Jumat, 26 Februari 2010

Tugas C.I.Q Mandiri

Nama : M. Imam Madjid Azhar
NPM : 0806414326
VOKASI PARIWISATA
UNIVERSITAS INDONESIA

Antisipasi SARS

Kuta, Bali, Pelita-Pihak otorita Bandara Ngurah Rai Bali bersama instansi terkait, mengantisipasi , kemungkinan menyebarnya sindrom pernapasan akut parah (Severe Acute Respiratory Sydrome/SARS) dengan mewajibkan pesawat yang mendarat disemprot obat-obatan penangkal.
"Saya baru selesai rapat dengan instansi terkait, kita sudah siap antisipasi atau tangkal SARS itu," ungkap Kacab PAP I Ngurah Rai, I.G.M. Dhordy, kepada ANTARA di Tuban, Kuta, Selasa.
Ia menjelaskan, sesuai standar internasional, bandara Ngurah Rai melalui CIQ-nya (costum, immigration and quarantine) selalu siap terhadap berbagai kemungkinan.
"Kali ini yang lebih berperan tentunya pihak karantina, dibantu instansi terkait. Kita pasti ada perhatian terhadap berbagai kemungkinan seperti penyakit SARS tersebut," ujarnya, menegaskan.
Tidak hanya pesawat, otorita bandara Ngurah Rai juga menggelar 'karpet merah' bagi para penumpang yang turun dari pesawat, agar 'steril' atau bersih dari kemungkinan virus sindrom pernapasan itu.
Pasca tragedi bom Bali, pergerakan pesawat di bandara internasional Ngurah Rai merosot 50 sampai 60 persen, dan kini setiap hari pergerakan rata-rata tercatat 120 unit pesawat.
"Kini setiap hari rata-rata 60 pesawat dari jalur internasional maupun domestik mendarat di Ngurah Rai dan yang lepas landas juga 60, jadi setiap hari ada 120 pergerakkan pesawat. Pokoknya kita waspada-lah, semua pesawat dan isinya kita semprot," ujar Dhordy.
Kasus SARS ditemukan di Cina, Vietnam, Hongkong, Singapura, Thailand, Kanada, AS dan Jerman. Dari 305 penderita, 15 orang dintaranya meninggal dunia.

Analisis : Pihak Bandara Ngurah Rai, Bali sangat antisipasi terhadap penyebaran penyakit Sindrom Pernapasan Akut Parah atau yang sering disbut dengan SARS, mereka mengadakan segala prosuder untuk mencegah menyebarnya penyakit tersebut, contoh ini patut untuk ditiru bagi pihak-pihak bandara lainnya di Indonesia.



Kawasan Perbatasan Terbelenggu

JAKARTA, KAMIS - Penanganan kawasan perbatasan terbelenggu dalam dilema di antara dua masalah, yaitu kesejahteraan masyarakat setempat (prosperity) dan keamanan (security). Sementara itu, di lapangan, polisi tidak dapat secara hitam putih menegakkan hukum dalam kondisi kesejahteraan masyarakat yang sangat timpang jika dibandingkan dengan negara tetangga di perbatasan. Sarana atau fasilitas pendukung kehidupan suatu masyarakat nyaris tak terpenuhi dari negeri sendiri.
Hal itu terungkap dalam diskusi pada hari kedua Rapat Koordinasi Pengamanan Wilayah Perbatasan yang diselenggarakan National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (12/2).
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Andi Masmiyat mengungkapkan, dalam hal illegal trading atau penyelundupan bahan kebutuhan pokok, polisi tidak dapat hitam putih menegakkan hukum. Menurut Andi, pendekatan hukum positif akan berdampak yang tidak manusiawi terhadap masyarakat setempat.
”Kalau rakyat bisa dapat pasokan gula, gas, dan beras lebih murah dari Malaysia, kita tidak bijak rasanya jika menghukum. Sementara untuk memperolehnya dari dalam negeri sendiri mahal luar biasa di ongkos karena buruknya infrastruktur ke kawasan perbatasan,” tutur Andi.
Ia mencontohkan Desa Krayan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Desa itu hanya bisa dicapai melalui jalur udara. Banyak kebutuhan hidup warga di sana terpenuhi dari Sarawak. Hasil bumi rakyat Krayan, berupa beras yang terkenal pulen, dijual ke Malaysia atau Brunei ketimbang ke Tarakan atau daerah lain di Kalimantan. Penyebabnya, ongkos yang amat tinggi membuat petani dan pedagang merugi.
”Dalam kondisi yang masih seperti itu, prioritas kesejahteraan masyarakat lebih dikedepankan,” kata Andi.
Hal senada sebelumnya diungkapkan Kepala Polda Kalimantan Barat Brigadir Jenderal (Pol) Erwin TP Lumban Tobing. Disparitas harga bahan kebutuhan pokok yang tinggi membuat masyarakat kawasan perbatasan sangat bergantung kepada Malaysia. Terlebih, infrastruktur akses mobilitas di kawasan perbatasan Indonesia masih sangat minim atau buruk. Begitu pula dengan sarana telekomunikasi.
Minim fasilitas
Dalam kondisi seperti itu, kualitas sistem pengamanan di perbatasan juga turut terpengaruh secara negatif. Aparat yang ditempatkan di perbatasan juga turut terbelenggu dalam kondisi yang serba minim.
Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Halba Rubis Nugroho mencontohkan, fasilitas, khususnya telekomunikasi, untuk pengamanan di perbatasan sangat tak memadai. Selain itu, jumlah perwakilan Polri di negara tetangga juga masih minim. Padahal, peran perwira penghubung (liaison officer/LO) sangat besar untuk menangani berbagai masalah hukum yang menimpa WNI di negara tetangga.
Perwira Polri di Kuching, Malaysia, Komisaris Hendra Wirawan, mengatakan, dalam penanganan perdagangan manusia, misalnya, Polisi Diraja Malaysia dapat intensif bekerja sama dengan LO Polri secara langsung setiap saat.
Pendamping korban perdagangan manusia yang juga Direktur Anak Bangsa Arsinah Sumetro mengatakan, peran LO Polri di negara tetangga teramat diperlukan tak hanya untuk membongkar kejahatan, tetapi juga untuk melindungi korban.
”Sindikat perdagangan manusia tak segan-segan melukai dan membunuh korban yang berontak. Justru di negara tetangga yang paling banyak masalah seperti Malaysia, perlu lebih banyak LO,” kata Arsinah.
Sejumlah pos perbatasan justru terabaikan bertahun-tahun di wilayah Indonesia. Berdasarkan pantauan Kompas sejak 2005 hingga 2008, di wilayah Lundu-Biawan, Sarawak, yang berbatasan dengan Sajingan, Kabupaten Sambas, sudah tersedia fasilitas custom, immigration and quarantine (CIQ) lengkap. Petugas Kastam (Bea dan Cukai Malaysia) dan Polisi Diraja Malaysia menjaga kawasan itu.
Di wilayah Indonesia, sebuah pos perbatasan yang ada sudah nyaris roboh karena ditumbuhi semak belukar. Hanya ada peleton pengamanan TNI dengan saranan minim berpatroli di kawasan tersebut. Kondisi serupa terjadi di Long Bawan, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, yang berbatasan dengan Bakalalan di Distrik Limbang, Negara Bagian Sarawak.
Warga Bakalalan di Kalimantan Timur yang umumnya didominasi suku Dayak Lundayeh, disebut juga Suku Murut, memiliki sarana transportasi memadai. Sebaliknya, warga Lundayeh di wilayah Krayan hidup miskin dan kesulitan transportasi karena tidak ada akses di tengah hutan dataran tinggi jantung Pulau Kalimantan.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/02/13/03570240/kawasan.perbatasan.terbelenggu

Analisis :
Dalam hal ini kita tidak bisa menegakkan hukum kepada pemasok kebutuhan pokok ilgal dari Malaysia, dikarenakan masyarakat tidak mampu untuk membeli barang-barang kebuthan pokok yang dijual dari Indonesia yang begitu sangat mahal harganya, bandingkan dengan harga kebutuhan pokok yang berasal dari Malaysia yang murah.
Dalam hal ini Indonesia harus lebih memperhatikan infrastruktur ke kawasan perbatasan agar tidak terjadi lagi masuknya barang-barang kebutuhan pokok secara illegal ke Indonesia.


Menguak Pemalsu Sertifikat

Kasus perselisihan eskpor marak terjadi di daerah. Jual beli barang tambang dalam lingkaran mafia. Sertfikat surveyor jadi sasaran pemalsuan

Berita tak sedap mampir di meja Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Departemen Perdagangan (Depdag) sekitar akhir Oktober 2008 lalu. Sebuah perusahaan asal Provinsi Fujian, China, melayangkan surat protes. Batubara yang diterimanya dari Pelabuhan Tanjung Pemancingan, Kotabaru, Kalimantan Selatan, tidak sesuai dengan dokumen pembelian.

Dokumen pembelian yang dimaksud adalah satu paket. Diantaranya Laporan Surveyor (LS), Surat Keterangan Asal (SKA) barang, surat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), invoice senilai USD 2.201,085.00 (dua juta dua ratus satu ribu delapan puluh lima Dolar Amerika Serikat), Surat Keterangan Pengiriman Hasil Tambang, Bill of Loading, dan Sertifikat Analisis Barang (Certificate of Sampling and Analysis/CoA).

Dalam dokumen tertulis batubara yang dikirim jenis steam coal dengan Gross Calorific Value (ADB) 6,300 kcal/kg, Total Moisture (ARB) 14% max, Ash Content (ADP) 11.2% max, Total Sulfur (ADB) 0.8% max, dan HGI 41- 45. Namun setelah barang diterima dan diperiksa ulang oleh Chinese Inspection and Quarantine (CIQ), ternyata Gross Calorific Value (ADB)-nya dibawah 6100 kcal/kg, lalu Total Moisture (ARB)-nya diatas 16%, Ash Content (ADP)-nya diatas 14%, Total Sulfur (ADB)-nya max 1%, dan HGI-nya dibawah 41.

Perusahaan China berinisial “OL” yang mempunyai kantor perwakilan di Bapindo Plaza, Jakarta itu menuding kesalahan ada pada surveyor. Perusahaan “OL” menuduh surveyor yang melakukan verifikasi dan mengeluarkan CoA serta LS tidak kompeten, sehingga meloloskan barang yang kualitasnya tidak sama dengan dokumennya. Terkesan isi surat tertanggal 22 Oktober 2008 itu menyalahkan kebijakan verifikasi ekspor produk pertambangan, yang diterapkan Pemerintah RI sejak 5 Juli 2008.

Berang dengan laporan itu, Dirjen Daglu Diah Maulida pun bereaksi cepat. Diah memerintahkan Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, H. Agus Tjahjono beserta jajarannya, melakukan investigasi tuntas terhadap kasus tersebut. ”Penting dan segera. Kalau ditemukan pelanggaran, langsung tindak tegas!,” demikian bunyi disposisi Dirjen Daglu. Agus pun langsung mengirimkan orangnya terbang ke Kalimantan Selatan.


Dikepung Mafia

Adalah Batu Licin, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). Sejak lama daerah itu dikenal sebagai tempat penghubung transaksi dan pengiriman batubara, dari Kalsel ke seantero penjuru Tanah Air, bahkan ke mancanegara. Ke sanalah tim Daglu yang dipimpin Drs. H. Muchran Lintang, Kasie Pertambangan Direktorat Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Depdag, memulai investigasinya.

Maklum, barang ekspor yang dipersoalkan oleh perusahaan ”OL” berasal dari kota tambang tersebut. Itu semua bisa diketahui dari ”CoA” dan LS yang dikeluarkan oleh perusahaan surveyor, yang beralamat di Jl Raya Batulicin, Kalimantan Selatan. Selain itu, dalam LS tertulis tempat pemeriksaan barang tersebut adalah Batu Licin. Sesuai dengan Permendag No. 14/M-DAG/PER/5/2008, verifikasi ekspor produk pertambangan dan penerbitan LS, harus dilakukan oleh perusahaan surveyor yang lokasi kantor dan laboratoriumnya berada di tempat dimana barang tambang berasal.

Tidak mudah bagi Lintang dan timnya menelusuri jejak kasus tersebut. Baru sebentar tiba di Batu Licin, Lintang Cs sudah merasa seperti diteror. Beberapa pria berperawakan tegap dan sangar terus mengikuti langkahnya. Tak sabar, pria-pria yang mirip tukang pukul itu langsung mendekati rombongan Daglu. ”Anda ke sini mau apa...! Jangan banyak bertingkah, ini wilayah kami...!,” ujar salah seorang anggota kelompok pria-pria tegap itu dengan nada menyelidik.

Lintang yang sudah puluhan tahun makan asam garam ekspor pertambangan, berupaya menghindari terjadinya konfrontasi yang terlalu dini. Dengan tenang dia berdiplomasi bahwa kedatangannya di Batu Licin hanya untuk berkunjung ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) setempat. Bagi Lintang dan kawan-kawan, konfrontasi yang terlalu dini hanya akan membuat misinya gagal ditengah jalan.

Sebelumnya, Lintang memang sudah dipesan oleh pejabat Indag setempat agar berhati-hati dan melangkah dengan sangat rahasia. Karena telah menjadi rahasia umum, perilaku sebagian oknum trader batubara di Batu Licin dan Tanah Bumbu, sudah seperti mafia. Banyak ekspor ilegal barang tambang yang berasal dari daerah itu. Tak jarang pejabat-pejabat Dinas Indag setempat mendapat pressure dari oknum-oknum trader yang merasa kepentingannya terganggu.

”Memang petugas-petugas kami di lapangan sering mengeluh. Mereka bilang, ’yang di pusat bisa saja membuat aturan tegas, tapi pelaksana yang di lapangan ini tidak semudah itu melaksanakan’. Banyak risiko sampai tekanan yang bersifat fisik, harus diterima petugas-petugas di lapangan,” ungkap Lintang kepada Majalah TAMBANG.

Pejabat Dinas Indag di daerah-daerah juga melaporkan, minimal satu minggu sekali ada saja perselisihan terkait jual beli barang tambang. Antara trader yang satu dengan yang lain pun ’saling sikat’, belum lagi yang hubungannya dengan pihak luar (importir). Kalau sudah begitu, pejabat Indag di daerah memilih menyelesaikannya di kantor polisi.

Para pihak yang berselisih diminta itikadnya untuk berdamai atau berlanjut secara hukum. Kalau para pihak sepakat berdamai maka urusannya selesai di tempat. Kalau tidak, maka biasanya berlanjut ke kasus pidana penipuan.

Sertifikat Dipalsukan

Lintang akhirnya memilih menelusuri kasus tersebut dengan mendatangi perusahaan surveyor yang diduga mengeluarkan sertifikat barang (CoA). Karena pada dasarnya persoalan yang menimbulkan komplain dari perusahaan ”OL”, adalah perbedaan mutu atau kualitas barang. Mutu atau kualitas barang itu tercantum dalam sertifikat barang, bukan pada LS. ”LS kan dokumen hasil pencatatan setelah barang sudah berada di atas kapal, tidak digunakan untuk transaksi. Dalam LS tidak dicantumkan mutu barang,” jelasnya.

Saat Lintang bertemu dengan pihak surveyor di Batu Licin, Kepala Laboratorium perusahaan surveyor itu juga mengaku telah mendapatkan surat protes yang sama. Isinya, perusahaan ”OL” asal negeri China mempertanyakan ketidaksesuaian mutu barang, antara yang tertulis di sertifikat dengan kenyataan yang diterima dari atas kapal. Pihak surveyor juga mengaku kaget, karena merasa tidak pernah mengeluarkan sertifikat barang, yang disebutkan dan dilampirkan dalam surat protes tersebut.

Setelah diteliti secara seksama, maka teranglah duduk persoalannya. Lintang dan pihak surveyor di Batu Licin menyimpulkan ada pemalsuan terhadap sertifikat barang. Nama perusahaan surveyor itu dipakai untuk menerbitkan secarik sertifikat palsu. Tak mengulur waktu, pihak surveyor pun melaporkan tindak pemalsuan itu ke Kepolisian Resor (Polres) Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Semula, Lintang menolak mengungkapkan kepada Majalah TAMBANG, nama perusahaan surveyor yang menjadi korban pemalsuan sertifikat barang itu. Alasannya, surveyor yang bersangkutan bisa dirugikan nama baiknya, padahal perusahaan itu hanya menjadi korban. Namun dari Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) yang dikeluarkan Polres Tanah Bumbu, terungkaplah bahwa surveyor yang menjadi korban pemalsuan sertifikat barang tambang itu, adalah PT Geoservices LTD.

Saat dikonfirmasi Majalah TAMBANG, Rabu, 13 Januari 2009, Presiden Direktur PT Geoservices LTD, Durban L. Ardjo, membenarkan pihaknya baru saja menjadi korban pemalsuan sertifikat barang. ”Ya, benar ada pemalsuan sertifikat kami, dan itu sudah kami alami beberapa kali. Walaupun tidak sering, tetapi tentu merugikan nama baik kami,” jelas Durban yang saat dihubungi sedang berada di Bontang, Kalimantan Timur.

Menurutnya, dari sertifikat palsu itu jelas isinya memperlihatkan kualitas batubara yang tertulis, lebih baik dari kualitas sebenarnya. Hal itu diketahui setelah barang dibongkar di pelabuhan tujuan, dan diperiksa kualitasnya oleh pihak pembeli. ”Tentu kami tidak tahu ada pengapalan itu sebelumnya, dan baru tahu setelah ada challenge (protes, red) dari pembeli,” tuturnya dengan nada kesal.

Gunakan CV Fiktif

Durban juga membenarkan, Kepala Laboratorium PT Geoservices LTD di Batu Licin (kantor perwakilan/laboratorium), telah melaporkan tindak pidana pemalsuan itu ke Polres Tanah Bumbu. Laporan diterima pihak kepolisian tertanggal 24 November 2008, dan pelakunya kini masih dalam pengejaran. Terungkap pelaku pemalsuan itu adalah oknum berinisial HAZ, dari ”CV Jaya Tama Ratna Suminar (JTRS)” yang notabene adalah aviliasi (QQ) perusahaan ”OL” untuk pembelian batubara dari Indonesia.

Untuk menindaklanjuti laporan itu, awalnya polisi sempat meminta sertifikat ”asli” dari Geoservices. Akan tetapi, lanjut Durban, pihaknya jelas tidak bisa memberikan sertifikat ”asli” karena sama sekali tidak tahu menahu dengan adanya pengapalan batubara yang bermasalah itu. Sertifikat yang dimaksud tidak pernah ada, karena pemalsu hanya membuat data-data barang diatas kertas yang di-setting mirip dengan kop surat Geoservice.

Pihak Geoservices pun telah memastikan sertifikat barang yang dibuat diatas kop surat miliknya itu palsu. Karena setiap dokumen yang dikeluarkan dengan kop surat Geoservices (asli), pasti di bagian kiri-bawah tertera nomor REF (register). Sedangkan di lembaran sertifikat barang yang diterima perusahaan ”OL”, di bagian kiri-bawahnya tidak tertera nomor REF. (catatan:disertai foto surat sertifikat yang palsu, disanding dengan kop surat yang asli, dilingkari bag no. Registernya).

”Nomor REF memang selalu digunakan Geoservices dalam setiap dokumennya, untuk berjaga-jaga,” ujar Lintang membenarkan keterangan Geoservices. Maka dari itu, pihak Direktorat Jenderal Daglu yakin benar kesalahan bukan pada surveyor, melainkan murni tindak pidana penipuan. Menariknya, penipuan terhadap perusahaan ”OL” ini dilakukan oleh oknum perusahaan aviliasinya sendiri.

Durban menduga, ada dua hal penyebab terjadinya pemalsuan CoA atas nama Geoservices itu. Pertama, karena pembeli sudah mensyaratkan adanya sertifikat barang yang dikeluarkan Geoservices. Atau yang kedua, sertifikat barang yang dikeluarkan Geoservices diyakini pemalsu akan lebih dipercaya oleh beberapa pembeli tertentu. ”Jadi barangnya jelek, tapi pemiliknya ingin CoA-nya kelihatan bagus. Ya menempuh jalan pemalsuan,” jelasnya.

Menurutnya, sebagai verifikator Geoservices selalu berusaha untuk bekerja berdasarkan semangat kejujuran, sesuai dengan kualitas barangnya. Hasil sampling dan analisa berdasarkan standar yang digunakan (seperti ASTM atau ISO yang dicantumkan dalam CoA), tidak dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi. ”Pokoknya apa adanya saja,” tegas Durban.

Sementara itu, sampai saat ini HAZ yang diduga melakukan pemalsuan sertifikat barang tersebut masih buron. Saat Lintang berusaha mencari ke alamat CV JTRS, ternyata fiktif. CV JTRS menggunakan dua alamat, dalam LS yang dikeluarkan salah satu perusahaan surveyor (bukan Geoservices) CV tersebut beralamat di Jl Karya Sari No. 4 Pekanbaru. Sedangkan dalam surat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), CV JTRS beralamat di Plaza Bapindo, Jl Sudirman, Jakarta.

Lintang mensinyalir HAZ adalah salah satu oknum trader ’nakal’ yang kerap menipu buyer (pembeli, red) barang tambang asal Indonesia. Kemungkinan CV dan alamat yang digunakan juga fiktif. Modus operandi ini memang kerap digunakan trader-trader nakal. Mereka ’berkantor’ dari hotel ke hotel, tidak jelas alamatnya, tapi bisa mendapatkan barang baik legal maupun ilegal. ”Tapi herannya, CV JTRS bisa terdaftar di Dinas Perdagangan dan berhasil mendapatkan SAK sebagai syarat ekspor,” ujarnya.

Analisis :
Para pemalsu-pemalsu sertifikat seperti ini harus dihukum sesuai dengan hukum yang terdapat di Indonesia agar dapat menimblkan efek jera pada pelaku-pelaku criminal yang dapat merugikan Negara tersebut.



PERMASALAHAN PERBATASAN LAUT

Isu keamanan laut cukup perlu perhatian serius. Isu keamanan laut tersebut meliputi ancaman kekerasan (pembajakan , perompakan dan sabotase serta teror obyek vital), ancaman navigasi (kekurangan dan pencurian sarana bantu navigasi), ancaman sumber daya (perusakan serta pencemaran laut dan ekosistemnya), dan ancaman kedaulatan dan hukum (penangkapan ikan secara ilegal, imigran gelap, eksporasi dan ekspoitasi sumber kekayaan alam secara ilegal, termasuk pengambilan harta karun, penyelundupan barang dan senjata, serta penyelundupan kayu gelondongan melaui laut). Isu keamanan laut memiliki dimensi gangguan terhadap hubungan internasional Indonesia .

Berdasarkan data Internasional Maritime Bureau (IMB) Kuala Lumpur tahun 2001, dari 213 laporan pembajakan dan perompakan yang terjadi di perairan Asia dan kawasan Samudera Hindia, 91 kasus diantaranya terjadi di perairan Indonesia. Namun data pemerintah Indonesia yang dikeluarkan oleh TNI-AL, menyatakan bahwa selama tahun 2001 terjadi 61 kasus yang murni dikatagorikan sebagai aksi pembajakan dan perompakan dengan lokasi tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan angka oleh kedua institusi tersebut, namun data tersebut menunjukan bahwa keamanan perairan Indonesia pada dekade terakhir memiliki ancaman dan gangguan keamanan yang cukup serius dan perlu penangan segera.

Internasional Maritime Organization (IMO) menyatakan bahwa aksi perompakan yang terjadi diperairan Asia Pasifik, khususnya kawasan Asia Tenggara adalah yang tertinggi di dunia. Pelaku perompakan tidak hanya menggunakan senjata tradisional, tetapi juga senjata api dan peralatan berteknologi canggih. Keamanan di laut merupakan masalah yang kompleks karena upaya untuk mengatasi perompakan di laut tidak dapat dilakukan hanya oleh satu negara saja, tetapi melibatkan berbagai negara dan organisasi internasional. Karena itu upaya mewujudkan keamanan di laut memerlukan kerja sama yang erat antarnegara.

Disamping masalah perompakan, penyelundupan manusia melalui perairan kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara, juga cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian selatan kawasan Asia Tenggara, merupakan salah satu negara tujuan para imigran gelap. Hal tersebut menjadikan perairan di kawasan Asia Tenggara, termasuk perairan Indonesia, menjadi jalur laut menuju benua tersebut. Penyelundupan manusia tidak dapat dipandang sebagai masalah yang sederhana. Upaya penanggulangannya melibatkan beberapa negara dengan berbagai kepentingan yang berbeda, terutama keamanan, kemanusiaan, ekonomi, dan politik. Kegiatan migrasi ilegal berskala besar kerap kali dilakukan oleh organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi ilegal memberikan dampak negatif terhadap negara tujuan dan negara transit sehingga sering menimbulkan persoalan politik, sosial ekonomi, dan ketegangan hubungan antarnegara. Disamping migrasi ilegal, kasus penyelundupan manusia, seperti penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan bayi, atau wanita ke negara lain melalui wilayah perairan juga marak akhir-akhir ini.

Kegiatan penyelundupan melalui wilayah perairan antar negara yang tidak kalah maraknya pada dekade terakhir ini di kawasan Asia Tenggara adalah penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak. Kegiatan ilegal tersebut memiliki aspek politik, ekonomi, dan keamanan antar negara maupun di negara tujuan. Di bidang keamanan, penyelundupan senjata menimbulkan masalah yang sangat serius karena secara langsung akan mengancam stabilitas keamanan negara tujuan. Perompakan di laut dan penyelundupan yang diuraikan di atas merupakan tindakan ilegal lintas negara yang menimbulkan kerugian bagi negara-negara di kawasan maupun bagi negara-negara yang menggunakan lintas perairan. Tindakan ilegal lintas negara itu cukup signifikan dan semakin menguatirkan negara-negara di kawasan. Tindakan ilegal tersebut diorganisasi dengan rapi, sehingga perlu kerjasama antar negara untuk mengatasinya.

Banyaknya kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti kegiatan terorisme, pengambilan sumber daya alam oleh warga negara lain, dan banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap oleh polisi negara lain karena nelayan Indonesia melewati batas wilayah negara lain akibat tidak jelasnya batas wilayah negara. Masalah lain adalah ketidakjelasan siapa yang berwenang dan melakukan koordinasi terhadap masalah-masalah perbatasan antara Indonesia dan negara-negara tetangga, mulai dari masalah konflik di wilayah perbatasan antara masyarakat perbatasan, siapa yang bertugas mengawasi wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, sampai kepada siapa yang berwenang mengadakan kerja sama dan perundingan dengan negara-negara tetangga, misalnya tentang penentuan garis batas kedua negara.


Analisis :
Dalam permasalahan ini pihal Indonesia harus lebih meningkatkan lagi pengamanan dan pengawasan pada perbatasan laut di Indonesia agar tidak lagi terjadi pembajakan, perampokan, ataupun pengakuan laut Indonesia oleh Negara lain.


Bea Cukai Manado.

Suara Manado, 1/7/2009 :“Dalam rangka Sail Bunaken sudah tentunya Bea cukai berperan aktif, apalagi kita kedatangan kapal-kapal perang asing yang ambil bagian dalam event tersebut. Bea cukai ditempatkan sebagai garda terdepan dalam hal pengawasan barang yang masuk “kata Bpk. Zainal Abidin Kepala Kantor Bea Cukai Manado tadi siang Rabu, 1-7-2009 di ruang kerjanya. Lebih lanjut disampaikan “Yang berhubungan dengan barang dan orang yang masuk dari luar negeri menjadi tugas pokok dari tiga instansi (CIQ) Costum (Bea Cukai) Imigration (Imigrasi) dan Quarantine (Karantina). Sistem ini berlaku secara internasional jelasnya.

Menyingkapi dengan sejumlah barang illegal yang masuk lewat daerah perbatasan Negara tetangga Philipina menurut Beliau “setiap barang yang masuk lintas atau antarnegara harus dilengkapi dengan document persuratan yang jelas tentang peredaran barang illegal di Kota Manado dari Bea cukai bersama pihak kepolisian akan menindak dengan tegas bila didapati.Untuk pelabuhan Manado sangat minim hal itu terjadi”, ungkap Bpk. Zainal Abidin.

Tentang keikut sertaan serta proaktif dalam mensukseskan event Sail Bunaken dari pihak Bea Cukai Manado akan mengirim 20 penyelam yang tergabung dalam costum diving club dan didalamnya ada 3 penyelam setingkat direktur.

Analisis :
Pengawasan dalam pembuatan sertifikat harus lebih ditingkatkan lagi agar tidak terjadi pemalsuan sertifikat yang dapat merugikan Negara.



Bea Cukai Amankan Barang Ilegal Rp 2 M

Pekanbaru - Direktorat Jendral Bea dan Cukai mengamankan ratusan barang impor ilegal asal Malaysia di Pelabuhan Dumai, Riau senilai Rp 2 miliar.
Barang yang diamankan Bea dan Cukai itu berupa aneka produk yang dilarang masuk ke palabuhan yang tidak ditunjuk sesuai Peranturan Mentri Perdagangan (Permendag). Namun dalam hal ini Bea Cukai tidak mengamankan pemilik barang.
"Barang-barang yang kita sita ini dibawa dari Pelabuhan Port Klang, Malaysia. Kita tidak mengamankan pemilik barang karena barang tersebut ada manifest kapal" kata Kepala Kantor Bea Cukai Wilayah Riau dan Sumatera Barat, Joko Sutoyo Riyadi di Pekanbaru, kemarin.
Menurutnya, aneka barang yang disita yang memiliki nilai keseluruhan Rp 2 miliar, antara lain ratusan mainan anak-anak, rice cooker, garmen, scraf,microwave. Barang tersebut diamankan dari dua unit kapal KLM U dan KLM MI milik CV AA dan PT SPP.
Penahanan barang impor tersebut, kata Joko sesuai peraturan Permendag tentang ketentuan impor produk tertentu itu seperti elektronik, mainan anak-anak, dan alas kaki. Itu hanya bisa masuk melalui 5 Pelabuhan yang ditunjuk.
"Kriteria barang tersebut seharusnya bisa masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Sukarno Hatta, Tanjung Emas, serta bandara internasional" imbuhnya.
Kini, katanya, barang tersebut diamankan di dalam gudang di Dumai. Pihaknya tinggal menunggu keputusan Kantor Pusat DJPJ, apakah akan dimusnahkan, direeskpor atau menjadi milik negara. [cms]
Analisa :
Upaya yang bagus dari pihak bea dan cukai dapat menggalkan masuknya barang-barang illegal yang dapat merugikan ekonomi Negara Indonesia, semoga pengaman tersebut dapat terus dilakukan oleh pihak bea dan cukai Indonesia.


Kawasan Pergudangan di Kosambi

Gudang Dadap Diduga Sarang Barang Ilegal
KOSAMBI - Sejumlah gudang di Komplek Pergudangan Pantai Indah Dadap Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang diduga kuat menjadi tempat penimbunan barang-barang ilegal dari luar negeri maupun dari dalam negeri, namun luput dari pantauan aparat.

Sejumlah petugas keamanan di pergudangan itu menyebutkan, ada beberapa gudang yang selama ini melalukan aktivitas secara tertutup. Bongkar muat selalu dilakukan malam hari. Mobil barang juga kerap dimasukan ke dalam gudang.

"Kami tidak tahu mengangkut barang-barang apa,” kata Sam, seorang petugas keamanan di komplek pergudangan Pantai Indah Dadap kepada bantenklikp21.com dinihari tadi (10/02/2010).

Dia menunjuk deretan gudang yang terletak di ujung utara yang berbatasan dengan laut. “Di blok itu, itu… dan di sebelah sana,” katanya. Tetapi, pria asal Nusa Tenggara itu mengungkapkan ada beberapa barang yang diduga ilegal yang diketahui disimpan di gudang itu.

Di antaranya adalah sepatu produk Cina, mainan anak-anak produk Cina, kayu hingga tempat penimbunan oli. “Kayaknya kalau yang itu (tempat oli ilegal) digunakan sebagai tempat penyulingan oli bekas,” ungkapnya.

Menurut Sam, meski ada karyawan yang bekerja di gudang-gudang itu, namun aktivitasnya selalu tertutup. “Kalau kita tanya karyawannya, mereka juga sepertinya tertutup. Tidak mau cerita,” ujarnya lagi.

Pantauan bantenklikp21.com di sejumlah blok kawasan Pergudangan Pantai Indah Dadap dini hari tadi atau pasca penggerebekan gudang penyimpan Miras ilegal, pemilik gudang-gudang yang dikelola PT Parung Harapan Indah itu sangat berpotensi melakukan menjadi tempat praktik ilegal.

Di deretan Blok FB lokasi penggerebekan misalnya, keberadaan gudang itu memang sangat rentan menjadi sarang barang ilegal karena lokasinya di ujung dan agak terpisah dari blok-blok lain.

“Di sebelah sana sudah laut. Di sebelah sana ada kuburan keramat. Jadi memang agak sepi kalau di lokasi ini,” tandas Sam.(sz/dif)

Analisa :
Dalam mengatasi masalah ini mestinya masyarakat pun harus ikut serta dalam pemberantasan masuknya barang illegal ke Negara Indonesia yang dapat merugikan ekonomi negara, kesadaran masyrakat harus lebih ditingkatkan lagi untuk memajukan ekonomi negara.




Perdagangan dan Penyelundupan Satwa Liar Indonesia Masih Tinggi

Perdagangan dan penyelundupan satwa liar yang dilindungi di Indonesia pada tahun 2009 masih terbilang tinggi. Survey terakhir ProFauna Indonesia di 70 pasar burung yang dilakukan pada 2009 menemukan ada 183 ekor jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan. Dari 70 pasar burung/lokasi yang dikunjungi di 58 kota tersebut, tercatat ada 14 pasar burung yang memperdagangkan burung nuri dan kakatua, 21 pasar memperdagangkan primata, 11 pasar memperdagangkan mamalia dan 13 pasar memperdagangkan raptor (burung pemangsa). Selain itu tercatat ada 11 pasar lokasi yang memperdagangkan jenis burung berkicau yang dilindungi.
Propinsi yang paling banyak memperdagangkan satwa dilindungi adalah Jawa Timur. Sedangkan kota yang paling banyak memperdagangkan jenis-jenis satwa dilindungi adalah Pasar Burung Depok di Kota Solo, Propinsi Jawa Tengah. Urutan berikutnya adalah Kota Ambarawa. Sedangkan perdagangan satwa dilindungi di pasar-pasar burung besar seperti di Surabaya, Semarang dan Jakarta terjadi secara sembunyi-sembunyi. Satwa dilindungi tidak dipajang secara terbuka, namun disembunyikan di gudang atau rumah pedagang.
Perdagangan satwa langka bukan hanya terjadi di Pulau Jawa saja, namun juga di Sumatera dan Bali. Kota di Sumatera yang patut mendapat perhatian serius dari pemerintah karena sering dijumpai perdagangan satwa langka adalah Palembang. Salah satu pusat perdagangan satwa di Palembang adalah Pasar 16 Ilir yang memperdagangkan berbagai jenis satwa langka seperti elang, siamang, lutung, kukang, trenggiling, dll. Palembang juga masih menjadi pusat perdagangan trenggiling di Sumatera.
Untuk Bali, kasus satwa yang menonjol adalah kasus perdagangan penyu. Meski jauh menurun dibandingkan sebelum tahun 2000, namun penyelundupan penyu ke Bali masih terjadi secara sembunyi-sembunyi. Salah satu kasus yang terungkap adalah kasus tertangkapnya nelayan yang hendak menyelundupkan 7 ekor penyu ke Bali pada tanggal 30 Mei 2009. Di Bali juga masih ada sedikitnya 6 lokasi yang memelihara penyu secara ilegal atas nama pariwisata. Lokasi tersebut adalah terpusat di Tanjung Benoa. Ini membuktikan bahwa Bali masih menjadi tujuan utama perdagangan penyu di Indonesia.
Pada tahun 2009 Bali juga memunculkan isu yang kontroversial yaitu tentang pengajuan Gubernur Bali mengenai kuota 1000 ekor penyu untuk keperluan adat dan upacara agama. Pengajuan kuota pemanfaatan penyu tersebut sangat ironis sekali di tengah pencitraan Bali sebagai daerah wisata yang ramah lingkungan. Pengajuan kuota itu juga menodai peraturan hukum yang telah menetapkan semua jenis penyu sebagai jenis satwa yang dilindungi.
Sepanjang tahun 2009 ProFauna juga mengamati ada beberapa tempat yang rawan sebagai jalur penyelundupan satwa langka ke luar negeri. Tempat-tempat tersebut adalah Bandara Soekarno Hatta, Bandara Ngurah Rai Bali dan Kepulauan Talaud di Sulawesi. Pada tanggal 8 Maret 2009 tertangkap tangan 2 orang warga negara Arab yang hendak menyelundupkan puluhan ekor satwa lewat Bandara Soekarno Hatta. Sementara itu pada tanggal 2 oktober 2009 digagalkan upaya penyelundupan 16 ekor elang dan satwa lainnya ke Jepang lewat Bandara Ngurah Rai. Sedangkan Pulau Talaud patut mendapat perhatian serius karena masih menjadi jalur penyelundupan satwa ke Philipina lewat jalur laut. Terbukti dengan digagalkannya upaya penyelundupan 234 satwa lewat Talaud pada tanggal 8 Januari 2009. Sebelumnya pada tahun 2008 ProFauna telah meluncurkan laporan berjudul Pirated Parrot yang juga menyebutkan tentang banyaknya burung nuri dan kakatua yang diselundupkan ke Philipina lewat jalur laut Talaud.
Analisa :
Perdagangan dan penyelundupan satwa liar di Indonesia masih cikup tinggi, dikarenakan kurangnya pengawasan dari pihak2 tertentu dalam menangani masalah ini.
Untuk mengatasi masalah ini pihak bea dan cukai serta pihak pengamanan di bandara maupun pelabuhan harus bekerjasama untuk meningkatkan pengawasan dan mengurangi tingkat penyelundupan dan perdagangan satwa liar.



Indonesia. Negara Favorit Penyelundupan Manusia

Sukabumi. Pelita
Penyelundupan manusia yang didalangi sindikat internasional menempatkan Indonesia sebagai negara tujuan. Karena selain bebas konflik. Indonesia memiliki pintu masuk berupa bentangan pesisir yang sangat panjang. Para sindikat menjanjikan tempat tinggal di negara bebas konflik kepada para korbannya
Hal itu disampaikan Kepala Divisi (Kadiv) Keimigrasian pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Iskandar S Hartono kepada sejumlah wartawan di sela-sela lokakarya strategi penanggulangan imigran gdap di Hold Ima Samudera Beach Pelabuhan ratu. Rabu (13/1)
Penyelundupan manusia makin sulit dibendung karena pintu masuk nya sulit dipantau oleh aparat keimigrasian.jelas Iskandar.Para korban, lanjut Iskandar,jelas telah dibodohi oleh sindikat penyelundupan manusia Mereka tergiur dengan janji janji dar) sindikat yang membual tentang kehidupan yang lebih baik di negara yang bebas konflik. Padahal janji tersebut sama sekali udak benar
Sebagian imigran gelap diselundupkan lewat but Mereka benua] dari negara-negara Asia Tengah se perti Afghanistan brak. Iran. Turki. Srilanka, dan Myanmar. Umumnya mereka mengharapkan kehidupan yang lebih baik dan terhindar dari kon/hk (ck-77)

Analisa :
Negara Indonesia menjadi Negara favorit penyelundupan manusia, dikarenakan kurangnya pengawasan di pintu masuk Negara Indonesia, sebagian para imigran gelap diselundupkan lewat perahu2 but yang terbebas dari pengawasan aparat laut Indonesia, oleh karena itu Negara indonesia harus lebih meningkatkan lagi pengawasan di laut indonesia agar tidak mudah para imigran gelap untuk memasuki indonesia


Indonesia-Australia Atasi Penyelundupan Manusia

Sriwijaya Post - Selasa, 20 Oktober 2009 21:40 WIB
Pemerintah Indonesia dan Australia memerlukan kerangka kerja sama untuk mengatasi penyelundupan manusia yang akhir-akhir ini sering terjadi di perairan kedua negara, kata juru bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal.

"Kami tahu masalah ini akan terus berlangsung ...yang diperlukan adalah kerangka kerja sama antara Indonesia dan Australia, bukan ad-ho," katanya di Istana Merdeka Jakarta, Selasa malam, seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Perdana Menteri Australia Kevin Rudd.

Menurut dia, dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan antara pejabat terkait --imigrasi, angkatan laut, dan polisi-- dari kedua negara agar jika suatu saat terjadi masalah penyelundupan manusia ada acuan yang telah disepakati bersama di tingkat teknis.

"Hasil dari pertemuan itu akan dilaporkan kepada dua kepala negara di sela pertemuan APEC di Singapura November mendatang," ujarnya.

Ia mengatakan sejauh ini belum ditetapkan jenis bantuan yang diperlukan Indonesia untuk mengatasi manusia perahu yang terdampar di perairan Indonesia sebelum sempat mencapai negara tujuan, Australia.

Selama ini, penyelesaian kasus penyelundupan manusia menggunakan
Proses Bali yang disepakati bersama negara-negara kawasan pada 2003.

"Melanjutkan Bali Proses, (karena) masalah itu bukan hanya masalah satu negara," katanya.

Pembahasan mengenai penyelundupan manusia, lanjut dia, telah dilakukan kedua negara dalam dua tahun terakhir.

Ia mengatakan semua pihak sepakat bahwa penyelundupan manusia bukan hanya masalah satu negara atau bilateral melainkan masalah satu kawasan sehingga memerlukan kerja sama antara negara asal, transit dan tujuan.

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan kerangka kerja yang dapat
menjadi acuan bagi penyelesaian masalah tersebut yang tidak bersifat kasuistik.

Dino mengatakan penyelesaian masalah penyelundupan manusia bukan masalah ringan karena menyangkut nyawa manusia dan alasan kemanusiaan.

PM Rudd dan rombongan bertolak ke Jakarta dengan pesawat khusus, Senin malam untuk menghadiri pelantikan presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2009-2014.

Beberapa anggota kabinet yang ikut bersama PM Rudd ke Jakarta antara lain Menteri Luar Negeri Stephen Smith, yang akan mengunjungi

Provinsi Sumatra Barat untuk melihat langsung penanganan dampak gempa dan partisipasi para anggota misi kemanusiaan Australia dalam membantu para korban bencana.

Kunjungan singkat PM Rudd ke Jakarta menunjukkan kedekatan hubungan kedua negara.

Dalam sepekan terakhir, pemerintah dan kubu oposisi Australia terlibat dalam perdebatan sengit tentang serbuan ribuan orang pencari suaka yang datang secara bergelombang lewat laut ke Australia dalam setahun terakhir.

Mereka yang mencoba datang ke Australia antara lain adalah 255 orang asal Sri Lanka. Mereka kini tertahan di Indonesia setelah

kapal "KM Jaya Lestari 5" yang mereka tumpangi dihentikan kapal patroli TNI Angkatan Laut di Perairan Selat Sunda, 10 Oktober lalu.

Terhadap ratusan orang Tamil Sri Lanka ini, PM Rudd mengharuskan mereka untuk mengikuti jalur resmi lewat badan terkait di PBB karena pemerintahnya tidak akan "tergerak oleh taktik khusus apapun" dari mereka.

Namun, terkait dengan nasib 255 pencari suaka asal Sri Lanka ini,

Wakil Perdana Menteri Julia Gillard menegaskan bahwa nasib mereka bukan urusan pemerintah Australia, melainkan "urusan Indonesia".

"Masalah-masalah yang ada di Indonesia ditangani pemerintah Indonesia," katanya.

Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 pengungsi.

Analisa :
Kerjasama yang bagus antar 2 negara untuk mengatasi penyelundupan manusia yang sangat banyak kasusnya sekarang2 ini, mudah-mudahan dengan adanya kerjsama dalam mengatasi masalah ini dapat mengurangi tingkat penyelundupan manusia di Indonesia.


KARANTINA KEMBALI MUSNAHKAN PRODUK PERTANIAN IMPOR BERPENYAKIT

Dalam upaya cegah tangkal penyakit pada sektor pertanian, Departemen Pertanian telah mengamanatkan tugas tersebut pada Badan Karantina Pertanian. Setelah sebulan lalu di Surabaya telah melakukan pemusnahan terhadap benih Padi dan Jagung impor yang berpenyakit, Badan Karantina Pertanian c.q Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta kembali memusnahkan bibit Cabe dan bibit Strawbery yang diimpor dari Belanda.
Pemusnahan dilakukan pada tanggal 30 Desember 2009 di Instalasi Karantina BBKP Soekarno Hatta oleh Menteri Pertanian yang didampingi oleh Kepala Badan Karantina Pertanian, Sekretaris Badan Karantina Pertanian, Kepala Pusat Informasi dan Keamanan Hayati, Kepala Pusat Karantina Hewan, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan, dan Kepala BBKP Soekarno Hatta. Acara juga dihadiri oleh Kepala Kantor Administrator Bandara Soekarno-Hatta, Kepolisian Bandara Soekarno Hatta serta Jajaran Eselon I Lingkup Departemen Pertanian Pada kesempatan yang sama juga dilakukan penyerahan satwa 1 Orangutan, 5 Malumalu, 1 ekor ular karpet, 457 labilabi moncong babi, 10 Kadal lidah biru, 1 ekor biawak bunga tanjung & 1 burung Kakatua dari Menteri Pertanian kepada Departemen Kehutanan yang dilanjutkan dengan penyerahan Media Pembawa OPTK-HPHK dari Kepala Badan Karantina Pertanian kepada Kepala BBKP Soekarno-Hatta dilanjutkan penyerahan kepada Petugas Karantina untuk persiapan dimusnahkan/dibakar. Media Pembawa OPTK yang dimusnahkan adalah 169 Bibit Cabe impor yang positif Pseudomonas sysingae pv.syringae. serta 525 sachet benih impor berbagai jenis sayuran dan tanaman hias, 41,1 kg benih padi, kedelai, kacang tanah dan jagung, 284 bibit berbagai jenis tanaman hias, jeruk, durian, mangga, pisang, jojoba. Media Pembawa HPHK berupa 120 kg produk hewan seperti daging sapi & ayam, sosis, baso dan abon, serta sejumlah satwa yang mati.

Bibit Cabe ini kedapatan berpenyakit atau terpapar Pseudomonas syringae pv. syringae dan Clavibacter michiganensis sub sp.michiganensis Sedangkan bibit Strawbery terpapar Rhodococcus fascians. Penyakit ini belum ada di Indonesia, bilamana penyakit ini introduksi dan menyebar akibat importasi produk pertanian, maka yang terjadi adalah bukan membangun dan memberikan iklim kondusif bagi dunia pertanian kita. Bahkan hal ini akan memperpuruk pembangunan pertanian kita dengan dampak penurunan produktivitas hingga 40 persen. Selain kondisi seperti itu, akan menambah daftar penyakit pertanian yang ada di Indonesia yang nantinya berimplikasi pada pelemahan pencapaian ketahanan dan kemandirian pangan serta penurunan daya saing produk pertanian Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar global.

Sejumlah produk pertanian impor lainnya seperti; benih Sayuran, Padi, Kedelai, Jagung, Kacang Tanah, bibit buah-buahan serta daging babi dan sapi juga dimusnahkan. Importasi yang tanpa dilengkapi dokumen persyaratan ini berhasil diamankan berkat kerjasama Karantina Pertanian beserta Bea & Cukai. Importasi illegal ini khususnya benih tanaman pangan kebanyakan berasal dari China dan sebagian dari India.

Guna mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, peran karantina pertanian menjadi sangat strategis selain sebagai filter ancaman penyakit pertanian juga dapat mengakselerasi ekspor produk pertanian dengan garansi jaminan kesehatan produk melalui penerbitan Health Certificate dan Phytosanitary Certificate yang diakui oleh negara-negara tujuan ekspor.

Disamping berhasil mengamankan produk-produk pertanian itu, BBKP Soekarno-Hatta juga berhasil menggagalkan penyelundupan satwa liar yang dilindungi. Satwa-satwa liar yang akan dibawa keluar negeri ini berhasil diamankan oleh petugas Karantina Pertanian bersama Bea & Cukai. Satwa-satwa ini rencananya dijadikan hewan kesayangan dan diperdagangkan, diantaranya adalah 1 bayi Orangutan, 5 Kukang/Malumalu, 457 Labilabi moncong babi, 10 Kadal lidah biru, 1 Ular Karpet dan 1 Biawak Bunga Tanjung serta 1 Burung Kakatua. Satwa-satwa tersebut rencananya akan diserahterimakan ke Departemen Kehutanan c.q Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Analisa :
Pemusnahan-pemusnahan produk2 impor yang berpenyakit adalah langkah yang penting untuk menghidari penyakit-penyakit menular dari luar masuk ke dalam negeri.

Selasa, 23 Februari 2010

NAMA : GINTA RIANDHI
TRAVEL 2008
TUGAS MANDIRI
08064140482

KARANTINA POLONIA ENDUS SINDIKAT PENGIRIMAN KECAMBAH ILEGAL

Medan (Berita): Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan mengendus sindikat pengiriman kecambah sawit ilegal via Bandara Polonia yang akan dikirim ke beberapa daerah di tanah air.
Hal itu dikatakan Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, Guntur, melalui Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS), Ir Susana Bangun, di Medan, Selasa (18/11), terkait diamankannya 30.600 kecambah kelapa sawit yang akan dikirim oleh PT Damai Jaya Lestari ke Kendari, Sulawesi Tengah, pekan lalu.
Dikatakannya, modus yang digunakan para sindikat ini adalah memalsukan berbagai jenis dokumen dalam pengiriman kecambah atau benih sawit melalui Bandara Polonia, Medan, Sumatera Utara.
“Benih sawit yang dikirim adalah ilegal, tetapi sindikat ini mengatasnamakan sumber resmi dan telah mendapat akreditasi pemerintah dan korbannya pekan lalu adalah PT Socfindo,” jelasnya.
Disebutkan, hingga Oktober 2008 sedikitnya terdapat empat kali pengiriman kecambah ilegal langsung ke Kantor Pos Bao-Bao, Kendari, Sulawesi Tengah yang lolos dari pantauan pihaknya. “Tahun ini saja, kami telah mendapatkan telepon langsung dari Kantor Karantina Pertanian Kendari sekitar empat kali terkait dengan pengiriman benih sawit ilegal ini yang langsung ditujukan ke Kantor Pos Bao-Bao,” ungkapnya.
Sementara itu sejak tahun 2005 hingga November 2008 terdapat sebanyak 12 kasus pengiriman benih sawit ilegal yang berhasil diungkap pihaknya dan sebagian diantaranya kasus itu ada yang ditangani pihak kepolisian dan dimusnahkan.
Seperti berita sebelumnya, Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan mengamankan sebanyak 30.600 benih kelapa sawit dibungkus dalam enam koli yang akan dikirim oleh PT Damai Jaya Lestari ke Kendari.
Benih kelapa sawit itu diamankan usai menjalani pemeriksaan barang melalui Sinar X di terminal kargo Bandara Polonia karena diduga dikirim secara illegal karena tidak memiliki kelengkapan dokumen diantaranya Surat Persetujuan Penyaluran Benih (SP2B) Kelapa Sawit.
Hal itu diketahui setelah puluhan ribu benih kelapa sawit itu menjalani pemeriksaan kelengkapan dokumen dan salah satu dokumen diantaranya dikeluarkan oleh PT Socfindo.
Namun setelah dikonfirmasi keperusahaan pembibitan benih kelapa sawit itu mengaku tidak pernah mengeluarkan dokumen itu karena ukuran benih berbeda dengan yang produksi PT Socfindo. PT Damai Jaya Lestari sendiri dalam keterangannya beberapa waktu lalu menyebutkan pihaknya tidak pernah mengirimkan benih sawit secara ilegal.

http://beritasore.com/2008/11/19/karantina-polonia-endus-sindikat-pengiriman-kecambah-ilegal/
ANALISA : aparat sudah bekerja sesuai tugas yg semestinya, namun perlu lebih teliti dalam menangani kasus yang cukup rumit seperti ini.




Dikhawatirkan Tertular SARS, 450 Orang Dikarantina di Quebec


Sedikitnya 450 orang di propinsi Quebec, Kanada telah dikarantina karena dikhawatirkan terkena virus penyakit SARS. Ini adalah kasus karantina paling besar di Kanada diluar propinsi Ontario, dimana 13 orang dilaporkan tewas karena SARS. Kata para pejabat Quebec, semua orang yang dikarantina adalah peserta sebuah konperensi keuangan yang diadakan di dorval, di pinggir kota Montreal hari Sabtu lalu. Tindakan karantina diputuskan setelah seorang peserta konperensi kembali ke kota Toronto, dimana dia dinyatakan kena virus SARS. Sampai saat ini di Kanada ada 300 kasus SARS yang sudah dipastikan, sebagian besar di propinsi Ontario. Di Amerika, para pejabat melaporkan jumlah orang yang dicurigai terkena SARS dikurangi dari 208 sampai hanya 35 orang saja, dengan menggunakan rumusan baru tentang penyakit SARS itu.

http://www.voanews.com/indonesian/archive/2003-04/a-2003-04-19-2-1.cfm?moddate=2003-04-19

ANALISA : penetatan karantina dla hal ini sangat tidak maksimal.seharusnya ada alat untuk pemindai tubuh manusia


BALAI KARANTINA PERTANIAN PERKETAT PENGAWASAN DI PELABUHAN TG PRIOK

Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, akan memaksimalkan tindakan karantina/pemeriksaan di lini satu (dalam areal pelabuhan) dan memaksimalkan pemeriksaan awal dengan pengambilan sample untuk pengujian laboratorium.
Menurut Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Hadi Wardoko di Jakarta, Senin (3/8), langkah itu dilakukan sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No.12/2009 dan Permentan No. 27/2009.
Menpertan No.12 mengatur persyaratan dan tata cara tindakan karantina tumbuhan terhadap pemasukan kemasan kayu ke dalam wilayah Indonesia, sedangkan Menpertan No.27 mengenai pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan.
Dijelaskan, tindakan itu juga dilakukan, selain untuk mengurangi biaya tindakan karantina, juga karena balai karantina di Pelabuhan Tanjung Priok masih kekurangan petugas.
Saat ini jumlah petugas karantina di Pelabuhan Tanjung Priok seluruhnya berjumlah 200 orang, dan dari 200 petugas itu, hanya 30 orang saja yang PNS, sedangkan sisanya masih karyawan kontrak.
Bandingkan dengan jumlah pegawai Bea dan Cukai yang mencapai 600 petugas, katanya pada acara sosialisasi persiapan pelaksanaan Permentan No.12 dan Permentan No.27 itu.
Ia mengatakan, berdasakan pengalaman, jangankan peraturan yang tergolong baru, peraturan lama Permentan No.18 tahun 2008 dalam pelaksanaannya di lapangan banyak kelonggaran/kebijakan untuk memperlancar arus barang, namun sangat bereksiko tinggi karena banyak ditemukan penyimpangan.
Contohnya kasus yang pernah terjadi, impor bawang merah termasuk golongan umbi lapis segar, di mana selama ini diberi kemudahan untuk dapat dilakukan tindakan karantina di gudang pemilik yang ditetapkan sebagai instalasi/tempat pemeriksaan agar dapat cepat dikeluarkan dari area pelabuhan.
Namun kenyataannya, setelah dikeluarkan dari pelabuhan, sesampainya di gudang pemilik untuk dilakukan pemeriksaan/tindakan karantina ternyata barang tersebut sudah diedarkan, bahkan ada yang sudah habis terjual. Padahal barang tersebut belum diberi sertifikat pelepasan.
Menurutnya, hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang Undang No.9/1992 pasal 9 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan, karena barang tersebut belum dilakukan tindakan karantina.
Itu sangat membahayakan karena barang itu akan membawa dan meyebarkan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dan akan menjadi kendala bagi petugas karantina untuk mengawasi secara optimal,katanya.
Karena itu, tambahnya, dengan adanya kasus tersebut, maka kini telah diberlakukan tindakan karantina/pemeriksaan di lini satu.
Menurutnya, tindakan itu diakuinya ada gejolak di lapangan, terutama karena para importir kesal akibat barang/media pembawanya harus tertahan selama beberapa hari sebelum dapat dikeluarkan dari pelabuhan.
Dikemukakan, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok melakukan sosialisasi dua Permentan tersebut sebelum diberlakukan tanggal 18 Agustus untuk Permentan No.27 dan 1 September untuk Per Mentan No.12. (T.Bhr/ysoel)
www.depkominfo.go.id/.../balai-karantina-pertanian-perketat-pengawasan-di-pelabuhan-tg-priok/

ANALISA : peningkatan kinerja ini seharusnya didukung dengan adanya reward dan punishment.

Secuplik Cerita WNI di AS yang "Digelangi"
Sepintas lalu, Melati (bukan nama sebenarnya) berjalan layaknya orang biasa di tengah masyarakat Amerika Serikat (AS) yang cuek. Tak ada yang mencolok dari cara jalan maupun kakinya.
Namun di balik pergelangan kaki kiri Melati sebenarnya terlingkar sebuah ‘gelang’ dengan detektor. Gelang itu dilengkapi dengan alat elektronik yang dihubungkan ke monitor yang kemudian dihubungkan ke sambungan telepon sebagai alat monitor bagi lembaga yang menanganinya sehingga ke mana orang tersebut pergi lembaga ini dapat mengetahuinya.
”Penggelangan itu sebagai alternatif pemenjaraan. Kalau dipenjara, biayanya besar, mereka memberi pilihan ”digelangi” selama satu bulan atau dua bulan. Kalau ‘digelangi’ satu bulan, mereka wajib lapor ke kantor tiga kali seminggu. Kalau dua bulan mereka wajib lapor dua kali seminggu. Setelah itu selama dua bulan, mereka tetap dikenai wajib lapor dua kali seminggu selama dua bulan. Setelah itu baru satu kali seminggu. Jadi gradual,” kata seorang sukarelawan yang tinggal di Pantai Timur AS itu dalam surat elektronik kepada SH belum lama ini.
Menurutnya, aturan baru yang disebut Intensive Supervision Appearence Program (ISAP) ini diberlakukan bulan Juni 2004. Di kotanya, ia sudah menemui ada tujuh WNI yang terkena jaring ISAP di bawah The Departement of Homeland Security AS.
”Pelaporannya menggunakan kartu kayak orang kerja gitu. Mereka juga bilang, mereka diperbolehkan keluar rumah pukul tujuh pagi dan harus kembali ke rumah pukul tujuh malam. Ada yang minta dispensasi sampai pukul sembilan malam dan diperbolehkan,” ujar sukarelawan tadi.
Kasus Imigrasi
Ia menceritakan kasus orang yang ‘digelangi’ bisa bermacam-macam. Ada yang dihukum karena soal kriminal, tapi untuk komunitas Indonesia di kotanya lebih berkenaan dengan peraturan keimigrasian.
”Yang aku wawancarai ini dia di-granted asylum-nya (diberi suaka), tapi lalu dibanding oleh Jaksa Penuntut dan dimenangkan oleh Federal Court (Pengadilan Federal). Lalu diperintahkan untuk deportasi. Ketika dia lapor ke Imigrasi, terus ‘digelangi’,” tutur sumber SH tadi.
Namun ada juga yang kena gerebek. Ia mengisahkan pihak Imigrasi AS memang mencari orang yang seharusnya dideportasi karena kalah sidang asylum atau tidak melanjutkan kasus kemudian pergi ke sana kemari untuk sembunyi dan menghindari penggerebekan.

http://megachristina.blogspot.com/2007/05/secuplik-cerita-wni-di-as-yang.html

ANALISA : cara ini sangatlah tidak manusiawi, seharusnya tidak harus system seperti ini.




KASUS PENYELUNDUPAN IKAN HIU
DALAM KAPAL LAUT BERBENDERA TAIWAN


KASUS POSISI:

Kapal Motor Penangkap Ikan “MV. Lian Yi Sen” berbendera Indonesia dan Taiwan yang dinahkodai Liem Cien Cu berkebangsaan Taiwan, pada Oktober 1990 diberangkatkan dari Taiwan menuju Bitung. Diperairan bebas sebelah timur Philipina, MV. Lian Yi Sen berhasil menangkap ikan hiu seberat 7-8 ton.
Hasil tangkapan tersebut dilaporkan Liem pada PT. Dewi Fortuna Griya Indah Cab. Bitung sebagai perusahaan pencarter. Selanjutnya PT. Dewi Fortuna melaporkan rencana kedatangan “MV. Lian Yi Sen” di Pelabuhan Bitung, tanggal 7 Februari 1991, “MV. Lian Yi Sen” yang dinakhodai Liem berlabuh di Bitung. Kepada petugas Bea dan Cukai setempat, Liem menyerahkan “Pemberitahuan Umum” yang diisinya dengan bantuan petugas, tetapi ia tidak melaporkan perihal ikan Hiu hasil tangkapannya diluar wilayah perairan Indonesia, karena tidak mengetahui kewjiban ini. Malangnya, petugas Bea Cukai, pemeriksa kapal yang datang dari luar negeri, menemukan ikan hiu tersebut. Meskipun nakhoda Liem Cien Cu berpendirian ia tidak bermaksud melanggar peraturan, ia tetap diproses yang berwajib untuk mempertanggungjawabkan kesalahan yang didakwakan padanya, yakni memasukkan barang kedalam daerah Pabean Indonesia tanpa mengindahkan Ordonansi Bea.
www.kennywiston.com/artcmarc69.do
ANALISA : petugas perairan Negara kita kuranglah waspada padahal hal ini merugikan perairan kita seharusnya patroli lebih diperketat

Polisi Limpahkan Berkas Kasus Cukai Palsu ke Kejaksaan Surabaya
Kepolisian Daerah Jawa Timur melimpahkan berkas perkara dan tersangka kasus pemalsuan cukai di Jalan Jemur Andayani IX ke Kejaksaan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/7).

Pelimpahan tahap kedua ini dilakukan setelah dua pekan lalu jaksa pengkaji pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan bahwa berkas perkara tersebut sudah sempurna (P 21). “Setelah kami teliti kelengkapannya, kasus ini secepatnya kami limpahkan ke pengadilan,” kata Ade Tanjudin, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Surabaya melalui pesan pendeknya kepada Tempo.

Sambil menunggu sidang, dua tersangka kasus pemalsuan cukai ini, David Sutadi dan Ahmad Fadilah tetap ditahan. David adalah anak Bambang Sugiarto, tersangka pemalsu cukai rokok. Bambang ditangkap aparat kepolisian serta Bea dan Cukai tak jauh dari gudang penyimpanan cukai palsu miliknya di Jalan Andong Raya, Slipi, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

David dan Fadilah turut ditangkap aparat karena rumahnya di Jalan Jemur Andayani XI Surabaya dipakai untuk menyimpan cukai palsu bikinan Bambang. Menurut Pipuk Firman Priyadi, jaksa pengkaji pidana khusus, kerugian negara akibat kasus cukai palsu di Surabaya ini mencapai Rp 737 juta.

Akibat perbuatannya, David dan Fadilah dijerat dengan Pasal 55 huruf b Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai dengan ancaman hukuman minimal satu tahun dan maksimal delapan tahun penjara dan pidana denda minimal 10 kali nilai cukai dan maksimal 20 kali dari nilai cukai yang harus dibayar. “Kami sudah menyiapkan jaksa penuntut gabungan dari kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri,” kata Pipuk.

Adapun Komisaris Ignaitius Sumbodo, perwira Polda Jawa Timur, yang disebut-sebut terlibat dalam kasus pemalsuan ini tidak masuk dalam berita acara pemeriksaan penyidik. Sumbodo, yang meminjamkan mobil dinasnya untuk mengangkut cukai palsu ke rumah Bambang di Jemur Andayani, diperiksa oleh tersendiri oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jatim.

Menurut Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jatim, Komisaris Besar Ahmad Lumumba, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Sumbodo dianggap bersalah karena menyalahgunakan fasilitas Polri.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/07/07/brk,20090707-185808,id.html

ANALISA: kejadia yang sungguh memalukan dari kutipan diatas. Seorang teladan ( kepala kepolisaian)
Malah terlibat. Seharusnya kejadian ini tidak terjadi


Polisi Siap Usut Oknum Perwira di Kasus Cukai Palsu
Polisi siap bekerja sama dengan jajaran Bea dan Cukai dalam pengusutan oknum perwira polisi yang diduga terlibat pemalsuan cukai. Polisi juga siap membantu mengejar oknum berpangkat AKP berinisial S tersebut.

"Kami akan selidiki sejauh mana orang ini terlibat. Siapa saja yang melarikan diri akan dikejar, masuk DPO. Menangani oknum itu ada Propam, kami juga tetap melakukan pengembangan kasus yang ditangani," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya AKBP Chryshnanda saat dihubungi melalui telepon, Minggu (17/5/2009).

Chryshnanda menjamin polisi bekerja profesional dalam mewujudkan supremasi hukum. "Polisi ada kode etik profesi," tutupnya.

Salah satu tersangka pencetak pita cukai palsu di Slipi, Jakarta Barat, dengan inisial S belum tertangkap. S diduga adalah seorang perwira polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP).

Saat percetakan pita cukai tercanggih itu digerebek pukul 01.30 WIB dini hari tadi, S berhasil lolos dari sergapan petugas. Sementara pemilik percetakan tersebut, BS, dan satu tersangka lagi berinisial H serta 2 orang karyawan lainnya, diamankan.

Di lokasi, aparat Bea dan Cukai menjumpai mobil berstiker "Keluarga Besar Mabes Polri". Mobil sedan Mercedes Benz bernopol B 1469 QH tersebut kini disegel.
http://www.detiknews.com/read/2009/05/17/173107/1132888/10/polisi-siap-usut-oknum-perwira-di-kasus-cukai-palsu

ANALISA : Permainan gelap yang didalangi oleh petinggi2 ini sudah banyak tersiar dan bukan merupakan kejadian yg sepele. Ini harus diberantas


50 PABRIK ROKOK GUNAKAN CUKAI PALSU

JAKARTA (BP) - Pita cukai palsu banyak digunakan oleh pabrik rokok kecil dan menengah. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Depkeu telah mengidentifikasi sekitar 50 pabrik rokok kecil dan menengah yang menggunakan pita cukai palsu. Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan hingga kini pihaknya belum menemukan indikasi keterlibatan pabrik rokok besar yang ikut memakai pita cukai ilegal itu.

’’(Penggunanya pabrik) kecil menengah. Setelah diidentifikasi ada sekitar 50 pabrik rokok,” kata Anwar di Kantor Depkeu, Jakarta, kemarin (26/5). Meskipun belum ada indikasi keterlibatan pabrik rokok besar, DJBC akan terus melacak kemana pita cukai palsu itu ditujukan.

’’Di pita itu kan ada terlihat pita itu untuk pabrik rokok dan mereknya. Dari situ saja sudah kelihatan. Lalu kami cek di lapangan dan ada pabriknya. Dari sana kan ketahuan dari Nomor Pokok Barang Kena Cukai,” kata Anwar. Setidaknya, pabrik rokok pengguna pita cukai palsu bisa dikategorikan sebagai penadah.

Menurut Anwar, mereka bisa dipidana atau diblokir hak memesan pita cukai, sehingga tidak bisa berproduksi lagi. ’’Kami akan lihat kasusnya. Jadi bisa dihentikan,” kata Anwar. Pabrik rokok pengguna pita cukai palsu, lanjut Anwar, tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jumlah pabrik penggunanya juga masih bertambah. ’’Kami sedang menyelidiki,” kata Anwar.

Anwar mengatakan pabrik rokok yang sengaja menggunakan pita cukai palsu, akan ikut menangguk keuntungan. ’’Kita lihat pengembangannya. Karena kalau cukainya misalnya Rp900, kalau bisa beli tidak sampai Rp900, lebih baik beli yang (palsu) itu,” kata Anwar.

Pada dasarnya, cukai rokok dibebankan kepada konsumen. Namun penerimaan negara melalui cukai rokok disetor melalui pabrik rokok yang membeli pita cukai kepada DJBC. Pita cukainya sendiri dibuat oleh perusahaan khusus yang ditunjuk oleh DJBC. Sehingga jika pabrik rokok menggunakan pita cukai palsu, tak satu sen pun penerimaan yang masuk ke kas negara.
Kasus pemalsuan pita cukai rokok sindikat Bambang Soegiharto dilaporkan telah merugikan negara sekitar Rp1 triliun.
Pengungkapan kasus ini berawal dari wilayah kerja Kanwil Bea dan Cukai Jatim I pada Desember 2008. Petugas saat itu juga berhasil mencegah empat kasus cukai rokok palsu. Tapi, saat itu tak bisa dikembangkan. Sebab, sistem yang dipakai di sindikat ini adalah sistem sel. Jadi, terputus dan sulit dilacak. (jpnn)
http://www.harianbatampos.com/Kolom/index.php?option=com_content&task=view&id=70632&Itemid=376

ANALISA : harus ada inovasi baru tentang pemasangan pita bead an cukai.agar tak bias di palsukan

KPK Akan Serahkan Kasus Bea Cukai ke Polisi

Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyerahkan kasus korupsi yang terjadi di Bea Cukai kepada kepolisian. "Dalam minggu ini," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M. Jasin saat dihubungi Tempo, Selasa (03/06).

Namun, kata Jasin, hingga saat ini KPK belum melakukan koordinasi dengan kepolisian. "Kami tangani sendiri dulu," ujarnya.

Jumat pekan lalu KPK malakukan penggeledahan ke kantor Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai, Tanjung Priok. Dari pemeriksaan tersebut, KPK menemukan sejumlah amplop berisi uang puluhan juta rupiah. KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini.

Menurut Jasin KPK masih mendalami dan melengkapi pemeriksaan kasus tersebut. "Agar kalau diserahkan ke polisi sudah lengkap sehingga proses ke depannya bisa lancar, " ujarnya.

Jasin menyatakan dari empat tersangka kasus tersebut, kata Jasin, ada satu orang tersangka yang tak akan diserahkan penanganannya kepada polisi, yakni NTP. "tidak akan kami serahkan kepada polisi, karena statusnya penyidik," kata dia.

Status NTP membuat KPK memiliki wewenang untuk memproses kasusnya. Sedangkan tiga tersangka lainnya, M, ASP dan AGP penanganannya akan diserahkan pada kepolisian.

Jasin menambahkan tidak tertutup kemungkinan bertambahnya jumlah tersangka dalam kasus ini. "Ya mungkin saja, tergantung pada hasil pemeriksaan terhadap 48 orang yang saat ini sedang didalami KPK," kata Jasin.

Temuan sementara KPK, lanjut Jasin, satu orang dari 48 orang tersebut ada yang menyimpang uang senilai Rp 31 di lacinya. "Pengakuan sementara uang itu milik istrinya, tapi kita akan dalami lagi"

Mengingat korupsi yang terjadi pada bea cukai ini struktural, kata Jasin, pemeriksaan KPK juga bisa berkembang pada pejabat dilevel yang lebih tinggi atau atasan dari pejabat yang saat ini diperiksa. "Tapi sementara ini kami hanya memeriksa pada lingkungan Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen," ujarnya.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/06/03/brk,20080603-124230,id.html

ANALISA : tindakan yang sangat tepat KPK bekerjasama dgn bea cukai dalam menanganni hal yang seperti ini. Hal in I merupakan suatu kemajuan.

Kasus Keimigrasian Rugikan Negara Rp 1 Triliun

Untuk itu Presiden SBY berencana merestrukturisasi lembaga ini secara menyeluruh. Mulai dari melakukan investigasi, memecat pejabat yang terlibat, dan menjeratnya dengan proses hukum yang berlaku.

Presiden menilai, apa yang dilakukan oknum keimigrasian tersebut sudah melewati batas. “Korupsi biaya fiskal baik yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai (Bali), dan bandara lainnya bisa mencapai ratusan miliar rupiah setahun. Bahkan, tidak mustahil bisa mencapai Rp 1 triliun lebih,” ungkap Presiden usai memimpin rapat kabinet terbatas di kantornya, kemarin.

Selain penggelapan fiskal, pungutan liar (pungli) juga terjadi di luar negeri. Seperti yang terjadi Penang dan Kuala Lumpur, Malaysia. Kerugian negara akibat pungli di dua wilayah tersebut masing-masing mencapai Rp 12 miliar dan 26 miliar.

“Bayangkan kalau negara dirugikan dalam jumlah sebesar itu. Ini bertentangan dengan semangat kita yang justru ingin meningkatkan penerimaan negara,” tandas SBY geram.

Sementara itu, Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto usai rapat tersebut juga mengungkapkan, saat ini polisi tengah memeriksa lima tersangka yang terlibat pungli dan korupsi keimigrasian. Satu dari para tersangka yang diperiksa adalah oknum Bea dan Cukai, dua oknum keimigrasian dan dua orang calo.

Akan tetapi, Sutanto tidak menjelaskan apakah tindakan tersebut biasa dilakukan oleh sindikat yang terorganisir. “Yang jelas ada jaringannya,” ujar Sutanto singkat. Selain Kapolri, rapat terbatas yang dipimpin Presiden SBY itu juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kepala BIN Syamsir Siregar, Menkominfo Sofyan Djalil, Menkeu Sri Mulyani, Menko Perekonomian Boediono, dan sejumlah menteri lainnya.

http://www.mimbar-opini.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=997

ANALISA : korupsi di keimigrasian sudahlah menjadi rahasia umum, presiden disini sbg kepala Negara turun langsung Karena kasusnya memang sudah keterlaluan. Seaiknya orang2 nya langsung diproses huku saja.

Minggu, 21 Februari 2010

Tugas Kelompok CIQ (Pabean) Hario,Ricardo,Frenkie,Cheprry,Sudtria

Tugas Kelompok CIQ (COSTUMS)
Nama Kelompok :
• Hario Pinandito (0806414130)
• Ricardo Hasudungan (0806414686)
• Frangkie Juny Cohen (0806414010)
• Cheppry
• Sudtrianingsih



PENGAWASAN PABEAN


PENDAHULUAN

KATA PEGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan YME yang telah memberikan rachmatnya hingga terselesaikannya Karya Tulis ini. Karya Tulis yang bertemakan tentang Customs atau Pabean di Indoensia. Penulis juga berterima kasih atas segala partisipasi kelompok dalam bekerjasama memberikan pikiran-pikiran dan juga waktu untuk terciptanya karya tulis ini. Penulis berharap Karya tulis ini berguna bagi par pembaca, Penulis sadar karya tulis yang kami buat ini kurang dari sempurna oleh sebab itu kami berharap kritik dan saran dari para Pembaca, agar Penulis bisa membuat yang lebih baik lagi di hari berikutnya


A. Latar Belakang
Nilai Pabean atau Customs adalah nilai yang digunakan sebagai dasar menghitung Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor. Didalam sistem self-asessment , besarnya Nilai Pabean harus diberitahukan oleh Importir dalam suatu pemberitahuan pabean dengan jujur. Importir yang nakal cenderung untuk memanipulasi pemberitahuan nilai pabean ini dengan maksud ia dapat membayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang rendah . Caranya ialah dengan memalsukan dokumen pelengkap pabean berupa invoice atau merubah uraian barang atau spesifikasi tehnis barang yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pihak Pabean yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai salah satu institusi fiskal di Indonesia sesuai tugas dan fungsinya ditugasi untuk mengawasi pemasukan barang impor dengan tujuan untuk memaksimalkan penerimaan negara dari penerimaan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor . Diantaranya yang menjadi salah satu tugasnya adalah melakukan penelitian terhadap kebenaran pemberitahuan nilai pabean oleh Importir pada dokumen pemberitahuan impor dan kelengkapannya . Pasal 16 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah atau ditambah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 , menyebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapakan tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebelum diajukan pemberitahuan pabean atau dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak pemberitahuan pabean. Ditingkat internasional masalah nilai pabean lambat laun menjadi isu yang sangat penting didalam arus perdagangan antar negara . Dengan melalui mekanisme penetapan nilai pabean yang tinggi , suatu barang dapat dihambat pemasukannya ke negara lain. Bahkan nilai pabean dapat digunakan sebagai sarana anti dumping. Sebelum adanya kesepakatan internasional tentang nilai pabean , pengaturan nilai pabean antar negara sangat berbeda-beda. Masing-masing negara mengatur sendiri sesuai kondisi dan selera masing-masing. Kondisi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan karena dapat menimbulkan ketegangan hubungan antar Negara terutama didalam perdagangan bilateral atau multilateral. Itulah sebabnya Organisasi Perdagangan Dunia WTO kemudian memandang perlu adanya pengaturan-pengaturan yang seragam dibidang nilai pabean bagi semua anggotanya . Dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 , Indonesia telah meratifikasi perjanjian pembentukan badan dunia WTO. Salah satu persetujuan yang terlampir pada perjanjian tersebut adalah Agreement on Implementation of Article VII of the GATT 1994. Persetujuan ini sering disebut sebagai GATT / WTO Valuation Agreement. Sebagai anggota WTO , Indonesia wajib menyesuaikan semua perundang-undangannya dengan ketentuan WTO. Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah memuat semua ketentuan tentang nilai pabean sesuai dengan ketentuan-ketentuan WTO Valuation Agreement dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 April tahun 2005

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai pikhak yang mengawasi lalu lintas barang yang keluar atau masuk daerah dan melakukan pemungutan terhadap Bea masuk, Cukai, PDRI serta mengawasi barang-barang yang dilarang dan dibatasi sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan yang tidak kalah pentingnya Bea dan Cukai bertanggung jawab atas kelancaran dan lalu lintas barang tersebut.
Pengawasan merupakan suatu tindakan atau kegiatan secara sistematis untuk dapat diketahuinya kepatuhan terhadap Undang-undang dan peraturan pelaksananya dengan menggunakan segala tendakan terhadap barang untuk kepentingan pengamanan keuangan Negara dan kelancaran arus penumpang, barang dan arus dokumen. Seiring perkembangan perdagangan internasional, maka kantor pengawasan dan pelayanan bead an cukai tipe A1 Soekarno-Hatta selaku unsur pelaksana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di pintu gerbang Pelabuhan Udara terbesar di Indonesia yang merupakan pintu gerbang antara Indonesia dan pihak luar negeri dinanggap sarana yang tepat dan strategis bagi pihak-pihak yang mempunyai niat baik dengan berusaha untuk memasukkan barang-barang tersebut merupakan tugas dan tantangan berat bagi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1 Soekarno –Hatta untuk melakukan pengawasan yang optimal terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkutan.
Dalam melakukan pengawasan, salah satu langkah yang diambil oleh Bea dan Cukai yaitu melakukan penetapan jalur dengan tanpa mempengaruhi kelancaran arus barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut yang memasuki daerah pabean. Pengawasan penetapan jalur pabean inilah yang menjadi perhatian kami untuk mengadakan analisa karena melalui pengwasan terhadap penetapan jalur merah dan jalur hijau masih perlu diketahui oleh berbagai pihak terhadap penetapan jalur merah dan jalur hijau masih perlu diketahui oleh berbagai pihak baik pengguna jasa maupun pihak-pihak lain yang ikut trpengaruh di dalamnya.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka kami mencoba mengemukakan permasalahan-permasalahan dalam dalam pengawasan barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut yang ada di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1 Soekarno –Hatta.
Adapun permasalah yang timbul adalah adanya perbedaan-perbedaan kriteria penetapan jalur merah dan jalur hijau terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut, sehingga memperlambat kelancaran arus lali lintas barang penumpang dan awak sarana pengangkut.
B. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi sebagai persyaratan kelulusan Dikiat Teknis Substantif Dasar I Kepabeanan dan Cukai Tahun Anggaran 2007.
2. Membuat suatu gambaran tentang penetapan jalur pabean oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1 Soekarno-Hatta terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut di Bandara lnternasional Soekarno-Hatta dan sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan dalam bidang pengawasan jalur.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif yaitu dengan membandingkan teori dan fakta yang memaparkan hasil observasi yang dilakukan dengan cara melihat secara langsung keadaan yang terjadi di lapangan, serta melakukan wawancara dan tanya jawab dengan petugas Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Al Soekamo-Hatta. Serta meneliti bahan-bahan kepustakaan berupa peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan tulisan ini.
D. Sistematika Pembahasan
Penulisan karya tulis mi secara singkat disusun sebagai berikut


Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk menjamin atau menjaga agar
rencana dapat diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga agar organisasi itu dapat
mencapai tujuannya mutlak diperlukan pengawasan. Pengawasan berfungsi menjaga agar
seluruh jajaran berjalan di atas rel yang benar.
Pengawasan dapat dilakukan dari jauh maupun dari dekat. Pengawasan dari
jauh disebut pemantauan atau monitoring ini dapat dilakukan menggunakan sarana telepon,
fax, atau radio. Wujud pengawasan cara ini adalah permintaan laporan kepada bawahan dan
jawaban dari bawahan atas permintaan tersebut. Jika pengawasan dari jauh tidak efektif
dapat dilakukan pengawasan langsung ke obyeknya. Dalam hal ini pengawasan yang
dilakukan disebut sebagai pemeriksaan yang berarti pemeriksa berhadapan langsung
dengan obyek yang diperlukan.
Yang menjadi acuan kegiatan pengawasan adalah rencana, program kerja,
prosedur atau petunjuk pelaksanaan yang pada umumnya dituangkan dalam bentuk
perundang-undangan baik itu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Keputusan Dirjen dan sebagainya. Bahwa Bea Cukai harus memungut
bea masuk atas suatu jenis barang impor dengan suatu tarif tertentu pada hakikatnya adalah
suatu rencana yang dituangkan dalam perundang-undangan. Demikian pula tata cara
pemeriksaan barang impor berdasarkan prosedur atau petunjuk pelaksanaan tertentu yang
dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri atau Surat Keputusan Direktur Jenderal pada
hakikatnya adalah untuk mengamankan rencana yang telah ditetapkan. Tata cara penetapan
harga, tarif, pemeriksaan barang, patroli dan pemeriksaan kapal dimaksudkan agar rencana
yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan efektif (mencapai sasaran yang
ditetapkan).
Pengawasan bekerja dengan memakai semua undang-undang, prosedur dan
tatacara yang telah ditetapkan sebagai tolok ukur atau pembanding untuk mengetahui
apakah pelaksanaan kegiatan pokok organisasi itu telah berjalan dengan baik. Pengawasan
bekerja pada saat pelaksanaan tugas pokok organisasi sedang berlangsung dan diharapkan
segera bisa mengoreksi pelaksanaan kegiatan apabila diketahui ada penyimpangan.
Penyimpangan di sini berarti ada kegiatan pelaksanaan tugas yang tidak sesuai dengan
undang-undang, prosedur atau juklak yang ditetapkan yang kalau tidak dikoreksi akan
menyebabkan organisasi akan menyimpang makin jauh dari tujuannya. Contoh klasik dari
penyimpangan misalnya barang yang seharusnya dikenakan bea masuk 20 % tetapi
dipungut hanya 10 % atau pemeriksaan barang yang tidak teliti sehingga mengakibatkan
bea masuk menjadi lebih kecil.
Pada umumnya para ilmuwan membedakan kegiatan pengawasan dengan
evaluasi. Jika pengawasan dilakukan dengan pada saat kegiatan berlangsung maka
evaluasi dilakukan setelah kegiatan selesai namun di dalam prakteknya kedua kegiatan ini
hampir sama bentuknya karena setiap kegiatan pengawasan pasti akan terkait dengan
evaluasi dan setiap kegiatan evaluasi pasti mengandung aspek pengawasan.
Jika kita sepakati pengertian pengawasan adalah kegiatan untuk menjaga
agar semua peraturan dipenuhi atau dijalankan, maka sebenarnya kegiatan ini harus
dilaksanakan oleh semua orang dalam organisasi. Petugas Bea Cukai yang meneliti
dokumen pada hakekatnya sedang melakukan pengawasan sebab ia meneliti apakah
importir memberitahukan tarif pos dengan benar sesuai peraturan tentang klasifikasi atau
memberitahukan harga barang dengan benar sesuai peraturan tentang penetapan harga.
Demikian juga petugas yang melakukan pemeriksaan barang impor pada hakikatnya
melakukan pengawasan karena ia meneliti apakah importir memberitahukan jumlah dan
jenis barang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selama ini yang dianggap pengawasan adalah orang mengawasi orang
misalnya kegiatan seorang petugas Bea Cukai yang mengawasi petugas lainnya yang
sedang memeriksa barang atau petugas Inspektorat Jenderal meneliti hasil pekerjaan
petugas Bea Cukai. Petugas Bea Cukai yang meneliti dokumen juga melakukan
pengawasan tetapi yang diawasi bukan petugas Bea Cukai melainkan importir atau eksportir
yang mengajukan dokumen.
Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-32/KMK.01/1998
tanggal 4 Pebruari 1998 tentang Organisasi dan Tatakerja Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai terjadi perubahan tugas dan fungsi dimana Kantor Wilayah mempunyai fungsi operasi
pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan, penindakan dan penyidikan yang
tidak dimiliki oleh Kantor Pelayanan. Dengan kata lain dinyatakan bahwa fungsi pengawasan
berada di Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan hanya berfungsi pelayanan. Dalam hal ini
muncul pertanyaan apakah dengan demikian di Kantor Pelayanan Bea Cukai tiadak
dimungkinkan adanya operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan,
penindakan dan penyidikan.



II. PENGAWASAN PABEAN
Menurut Colin Vassarotti, tujuan pengawasan Pabean adalah memastikan
semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang
melintas perbatasan Negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan dan prosedur
pabean yang ditetapkan (lihat Colin Vassarotti, “Risk Management – A Customs
Prespective”, hal.19). Untuk menjaga dan memastikan agar semua barang, kapal dan orang
yang keluar/masuk dari dan ke suatu negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan.
Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan
pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam
perundang-undangannya yaitu memeriksa kapal, barang, penumpang, dokumen,
pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.
Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World
Customs Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu
metode untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul
WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung
pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan :
penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor. Di samping tiga kegiatan itu
menurut hemat penulis patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah
penyelundupan.
Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tidak
nampak adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan dan penyidikan tetapi kalau
dilihat pada fungsi seksi-seksi di dalamnya nampak ada fungsi patroli, pemeriksaan kapal,
periksaaan barang, pemeriksaan badan, penelitian dokumen dan sebagainya yang
merupakan kegiatan pengawasan (Customs Control) menurut terminologi WCO.
Apabila kita meninjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan
kapal atau penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang
atau penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi di dalam Kantor
Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi pengawasan. Petugas Kantor
Pelayanan berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian dokumen,
pemeriksaan barang dan pemeriksaan penumpang. Yang tidak dapat dilaksanakan hanyalah
kegiatan audit pasca impor, penindakan dan penyidikan karena ketiga kegiatan ini tidak
tercantum dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan maupun seksi-seksi di
dalamnya.
Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya merupakan tindak lanjut
dari pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan melalui penelitian dokumen,
pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika menemukan adanya pelanggaran
atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penindakan atau bahkan penyidikan.
Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan segera ditindaklanjuti
dengan penyidikan. Demikian juga apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan barang
terlarang akan ditindaklanjuti dengan penyidikan.
Jika petugas Bea Cukai di Kantor Pelayanan tidak mempunyai wewenang
melakukan penindakan akan timbul masalah apabila dalam tugasnya ia menemukan
pelanggaran misalnya menemukan adanya pembawa uang rupiah dalam jumlah lebih dari
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Petugas Bea Cukai yang menemukan pelanggaran
akan melakukan penegahan atau penyegelan, tetapi kalau tidak mempunyai wewenang
untuk itu akan menimbulkan keadaan vakum menunggu petugas dari Kantor Wilayah.
Kegiatan Bea cukai merupakan satu mata rantai yang tidak terputus mulai dari
kedatangan kapal, penyerahan pemberitahuan, penelitian dokumen, pemeriksaan barang
sampai dengan pengeluaran barang. Demikian pula apabila petugas menemukan
pelanggaran pada pemeriksaan barang harus ditindaklanjuti dengan penindakan atau
penyidikan. Jika ada petugas yang menemukan narkotika dalam koper penumpang harus
segera ditindaklanjuti dengan penyidikan. Jika wewenang penyidikan hanya diberikan
kepada Kantor Wilayah akan menyebabkan terhambatnya proses penyidikan.
Memberikan wewenang pemeriksaan terhadap petugas Kantor Pelayanan
tetapi tidak memberikan wewenang tindak lanjut berupa penindakan atau penyidikan seperti
membuat segmentasi atau pengkotak-kotakan tugas yang akan menghambat pelaksanaan
tugas dan fungsi Bea Cukai. Meskipun dalam tugas dan fungsi Kantor Pelayanan tidak
disebutkan secara tersurat adanya wewenang penindakan dan penyidikan bahkan unit kerja
penindakan dan penyidikan juga tidak ada namun kedua kegiatan ini harus tetap dapat
dilaksanakan di situ karena merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan barang.
Di kantor-kantor pelayanan saat ini terdapat juga Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) yang berwenang melakukan penyidikan. Kalau mereka tidak difungsikan karena
fungsi penyidikan tidak ada dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan akan menimbulkan
kesulitan kalau terjadi tindak pidana dan harus mendatangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
dari Kantor Wilayah.
Dalam Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan
Cukai mulai dari pasal 74 sampai dengan pasal 92 yang antara lain berisi wewenang
penindakan dan pasal 112 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai.
Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor Pelayanan akan
menyebabkan hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai.
Pada Kantor Pelayanan terdapat seksi Kepabeanan yang menyelenggarakan
fungsi pemeriksaan barang, mengoperasikan X-Ray, pemeriksaan badan, menetapkan
klasifikasi barang, tarif bea masuk dan nilai pabean, penelitian kebenaran, penghitungan bea
masuk. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pengawasan pabean, meskipun nama unit
kerjanya bukan Seksi Pengawasan, Seksi Operasi, atau Seksi Pemberantasan
Penyelundupan.
Tugas yang dilakukan Seksi Kepabeanan yaitu pemeriksaan barang,
pemeriksaan badan, penelitian tarif bea masuk dan nilai pabean pada hakekatnya adalah
pengawasan dalam pengertian manajemen yaitu upaya menjaga agar semua kegiatan
dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan memeriksa barang,
mencocokkan apakah semua barang yang diimpor telah diberitahukan dengan benar atau
apakah tarif dan harganya telah diberitahukan dengan benar. Benar di sini adalah sesuai
dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku mengenai pemberitahuan impor.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan ini tidak
berbeda dengan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional.
Aparat pengawasan seperti Inspektorat Jenderal atau Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melaksanakan tugasnya akan mencocokkan
apakah peraturan yang berlaku telah dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Dipandang dari
sudut ini apa yang dilakukan oleh petugas Inspektorat Jenderal atau Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sama saja dengan petugas pemeriksa barang atau
dokumen di Kantor Pelayanan.

III. ORGANISASI DAN TATAKERJA
Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 32/KMK.01/1998 tanggal
4 Pebruari 1998 disebutkan bahwa salah satu fungsi Kantor Wilayah adalah pelaksanaan
intelijen, patroli dan operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan,
penindakan dan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai, serta
pengawasan barang hasil penindakan dan barang bukti. Dalam organisasi dan Tatakerja
Ditjen Bea dan Cukai yang lama menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
759/KMK.01/1993 tanggal 3 Agustus 1993 untuk bidang kegiatan pencegahan dan
penyidikan hanya disebutkan adanya fungsi koordinasi dan pengendalian pelaksanaan
kegiatan pencegahan dan penyidikan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan
pabean dan cukai serta peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaanya
dibebankan kepada Direktorat Jenderal. Perbedaannya adalah bahwa sekarang Kantor
Wilayah menyelenggarakan fungsi pelaksanaan intelijen, patroli dan operasi pencegahan
sedangkan pada operasi lama Kantor Wilayah hanya menyelenggarakan fungsi koordinasi
dan pengendalian pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penyidikan. Sebaliknya pada
organisasi yang baru Kantor Pelayanan tidak mempunyai fungsi pelaksanaan intelijen, patroli
dan operasi pencegahan pelanggaran seperti pada kantor Inspeksi dalam organisasi dan
tatakerja yang lama. Pada organisasi yang lama sering dikatakan bahwa Kantor Wilayah
tidak operasional karena tugasnya adalah koordinasi dan pengendalian. Memang benar
pada waktu itu Kantor Wilayah tidak operasional dalam pengertian day-to-day-operations
seperti memungut bea masuk dan memeriksa barang impor namun sebagai kantor yang
melakukan pengendalian tidak tertutup kemungkinan melakukan intervensi ke Kantor
Inspeksi sewaktu-waktu apabila dianggap perlu oleh Kepala Kantor wilayah. Hal ini
berdasarkan wewenang Kepala Kantor Wilayah sebagai atasan langsung Kepala Kantor
Inspeksi untuk melakukan pengawasan melekat. Kepala Kantor Wilayah dapat menunjuk
pegawai-pegawai di Kantor Wilayah untuk melakukan pemeriksaan barang di Kantor
Inspeksi apabila ia menganggap terjadi penyimpangan terhadap undang-undang atau
peraturan yang berlaku karena kolusi di kantor tersebut. Kepala Kantor Wilayah yang sudah
memberikan informasi untuk ditindaklanjuti tetapi tidak menghasilkan temuan oleh Kantor
Inspeksi tentu akan mengirim sendiri petugas-petugas di Kantor Wilayah untuk langsung
mengadakan pemeriksaan.
Jika kita berpegang pada definisi pengawasan adalah kegiatan untuk
mencegah penyimpangan yang terjadi maka dikirimkannya petugas Kantor Wilayah untuk
memeriksa barang di Kantor Inspeksi itu merupakan konsekuensi logis bagi atasan yang
wajib mengawasi bawahan karena Kantor Inspeksi dianggap sudah tidak mampu lagi
melakukan tugas pengawasan. Tugas dan peranan tim yang dikirim ke Kantor Inspeksi sama
saja dengan aparat pengawasan fungsional seperti Inspektorat Jenderal atau BPKP yang
memeriksa kegiatan suatu kantor. Perbedaanya di sini adalah tim yang dikirim oleh Kanwil
atau Kantor Pusat mencakup aspek pencegahan misalnya mencegat kapal yang sedang
dalam perjalanan sedangkan tim pengawasan fungsional Itjen atau BPKP biasanya
memeriksa kegiatan yang sudah lewat.
Dalam organisasi yang lama, baik Kantor Wilayah yang berfungsi koordinasi
dan pengendalian maupun Kantor Pusat yang fungsinya adalah perumusan kebijaksanaan,
pembinaan atau pengendalian di bidang pencegahan, patroli, dan penyidikan tetapi karena
mempunyai fungsi pengawasan melekat terhadap kinerja Kantor Inspeksi dapat
mengirimkan tim untuk pencegahan di Kantor Inspeksi bawahannya. Pengiriman tim ini
sifatnya sewaktu-waktu jika dipandang perlu dan merupakan supervisi dari atasan kepada
bawahan. Bentuk pengawasan ini tidak bersifat day-to-day-operations karena tempat
kedudukan Kantor Pusat dan Kantor wilayah tidak berada di pelabuhan dimana barang
impor diproses.
Dengan struktur organisasi yang baru, kita mencoba memisahkan kegiatan
pelayanan dan pengawasan dimana tugas pelayanan dilakukan di Kantor Pelayanan dan
tugas pengawasan dilakukan oleh Kantor Wilayah. Dalam uraian tugas dan fungsi Kantor
Pelayanan tidak disebutkan adanya fungsi pencegahan, penindakan, penyidikan, verifikasi,
dan audit. Tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan oleh Kantor Wilayah.
Struktur organisasi yang baru ini mengacu kepada organisasi Direktorat
Jenderal Pajak yang memisahkan antara Kantor Pelayanan dan Kantor Pemeriksaan. Untuk
Direktorat Jenderal Pajak, pemisahan ini tidak menimbulkan masalah karena sifat
pemeriksaan di situ dilakukan terhadap proses yang sudah selesai. Pemeriksaan pajak yang
dilakukan pada tahun ini sasarannya adalah pembukuan dan pajak tahun lalu jadi tidak
mengandung aspek pencegahan. Bentuk pengawasan ini sama dengan fungsi audit yang
dilakukan oleh Kantor Pusat atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
sasarannya adalah pembukuan untuk tahun yang lalu.
Kendala yang mungkin muncul dalam pelaksanaan struktur organisasi baru ini
adalah karena pelayanan dan pengawasan dalam tugas Bea dan Cukai itu sulit dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena tugas Bea dan Cukai mengandung aspek pencegahan. Bea dan
Cukai mempunyai fungsi patroli untuk mencegah pelanggaran tetapi instansi pajak tidak
memiliki fungsi ini. Pemeriksaan barang di pelabuhan adalah upaya pencegahan (preventif)
agar tidak terjadi pelanggaran, demikian pula penelitian dokumen sebelum barang diizinkan
keluar dari pelabuhan.
Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan yang melakukan penelitian
dokumen berarti memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi penelitian dokumen itu
juga sekaligus suatu pengawasan pabean (Customs Control). Penelitian dokumen ini dapat
saja menghasilkan temuan yang harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fisik yang
merupakan kegiatan pencegahan.
Petugas seksi kepabeanan yang melakukan pemeriksaan bagasi
kemungkinan menemukan narkotika atau psikotropika yang harus ditindaklanjuti dengan
penengahan. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pelayanan Bea dan Cukai terkait
dengan tugas pengawasan.
Dalam organisasi yang baru tugas pencegahan, penindakan dan penyidikan
ini harus dilaksanakan terutama oleh Kantor Wilayah. Hal ini nampak dari adanya fungsi
pelaksanaan intelejen, patroli, dan operasi pencegahan pelanggaran, penindakan, serta
penyidikan yang tidak dimiliki oleh Kantor Pelayanan. Bidang Pencegahan dan Penyidikan
pada Kantor Wilayah diharapkan dapat melakukan day-to-day-opretions (terus-menerus)
dalam bidang pencegahan penindakan dan penyidikan.
Bidang Pencegahan dan Penyidikan bertugas melakukan kegiatan intelijen
mulai dari pengumpulan informasi, pengolahan, dan pengambilan keputusan untuk
melakukan pemeriksaan, pencegahan, penindakan ataupun penyidikan. Apabila kita melihat
lingkup tugas Bea dan Cukai sebenarnya informasi terbanyak yang digunakan untuk
pengawasan pabean adalah informasi yang ada di Kantor Pelayanan. Informasi yang
umumnya dipakai untuk kegiatan pengawasan berada di dalam dokumen Airway Bill (AWB),
Bill of Lading (B/L), manifest, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB), Invoice, Polis Asuransi, Certificate of Origin, Letter of Credit (L/C), profit
importir, data pemeriksaan kapal, data kapal, data Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan, dan sebagainya yang berada di Kantor Pelayanan karena data tersebut
berada dalam dokumen-dokumen yang harus diserahkan kepada Bea dan Cukai dalam
rangka pelayanan. Sebaliknya data tersebut sulit diperoleh di Kantor Wilayah karena Kantor
Wilayah tidak melakukan pelayanan impor dan ekspor. Kantor Wilayah hanya bisa
memperoleh data tersebut apabila dikirim ke Kantor Pelayanan. Untuk bisa melakukan
pengawasan Kantor Wilayah harus mempunyai informasi yang cukup, sedangkan informasi
yang diperlukan ini justru berada di Kantor Pelayanan.
Sebenarnya Kantor Pelayanan adalah institusi yang paling efektif untuk
mendeteksi dan mencegah adanya pelanggaran atau penyelundupan karena menguasai
informasi yang banyak. Informasi tentang muatan kapal, jumlah, dan jenisnya, importir dan
eksportir semua ada pada Kantor Pelayanan. Petugas Kantor Pelayanan juga melihat dan
mengawasi langsung penimbunan atau pemuatan dan dapat mendeteksi adanya
kejanggalan yang merupakan indikator adanya pelanggaran. Hal-hal seperti ini hanya dapat
dilakukan oleh Kantor Wilayah jika informasi tentang muatan kapal dan barang impor/ekspor
dapat ditransfer secara elektronik dari Kantor Pelayanan ke Kantor Wilayah.
Namun informasi yang diperoleh dari pengolahan dokumen ini juga tidak
cukup untuk dapat melakukan pengawasan dengan efektif. Masih diperlukan adanya
informasi dari lapangan secara terus menerus mulai dari kapal datang, saat pembongkaran,
saat penimbunan, dan seterusnya. Ini berarti Kantor Wilayah harus menempatkan orang di
pelabuhan secara terus-menerus sesuai dengan hakikat day–to-day-operations. Jika Kantor
Wilayah berada pada satu kota dengan Kantor Pelayanan, kegiatan ini dapat dilaksanakan
tetapi jika Kantor Wilayah tidak berada dalam satu kota dengan Kantor Pelayanan, day-today-
operations tidak dapat dijalankan karena biayanya sangat besar. Diperlukan banyak
pegawai dan dana perjalanan dinas yang cukup besar untuk melaksanakan hal ini.
Informasi yang mungkin diperoleh di Kantor Wilayah hanyalah informasi yang
berasal dari informan atau laporan masyarakat tentang pengimporan suatu party barang
yang merugikan negara. Mengenai hal inipun sebenarnya yang menguasai detail dari
informasinya juga petugas-petugas Kantor Pelayanan karena mereka mengetahui semua
kegiatan Impor yang ada di situ dan paling mengetahui kalau ada
kejanggalan/penyimpangan yang terjadi.
Informasi dari masyarakat itu biasanya menyangkut kolusi antara petugas dan
pengusaha yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kantor Wilayah dengan menurunkan tim
untuk mengusut. Tim inipun hanya bisa bekerja kalau mempunyai informasi yang cukup
tentang pengimporan barang.
Informasi tentang kegiatan impor ini tersedia di Kantor Pelayanan dan
sebenarnya petugas-petugas di Kantor Pelayanan yang lebih mengetahui permasalahannya
dibandingkan dengan petugas yang dikirim dari Kantor Wilayah. Jika party barang yang
diinformasikan itu belum tiba di pelabuhan tindakan pencegahan dapat dilakukan tetapi
pencegahan ini kadang-kadang tidak menghasilkan tangkapan misalnya karena
pengimporan dibatalkan, barang tidak jadi dibongkar atau diperbaiki dari semua ketentuan
dipenuhi. Memang tidak semua penegakkan hukum menghasilkan tangkapan tetapi apabila
pelaku pelanggaran mengurungkan niatnya saja sudah merupakan keberhasilan dari
penegakan hukum sebab semua aturan telah dipenuhi dan tidak terjadi pelanggaran.
Informasi tentang penyelundupan narkotik dari Drugs Enforcement Administration (DEA) saja
kemungkinan tidak menghasilkan tangkapan kalau pelakunya membatalkan diri.
Dari seluruh kegiatan pengawasan pabean hanyalah audit pasca-impor yang
dapat dilaksanakan dengan efektif oleh Kantor Wilayah karena audit tidak bersifat mencegah
pelanggaran yang akan terjadi, tetapi memeriksa kegiatan yang sudah selesai. Meskipun
demikian audit dapat mempunyai efek pencegahan apabila dikenakan hukuman yang berat
dalam hal ditemukan penyimpangan. Hukuman atau sanksi yang diberikan diharapkan
membuat jera pelakunya sehingga dikemudian hari tidak melakukan pelanggaran lagi.
Jika dilihat dari banyaknya importir/eksportir yang melakukan kegiatan
tentunya tidak seluruh perusahaan diaudit. Untuk menyeleksi perusahaan mana yang perlu
dilakukan audit juga diperlukan informasi dan informasi yang diperlukan ini tersedia di Kantor
Pelayanan. Sebab itu jika tidak ada transfer informasi dari Kantor Pelayanan ke Kantor
Wilayah akan sulit bagi Kantor Wilayah menentukan sasaran audit. Bagi administrasi pabean
di negara-negara maju yang sudah melaksanakan komputerusasi penuh tidak ada masalah
dalam mengakses informasi oleh Kantor Pusat maupun Kantor Wilayah. Pangkalan data di
Kantor Pusat maupun di Kantor Wilayah setiap saat dapat berhubungan (on line) dengan
pangkalan data di Kantor Pelayanan. Mereka secara terus menerus dapat memantau
kegiatan impor/ekspor yang terjadi di seluruh Kantor Pelayanan dengan perkembangannya
tiap detik.
Bidang Pencegahan dan Penyidikan (P2) dan Bidang Audit yang menjalankan
fungsi pengawasan sangat memerlukan informasi tentang impor/ekspor untuk dapat
melakukan pencegahan atau mengadakan audit sebab sistem pemeriksaan kita sesuai
Undang-Undang Kepabeanan bersifat selektif. Audit mau tidak mau juga harus dilakukan
secara selektif karena jumlah perusahaan sangat banyak sedang jumlah auditor terbatas.
Untuk menyeleksi kita harus melalui proses risk assesment yang memerlukan banyak
informasi dan informasi ini berasal dari data impor di Kantor Pelayanan.
Sebaiknya kita memahami pemisahan antara fungsi pengawasan pada Kantor
Wilayah dan fungsi pelayanan pada Kantor Pelayanan ini hanya pada tataran filosofi saja
dan jangan memisah-misahkan kegiatan ini secara nyata. Kantor Pelayanan harus tetap
berfungsi pengawasan meskipun petugas-petugasnya harus lebih berorientasi melayani
masyarakat.
Pada tahun 1990, World Customs Organization (WCO) mengganti logonya
dengan gambar yang melambangkan dua tangan terbuka yang bermakna kerjasama atau
keterbukaan sedangkan logo yang lama bergambar mata sebagai simbol pengawasan.
Perubahan logo ini juga menandakan adanya perubahan orientasi yang semula Bea Cukai
kerjanya mengintip orang atau mencari kesalahan sekarang berubah menjadi instansi yang
membantu atau melayani orang. Perubahan ini tidak berarti bahwa Bea Cukai kehilangan
fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan Bea Cukai tetap di jalankan tetapi aspek
pelayanannya yang lebih di tonjolkan. Menurut hemat penulis pergeseran fungsi
pengawasan ke Kantor Wilayah seharusnya di pahami berdasarkan pemikiran ini. Kantor
Pelayanan harus tetap dapat menjalankan fungsi pengawasan meskipun titik beratnya
adalah pelayanan.
Fungsi pengawasan di Kantor Pelayanan saat ini sebagian dilaksanakan oleh
Seksi Kepabeanan yang melakukan kegiatan pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang,
pemeriksaan penumpang, dan Seksi Manifest dan Informasi yang melakukan patroli dan
pemeriksaan sarana pengangkut.








Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun undang-undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Akan tetapi tidak ada bea keluar untuk ekspor .
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tariff barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untuk ekspor pada umumnya pemerintah tidak memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah memungut pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya dapat mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah atau setengah jadi. Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini adalah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia.
Proses impor dan pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
• Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
• Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
• Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
• Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
• barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
• Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
• Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
• Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
• Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
• Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
• PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
• Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
• Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC




Sistem Penetapan Nilai Pabean
DJBC, Penetapan Nilai Pabean Barang Impor untuk penghitungan Bea Masuk menggunakan 6 metode yang diterapkan secara hirarki penggunaannya, yaitu:
1. Metode I berdasarkan pada nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan
2. Metode II berdasarkan pada nilai transaksi barang identik
3. Metode III berdasarkan pada nilai transaksi barang serupa
4. Metode IV berdasarkan metode deduksi
5. Metode V berdasarkan metode komputatif
6. Metode VI berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean
II. METODE I PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI BARANG IMPOR YANG BERSANGKUTAN
1. Nilai Transaksi adalah: Harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar dari barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan biaya-biaya tertentu, sepanjang biaya-biaya tersebut dalam harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar.
2. Syarat penggunaan Nilai Transaksi
a. Tidak terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor
b. Tidak terdapat persyaratan atas pembelian yang mempengaruhi harga barang impor
c. Tidak terdapat bagian dari hasil atas penjualan ulang, pemanfaatan/pemakaian (Proceed)
d. Tidak terdapat hubungan antara importir dan eksportir yang mempengaruhi harga
3. Persyaratan kualitatif yaitu dengan menambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dengan :
a. Biaya yang dibayar oleh importir yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar, berupa
 Komisi dan jasa perantara kecuali komisi pembelian
 Biaya pengemasan
 Biaya pengepakan
b. Nilai bantuan berupa barang dan jasa, yaitu:
 Material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang-barang impor
 peralatan, cetakan dan barang-barang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor
 Material yang digunakan dalam pembuatan barang impor
 Tehnik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan dan sketsa yang dilakukan dimana saja diluar daerah pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor
c. Royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh importir secara langsung atau tidak langsung
d. Bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang kemudian disampaikan secara langsung dan tidak langsung kepada eksportir
e. Biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor didaerah pabean
f. Biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean
g. Biaya asuransi
4. Nilai Transaksi tidak dapat digunakan sebagai Nilai Pabean dalam hal:
a. Terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap jual beli atau harga barang impor yang mempengaruhi harga barang yang bersangkutan
b. Terdapat bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan,pemanfaatan atau pemakaian barang impor, kemudian disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada eksportir yang tidak ditambahkan pada harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar
c. Terdapat hubungan antara importir dan eksportir yang mempengaruhi harga
d. Terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor selain pembatasan yang:
 diberlakukan atau diharuskan oleh Undang-Undang atau pihak-pihak yang berwenang di Daerah Pabean
 membatasi wilayah geografis untuk penjualan kembali barang tersebut
 tidak mempengaruhi nilai secara substansial
III. METODE II PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI BARANG IDENTIK
1. Barang identik adalah barang yang sama dalam segala hal termasuk karakteristik fisik, mutu, reputasi, perbedaan-perbedaan kecil antara dua barang identik dapat ditolerir, seperti garis melingkar, logo dengan warna yang berbeda atau hiasan ditempat tertentu yang sederhana.
2. Syarat-syarat menggunakan metode barang identik adalah :
a. Tanggal pengeksporan yang sama atau sekitar tanggal pengeksporan dari barang yang sedang ditetapkan Nilai Pabeannya
b. Diproduksi oleh produsen yang sama dari negara yang sama atau diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama
c. Tingkat perdagangan dan jumlah barang sama apabila ada perbedaan maka dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan bukti yang nyata, penyesuaian juga dapat dilakukan terhadap biaya transportasi
d. Apabila terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang identik maka nilai yang digunakan adalah Nilai Transaksi barang identik yang paling rendah yang tersedia dalam waktu tiga puluh hari sebelum atau sesudah bulan pengiriman
IV. METODE III PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI BARANG SERUPA
1. Barang serupa adalah barang yang walaupun tidak sama dalam segala hal namun mempunyai karakter fisik dan komponen material yang sama, fungsi sama dan secara komersial dapat dipertukarkan
2. Syarat-syarat menggunakan metode barang serupa
a. Tanggal pengeksporan yang sama atau sekitar tanggal pengeksporan dari barang yang sedang ditetapkan Nilai Pabeannya
b. Diproduksi oleh produsen yang sama dari negara yang sama atau diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama
c. Tingkat perdagangan dan jumlah barang sama apabila ada perbedaan maka dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan bukti yang nyata, penyesuaian juga dapat dilakukan terhadap biaya transportasi
d. Apabila terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang serupa maka nilai yang digunakan adalah Nilai Transaksi barang serupa yang paling rendah
V. METODE IV PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN METODE DEDUKSI
1. Metode Deduksi adalah penetapan Nilai Pabean barang impor berdasarkan data harga satuan yang terjadi dari penjualan dipasaran dalam daerah pabean dari barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dengan kondisi sebagaimana saat diimpor.
2. Syarat penggunaan Metode Deduksi
a. Penjual dan pembeli tidak saling berhubungan
b. Harga satuan yang digunakan adalah harga satuan dari barang impor yang bersangkutan, barang identik, barang serupa yang laku terjual dalam jumlah terbanyak
c. Pengimporan terjadi pada tanggal yang sama atau sekitar tanggal yang sama paling lama 90 (sembilan puluh hari) setelah tanggal pengimporan
3. Penghitungan metoda Deduktif dapat dilakukan dengan cara mengurangi harga satuan dengan
a. Komisi atau keuntungan dan pengeluaran umum atas penjualan barang impor yang bersangkutan
b. Biaya transportasi/ angkutan dan biaya asuransi
c. Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor
4. Apabila tidak terdapat penjualan barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dipasaran dalam kondisi yang sama pada saat di impor maka dapat digunakan barang dengan kondisi yang berbeda sepanjang dilakukan penyesuaian atas perbedaan kondisi tersebut.
VI. METODE V PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN METODE KOMPUTASI
1. Metode Komputasi adalah metode dengan cara menghitung sejumlah unsur biaya yang membentuk harga barang impor.
2. Unsur-unsur Biaya dalam metode komputasi yang dijumlahkan adalah :
a. Biaya atau harga bahan baku dan proses pembuatan yang dilakukan dalam memproduksi barang
b. Keuntungan dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati dengan keuntungan dan pengeluaran umum penjualan barang sejenis
c. Biaya transportasi dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan termasuk biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan tujuan di daerah pabean
d. Biaya asuransi
3. Penetapan Nilai Pabean dengan menggunakan informasi yang diberikan produsen barang yang sedang ditetapkan Nilai Pabeannyaa dan data yang ada dalam pembukuan produsen yang disusun berdasarkan prinsip umum akuntansi yang berlaku dinegara produsen barang tersebut.
VII. METODE VI PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN DATA YANG TERSEDIA
1. Metode data yang tersedia adalah menggunakan data yang tersedia dengan suatu penerapan yang fleksibel dan tata cara yang wajar serta konsisten.
2. Penetapan Nilai Pabean berdasarkan metode ini tidak diijinkan berdasarkan :
a. Harga jual di Daerah Pabean bagi barang yang diproduksi di Daerah Pabean
b. Sistem yang menetapkan nilai yang lebih tinggi apabila terdapat 2 (dua) alternatif nilai
c. Harga pasar dalam negara pengekspor
d. Biaya produksi, selain dari nilai yang dihitung dengan metode komputasi yang telah ditentukan untuk barang identik atau barang serupa
e. Harga barang yang diekspor kesuatu negara selain ke dalam Daerah Pabean
f. Nilai Pabean minimal
g. Nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang.
VIII. PROFESSIONAL JUDGEMENT (KEPUTUSAN BERDASARKAN PROFESI)
1. Professional Judgement adalah Identifikasi Nilai Pabean yang tercantum dalam PIB berdasarkan pengalaman, pengetahuan, keterampilan yang dituangkan dalam bentuk kemampuan analisa resiko untuk mengidentifikasi Nilai Pabean yang diragukan.
2. Cara pengujian professional judgement adalah dengan mempertimbangkan :
a. bahan baku
b. proses pembuatan (Hightech/sederhana)
c. mutu barang (murah/mahal)
d. musim saat transaksi jual beli
e. tujuan penggunaan barang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disingkat DJBC atau bea cukai adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan duane, seiring dengan globalisasi bea dan cukai mengenakan istilah CUSTOMS.
Dari segi kelembagaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang direktur jenderal yang setara dengan unit eselon 1 yang berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, sebagaimana juga Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan lain-lain.
Tugas dan fungsi
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.
Kewenangan DJBC
Sistem yang digunakan DJBC
Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem ini karena pertimbangan keamanan dan efisiensi, sehingga bermunculan warung-warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi) disekitar pelabuhan yang akan membantu importir yang belum memiliki modul impor atau tidak secara on-line terhubung dengan sistem komputer DJBC.
proses pengeluaran barang impor sangat tergantung pada jenis barang impor itu sendiri, khusus untuk barang impor asal tumbuhan dan hewan akan melalui pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah masuknya penyakit dan hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan kesehatan seperti pemeriksaan layak konsumsi atau tidak, masa kadaluwarsa, dsb, untuk daging impor harus ada Certificate of origin agar diketahui dari mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditi konsumsi.
Sistem penjaluran
kiranya perlu pula diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan penerapan manajemen risiko berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu. terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor Pelayanan Utama (KPU).
jalur tersebut adalah;
1. Jalur prioritas yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit (PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.
2. Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
3. Jalur Kuning, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
4. Jalur merah (red chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi karena track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu yang diawasi pemerintah, pengurusannya menggunakan jasa customs broker atau PPJK perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau "calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.
• Jalur Mitra Utama (MITA), jalur ini adalah fasilitas yang saat ini hanya berada pada Kantor Pelayanan Utama.
Tugas lain
Tugas lain DJBC adalah menjalankan peraturan terkait ekspor dan impor yang diterbitkan oleh departemen atau instansi pemerintahan yang lain, seperti dari Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Departemen Pertahanan dan peraturan lembaga lainya.
Semua peraturan ini menjadi kewajiban bagi DJBC untuk melaksanakannya karena DJBC adalah instansi yang mengatur keluar masuknya barang di wilayah Indonesia. Esensi dari pelaksanaan peraturan-peraturan terkait tersebut adalah demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan dan pelayanan, karena tidak mungkin jika setiap instansi yang berwenang tersebut melaksanakan sendiri setiap peraturan yang berkaitan dengan hal ekspor dan impor, tujuan utama dari pelaksanaan tersebut adalah untuk menghidari birokrasi panjang yang harus dilewati oleh setiap pengekspor dan pengimpor dalam beraktivitas.



IV. TIPE PELANGGARAN DAN TERSEDIANYA INFORMASI
Pengawasan pabean adalah salah satu cara untuk mencegah dan
mendeteksi adanya pelanggaran. Pengawasan yang efektif memungkinkan Bea dan Cukai
mengurangi terjadinya pelanggaran.
Menurut WCO Hanbook for Comercial Fraud Investigators ada enambelas
tipe pelanggaran utama di Bidang kepabeanan yaitu :

1. Penyelundupan
Yang dimaksud dengan penyelundupan disini adalah menimpor atau mengekspor di luar
tempat kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat kedudukan
Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau dinding
dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.

2. Uraian Barang Tidak Benar.
Uraian Barang Tidak Benar dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari bea masuk
yang rendah atau menghindari peraturan larangan dan pembatasan

3. Pelanggaran Nilai Barang.
Dapat terjadi nilai barang sengaja dibuat lebih rendah untuk menghindari bea masuk atau
sengaja dibuat lebih tinggi untuk memperoleh restitusi (draw-back) yang lebih besar.

4. Pelanggaran Negara Asal Barang.
Memberitahukan negara asal barang dengan tidak benar misalkan negara asal Jepang
diberitahukan Thailand dengan maksud memperoleh preferensi tarif di negara tujuan.

5. Pelanggaran Fasilitas Keringanan Bea Masuk Atas Barang Yang Diolah.
Yaitu tidak mengekspor barang yang diolah dari bahan impor yang memperoleh
keringanan bea masuk.

6. Pelanggaran Impor Sementara.
Tidak mengekspor barang seperti dalam keadaan semula.

7. Pelanggaran Perizinan Impor/Ekspor
Misalnya memperoleh izin mengimpor bibit bawang putih ternyata dijual ke pasaran
bebas sabagai barang komnsumsi.

8. Pelanggaran Transit Barang
Barang yang diberitahukan transit ternyata di impor untuk menghindari bea.

9. Pemberitahuan Jumlah Muatan Barang Tidak Benar.
Tujuannya agar dapat membayar bea masuk lebih rendah atau untuk menghindari kuota.

10. Pelanggaran Tujuan Pemakaian.
Misalnya memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA) tetapi dijual untuk pihak lain.

11. Pelanggaran Spesifikasi Barang Dan Perlindungan Konsumen.
Pemberitahuan barang yang menyesatkan untuk menghindari persyaratan dalam
Undang-Undang Spesifikasi Barang atau Perlindungan Konsumen.

12. Barang Melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Yaitu barang palsu atau bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor dari suatu
negara.

13. Transaksi Gelap.
Transaksi yang tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan untuk menyembunyikan
kegiatan ilegal. Pelanggaran ini dapat diketahui dengan mengadakan audit ke
perusahaan yang bersangkutan.

14. Pelanggaran Pengembalian Bea.
Klaim palsu untuk memperoleh pengembalian bea/pajak dengan mengajukan dokumen
ekspor yang tidak benar.

15. Usaha Fiktif
Usaha fiktif diciptakan untuk mendapatkan keringanan pajak secara tidak sah.
Contohnya adalah perusahaan yang melakukan ekspor fiktif yang ternyata tidak
mempunyai pabrik dan alamat kantornya tidak dapat ditemukan.

16. Likuidasi Palsu.
Perusahaan beroperasi dalam periode singkat untuk meningkatkan pendapatan dengan
cara tidak membayar pajak. Kalau pajak terhutang sudah menumpuk kemudian
menyatakan bangkrut untuk menghindari pembayaran. Pemiliknya kemudian mendirikan
perusahaan baru. Di Indonesia praktek ini dipakai oleh Importir yang sudah sering
dikenakan tambah bayar supaya bisa memperoleh jalur hijau maka ia mendirikan
perusahaan baru.


Dari berbagai tipe pelanggaran di atas sebagian besar adalah pengimporan
atau pengeksporan di pelabuhan tempat pengawasan Bea dan Cukai. Untuk tipe
pelanggaran ini informasinya lebih banyak dan lebih mudah diperoleh dari dokumen
dokumen yang diajukan pada Bea dan Cukai Kantor Pelayanan, tetapi untuk penyelundupan
yang terjadi di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai informasinya harus dicari langsung di
lapangan.
Informasi untuk penyelundupan di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai
diperoleh melalui Surveillance dapat dilakukan oleh petugas di Kantor Pelayanan kalau
diberi wewenang untuk itu. Dalam organisasi dan tata kerja yang baru kegiatan intelijen
(pengumpulan dan pengolahan informasi) secara umum tidak dimungkinkan di Kantor
Pelayanan. Yang dimungkinkan hanya pengumpulan informasi muatan kapal yang tercantum
pada manifest. Tetapi fungsi patroli ada juga di Kantor Pelayanan dan untuk melaksanakan
kegiatan ini diperlukan pengumpulan informasi. Tanpa informasi yang diperoleh dengan baik,
patroli tidak terarah dan tidak tahu daerah rawan yang beresiko tinggi. Mau tidak mau
kegiatan Intelijen harus dilakukan juga di Kantor Pelayanan agar patroli berjalan efektif.
Kalau Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor
Wilayah tidak akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena
terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara teoritis
bisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk mengumpulkan
dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit kalau wilayahnya relatif
luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena
mereka berada didekat sumber informasi.
Penyelundupan narkotika dan psikotropika yang melalui pelabuhan laut/udara
ada yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang
dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner. Dilihat dari prosentasenya
berdasarkan data yang tersedia lebih banyak tangkapan yang diperoleh dari Profilling dan
deteksi X-Ray dibandingkan yang berasal dari informasi yang sudah matang. Berarti dalam
hal inipun Kantor Pelayanan lebih banyak menguasai informasi dan melakukan deteksi
melalui pengamatan mereka sendiri terhadap gerak-gerik penumpang.
Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak benar, penyalahgunaan fasilitas
Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan sebagainya lebih mudah dideteksi melalui
dokumen impor/ekspor yang berada di Kantor Pelayanan Informasi tentang adanya
pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Manifest,
Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing List, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan
lain-lain. Informasi ini sebagian besar berada di Kantor Pelayanna dan dapat digunakan
setiap saat.
Pada umumnya yang dianggap informasi bagi orang awam adalah
pemberitahuan dari seseorang atau badan secara tertulis atau lisan bahwa akan terjadi
penyelundupan yang dilakukan oleh seseorang. Informasi yang sudah matang ini di Bea
Cukai lazim disebut hasil intelijen atau intelijen positif. Sebenarnya informasi tidak hanya
sebatas yang sudah matang saja tetapi banyak informasi yang masih mentah berserakan
disana-sini berada dalam dokumen Pabean maupun dokumen pelengkapnya, informasi ini
kalau diolah juga akan menghasilkan informasi matang (intelijen positif) yang dapat
digunakan mendeteksi penyelundupan atau pelanggaran Kepabeanan.











V. KESIMPULAN
1. Pengawasan secara umum berarti kegiatan untuk menjaga agar rencana yang
telah dibuat dapat dilaksanakan dengan efektif. Pengertian ini hakikatnya sama
dengan definisi Colin Vassarotti mengenai pengawasan pabean yaitu suatu
kegiatan yang tujuannya memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat
terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan
dalam kerangka hukum, peraturan, dan prosedur pabean yang telah ditetapkan.
Pengertian ini tidak sejalan dengan pengertian bentuk pengawasan yang
digunakan dalam buku-buku World Customs Organizations (WCO). Pengawasan
pabean antara lain adalah : Penelitian dokumen , pemeriksaan fisik dan audit
pasca-impor.

2. Untuk dapat melaksanakan pengawasan diperlukan informasi yang mencukupi
dan khusus untuk Bea dan Cukai informasi yang diperlukan itu sebagian besar
berada dalam dokumen pabean atau dokumen pelengkap pabean yang
diserahkan kepada Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan. Dengan demikian Kantor
Pelayanan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan Kantor Wilayah
dalam penguasaan informasi ini dan lebih mudah melakukan pengawasan.

3. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No: 32/KMK.01/1998 tanggal 4
Pebruari 1998 tentang Organisasi dan Tatakerja Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai titik berat fungsi pengawasan berada pada Kantor Pelayanan namun kalau
dilihat dari ketersediaannya informasi dan akses ke arah informasi Kantor
Pelayanan lebih potensial untuk melakukan pengawasan dalam pengertian dayto-
day-operations.

4. Fungsi pengawasan yang bersifat pencegahan (Preventif) oleh Kanto Wilayah
akan menghadapi kendala kurangnya informasi, jumlah tenaga dan biaya yang
harus dikeluarkan tetapi untuk pengawasan yang tidak bersifat pencegahan
misalnya verifikasi dan audit dapat dilakukan sepenuhnya.

5. Meskipun di dalam fungsi Kantor Pelayanan tidak tersebut adanya pencegahan,
penindakan dan penyidikan namun seyogyanya kegiatan ini tetap dapat
dilaksanakan di Kantor Pelayanan sebab kegiatan-kegiatan tersebut merupakan
tindak lanjut dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan
penumpang, hasil patroli.`

Saran
Penuli menyarankan perlunya lagi di perbaiki permasalahan Pabean yang ada di Indonesia ini. Perbaikan yang di maksud bisa melaui Hukum juga kesadaran bagi para seluruh anggota masyarakat yang terkait dalam dunia Kepabeanan di Indonesia. Pentingnya kerjasama dari semua pihak akan menjadikan Pabean di Indonesia menjadi lebih baik dan disiplin.