan tindakan untuk menghalangi masuknya penyakit zoonosis dari daerah atau negara lain dan mencegah agar penyakit tersebut tidak tersebar ke daerah lain atau keluar ke negara lain. Untuk mengatur kegiatan karantina ini disusun pula Undang-undang nomor 16 tahun 1992 berisi tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan. Sehingga karantina memiliki peran yang sangat penting dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembangunan peternakan.
Permasalahan
Akhir-akhir ini Indonesia kembali dilanda wabah AI, Anthrax, dan Jembrana. Penyakit yang termasuk zoonosis ini menjadi marak dibicarakan karena dapat mempengaruhi kondisi peternakan nasional dan mengancam ketahanan pangan, selain itu juga telah diberitakan menyerang masyarakat setempat. Hal ini tentu saja membutuhkan kerja keras pemerintah dalam menangani kasus tersebut, sehingga diperlukan peran badan karantina setempat agar penyakit tersebut tidak menyebar ke daerah lain.

Tujuan
Pembuatan makalah ini memiliki tujuan agar kita dapat mengetahui tindakan yang dilakukan dalam kegiatan karantina dan perannya dalam pembangunan peternakan nasional.

PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara kepulauan yang berbasis pertanian. Dengan iklim tropisnya, sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata percaharian yang berhubungan langsung dengan sektor pertanian. Perekonomian negara juga bergantung pada sektor ini. Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor. Salah satu subsektor yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara adalah subsektor peternakan.
Peternakan Indonesia sebagian besar dikelola oleh pengusaha ternak kecil-kecilan atau peternakan rakyat dan terkonsentrasi terutama di daerah Pulau Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Hasil-hasil ternak juga disebarkan ke seluruh penjuru tanah air untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan bahan pangan asal hewan. Lalu lintas ternak antar daerah dan pulau tentu menjadi kegiatan yang rutin dilakukan dalam pendistribusian ternak dan hasil ternak tersebut. Pengaturan dari pemerintah sangat diperlukan dalam kegiatan lalu lintas ini karena banyak resiko yang turut terbawa bersamaan dengan ternak dan hasilnya yang terdistribusi ke seluruh penjuru tanah air.
Dalam era globalisasi dan liberasi perdagangan/free trade serta dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di bidang transportasi, travel, dan telekomunikasi membawa konsekuensi intensitas dan frekuensi arus lalu lintas barang dan orang dalam konteks perdagangan internasional (antar negara) menjadi tidak mengenal batas-batas antar negara (borderless country), termasuk perdagangan bibit-bibit ternak, ternak, dan hasil ternak. Kondisi tersebut menjadikan fungsi dan peranan karantina menjadi sangat strategis dan penting untuk melindungi, menyelamatkan, dan mengamankan sumber alam hayati dengan memajukan, mengawasi, melindungi dan mempertahankan usaha-usaha agribisnis mulai dari hulu sampai hilir bahkan hingga pemasaran ke tingkat nasional dan internasional. Selain itu karantina hewan, sebagai bagian Karantina Pertanian memposisikan dirinya dengan unit kerja lainnya untuk turut serta meningkatkan, mempertahankan dan melindungi produk-produk pertanian, khususnya produk-produk hasil ternak dengan menjamin keamanan (savety), mutu (quality), kesehatan (health) dan keutuhan (wholesomeness).
Badan Kesehatan Hewan Dunia/Office International des Epizooties (OIE) menggolongkan berbagai penyakit hewan menular yang melanda dunia menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap negara telah dinyatakan bebas dari beberapa penyakit dari golongan-golongan tersebut. Indonesia telah dinyatakan terbebas dari semua penyakit yang berada pada golongan A, termasuk di dalamnya adalah penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), rinderpest, contagious bovine pleuropneumonia, African swine fever dan hog cholera. Namun terdapat pengecualian untuk penyakit Newcastle Disease, yang masih menjadi endemik dan banyak menyebabkan kematian pada ternak unggas di tanah air. Merebaknya kasus ND di tanah air berdampak pada industri perunggasan tanah air yang mengalami kerugian cukup besar sehingga perekonomian negarapun turut terusik. Beberapa penyakit hewan menular pada golongan B dan C juga masih menjangkiti Indonesia. Diantaranya adalah haemorrhagic septicaemia, anthrax, brucellosis, rabies, trypanosomiasis, malignant catarrhal fever, enzootic bovine leucosis dan bovine viral diarrhoea.
Penyakit-penyakit ini tersebar di tanah air dengan situasi penyebaran yang berbeda antar satu pulau dengan pulau yang lain maupun satu daerah dengan daerah yang lainnya. Seperti contohnya, penyakit jembrana hanya terdapat di Pulau Bali. Namun, Indonesia terbebas dari penyakit yang ditakuti dunia yaitu Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE/sapi gila), dimana penyakit tersebut berdampak pada perekonomian perdagangan dan dapat menulari manusia (zoonosis).
Kondisi inilah yang menuntut peran aktif karantina hewan dalam mencegah penyebaran penyakit antar area dalam wilayah Republik Indonesia. Selain itu, dengan adanya karantina hewan juga dapat mempertahankan status bebasnya Indonesia dari penyakit hewan menular utama/major epizootic disease dan juga mencegah kemungkinan masuk dan tersebarnya agen penyakit ke luar negeri. Status bebas penyakit menular utama tersebut memberi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor hewan dan produk hewan ke pasar internasional dan sebaliknya, bila penyakit tersebut masuk ke dan menyebar di Indonesia, maka selain menyebabkan kerugian besar bagi petani/peternak dan menyebabkan kegiatan pemberantasan penyakit yang membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya, juga memberi dampak kerugian bagi industri pariwisata karena keengganan wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke wilayah Indonesia.
Untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi, maka pemerintah juga harus menempuh usaha-usaha untuk menolak dan mencegah masuknya penyakit hewan menular dari negara dan wilayah yang terjangkit penyakit hewan menular melalui tindakan penolakan dan pencegahan importasi hewan dan bahan asal hewan dari negara-negara yang belum dinyatakan terbebas dari penyakit hewan menular tersebut. Sekali lagi, disinilah tugas badan karantina hewan bertindak sebagai filter negara terhadap penyakit menular dunia dengan jalan setiap hewan dan produk asal hewan yang dilalulintaskan antar negara, antar area dan antar pulau harus melalui pemeriksaan dan pengawasan karantina hewan untuk mendapatkan tindakan karantina di instalasi karantina hewan.
Tindakan karantina menitikkan pada pengawasan terhadap lalu lintas hewan dan produk asal hewan pada kegiatan ekspor dan impor hewan, dimana setiap hewan dan produk asal hewan yang diekspor harus dilengkapi dengan sertifikasi karantina hewan guna memenuhi permintaan negara penerima. Begitu juga bagi hewan dan produk asal hewan yang diimpor. Dokumen-dokumen yang disertakan dalam kegiatan perdagangan impor, ekspor, dan dalam negri dari bahan pangan asal hewan ( daging, susu, telur, keju dll) antara lain, Copy Surat Keputusan Kepala Pusat Karantina Pertanian tentang penunjukan Instalasi Karantina Hewan Sementara (IKHS), Surat Persetujuan Impor dari Direktorat Jenderal Peternakan Surat Persetujuan Pengeluaran dari Dinas Peternakan daerah asal ( dalam negri), Surat Keterangan Kesehatan untuk Bahan Asal Hewan dan Hasil Bahan Asal Hewan dari Pemerintah negara asal (impor), Hasil Pemeriksaan Laboratotium Kesmavet (dalam negri), Surat Keterangan Kesehatan dari Dinas Peternakan daerah asal (ekspor dan dalam negri), Laporan rencana impor diberikan kepada petugas karantina hewan 2 (dua) hari sebelum kedatangan dan ekspor 2 (dua) hari sebelum keberangkatan.
Kegiatan pemeriksaan pada impor hewan dan produk asal hewan juga dapat mengantisipasi derasnya arus impor produk-produk hewan yang masuk ke pasar dalam negeri dimana badan karantina hewan dapat memposisikan diri sebagai instrumen atau alat perdagangan guna menghambat laju importasi produk-produk hewan ternak dari luar negeri. Selain itu, badan karantina hewan juga dapat bertindak sebagai pendorong usaha agribisnis peternakan di wilayah daerah agar dapat memproduksi produk hewan ternak yang memenuhi syarat mutu, kesehatan dan keamanan melalui pengawasan lalu lintas. Pengawasan lalu lintas yang dimaksudkan di sini adalah langkah-langkah pengetatan pemeriksaan dan pengawasan di pintu-pintu masuk dan keluar di tempat-tempat pemasukkan dan pengeluaran yang telah ditetapkan.
Karantina di Indonesia memiliki landasan hukum agar segala upaya yang dilakukannya dapat dipatuhi segala pihak yang terkait dan berjalan dengan efisien. Peraturan perundangan yang menjadi dasar karantina di Indonesia adalah; 1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan dan 2) Peraturan Karantina Hewan.
Peraturan karantina hewan terdiri dari;
1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan
3) SK Menteri Pertanian Nomor 422/Kpts/LB.720/6/1988 tentang Peraturan Karantina Hewan
4) SK Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/Um/10/1982 tentang Syarat-syarat pemasukkan bibit Ternak dari Luar Negeri
5) SK Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/Um/10/1982 tentang Syarat-syarat pemasukkan bibit Sapi Perah dari Luar Negeri
6) SK Menteri Pertanian Nomor 745/Kpts/TN.240/12/1992 tentang Persyaratan dan Pengawasan Pemasukkan Daging dari Luar Negeri
7) SK Menteri Pertanian Nomor 501/Kpts/OT.210/8/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai dan Stasiun Karantina Hewan

SK Menteri Pertanian Nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina , Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa.
Tindakan karantina tidak hanya semata-mata berorientasi pada penggawasan dan pemeriksaan pada exit dan entry point, tetapi juga berorientasi pada lalu lintas hewan dan produk asal hewan secara utuh berdasarkan peraturan dan ketentuan karantina hewan dan peraturan-peraturan lain yang juga dapat saling berkesinambungan seperti Undang-undang peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-undang Kesehatan, Undang-undang Pangan, Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Kepabeanan, dan lain-lain sehingga wawasan karantina ke depan dituntut untuk dikembangkan. Luasnya wawasan karantina akan membawa karantina sebagai bagian dari perdagangan, dan transportasi hewan dan produk-produknya baik nasional maupun internasional, bagian dari kesehatan nasional, baik kesehatan hewan (animal health) maupun kesehatan lingkungan (environment health), bagian dari keamanan pangan (food savety) dan ketahanan pangan (food security), serta bagian dari sistem dan usaha agribisnis.
Analisa:
Kegiatan pemeriksaan pada impor hewan dan produk asal hewan juga dapat mengantisipasi derasnya arus impor produk-produk hewan yang masuk ke pasar dalam negeri dimana badan karantina hewan dapat memposisikan diri sebagai instrumen atau alat perdagangan guna menghambat laju importasi produk-produk hewan ternak dari luar negeri. Selain itu, badan karantina hewan juga dapat bertindak sebagai pendorong usaha agribisnis peternakan di wilayah daerah agar dapat memproduksi produk hewan ternak yang memenuhi syarat mutu, kesehatan dan keamanan melalui pengawasan lalu lintas. Pengawasan lalu lintas yang dimaksudkan di sini adalah langkah-langkah pengetatan pemeriksaan dan pengawasan di pintu-pintu masuk dan keluar di tempat-tempat pemasukkan dan pengeluaran yang telah ditetapkan.

1 komentar: